Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Partai Politik dan Garis Politik

Politik | 2023-08-08 01:43:46

Perlu kita ketahui, bahwa sejak orde baru berkuasa hingga sekarang ini, politik aliran sudah lama dimatikan seiring dengan proses de-politisasi dan de-idelogisasi. Sudah lama sejak Soeharto ideologi parpol dibuat tunggal. Jika dizaman Soeharto seluruh parpol disuruh mengabdi kepada penguasa (bagi yang mau beroposisi malah setengah hati beroposisi), maka di zaman demokrasi (Neo)liberal ini semua partai disuruh mengabdi kepada pragmatisme

Sudah lama pula pemilahan berdasarkan spektrum politik seperti nasionalis, islamis, dan marxis dihilangkan dalam ruang politik di Indonesia. Meskipun masih ada yang mengibarkan bendera nasionalisme dan agamais, tetapi kenyataan politik di lapangan belum tentu demikian. Karenanya, kita tidak bisa memetakan sikap partai politik di Indonesia berdasarkan garis lurus, tetapi ada baiknya menilai dari langkah dan tindakan-tindakan politiknya.

Akan tetapi, ketika menjelang pemilu 2019 lalu, yakni saat pertentangan antara proyek kepentingan nasional berhadap-hadapan secara langsung dengan proyek imperialisme, maka sebagian partai pun mengibarkan kembali bendera nasionalisme dan bahkan anti-imperialisme. Partai pendukung Jokowi dan Prabowo-lah yang paling terang mengibarkan nasionalisme kerakyatan dan anti-imperialisme. Sayang sekali, PDIP dan Gerindra gagal melanjutkan proyek anti-imperialisme ini pasca pemilu, dan malah tidak mau sama sekali melanjutkan proyek itu setelah Rekonsiliasi Politik antara keduanya terjadi pada Oktober 2019.

Ketidakkonsistenan "Partai Oposisi" dalam menjalankan kewajibannya untuk berada diluar pemerintahan terlihat ketika Pilkada 2020 hampir di 28 Daerah mereka berkoalisi dengan Partai Berkuasa.

Pertama, perlu untuk terus mengingatkan kepada ,"partai-partai oposisi" di parlemen, terutama karena mereka menggunaan sentimen kemandirian nasional (Berdiri Diatas Kaki Sendiri) agar tidak mengambil tindakan politik pragmatis: mencari jalan aman untuk mencari kekuasaan di pemilu 2024.

Kedua, perlu untuk terus-menerus menelanjangi tindakan dan langkah politik neoliberalisme partai politik di parlemen di satu sisi, sedangkan di sisi lain kita juga harus menyerukan persatuan nasional dengan kekuatan politik (partai dan individu) di parlemen yang bersepakat untuk menghajar imperialisme.

Ketiga, ada tidaknya partai-partai yang berposisi pro-imperialis dan anti-imperialis juga dipengaruhi oleh seberapa kuat kampanye anti-imperialisme bertiup. Semakin kuat tiupan propanda anti-imperialisme, maka semakin terang pula partai-partai itu akan mengambil sikap. Dengan demikian, mengorganisir persatuan anti-imperialisme tidak bisa mendikotomikan parlemen dan ekstra-parlementer, tua dan muda, nasional atau daerah, dan lain-lain.

Rumus kita adalah: mempersatukan semua kekuatan yang bisa dipersatukan, untuk melawan imperialisme, dalam hal ini pemerintahan yang merepresentasikan kepentingan imperialisme di Indonesia: pemerintahan Jokowi-Amin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image