Puisi Perih
Sastra | 2023-08-04 06:39:28Cantiknya parasmu menerangi keremangan malam tanpa bintang, kabut menusuk pori-poriku yang mengeriput...
Terngiang tentangmu bersanding di pelaminan, bak Raja dan Ratu semalam....
Sontak jantungku berdebar hebat, menghayalkan kebahagiaan dirimu dalam balutan suci pernikahan bersama lelaki sepadan...
Sesekali buliran bening mengiringi tengadahku menatap gugusan bintang menghias malam yang mencekam....
Aku hanya mampu melihatmu berbahagia bersama sandaran hatimu....
Maklumlah, aku tak bisa menggenggam setitik kasih sayang darimu....
Kini semua berbeda, kata hatiku mengatakan, hatimu tak lagi terbuka untukku....
Aku mengiklaskan itu,
Aku tak bisa memaksa kehendakmu....
Sayangku padamu ketika melihatmu bahagia, cinta dan sayangku tak selalu mengekangmu....
Sekarang bukan jaman siti nurbaya yang dipaksa saudagar kaya raya seperti Datuk Maringgih....
Ditahun politik ini, tidak lagi ada pengekangan, kamu bebas memilih idaman hatinurani.....
Duhai kekasihku
Tidakkah engkau mendengar suara relung hati yang memanggil namamu....
Jujur saja, hingga kemerdekaan ke tujuh puluh delapan indonesia, diriku belum sepenuhnya merdeka, sebab diusia senja ini, diriku belum bisa melupakan elegannya parasmu....
Biarlah aku mengintip
sedikit saja pintu hatimu itu, agar aku dapat menyelinap dan menyelami lagi kisah kita yang sudah usai tergerus usia.....
Sekuat apapun kita bertahan, jika bukan takdirnya tak baik hasilnya untuk dipaksakan.....
Mengikhlaskan untuk melepas, namun masih membekas, perih...
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.