Teori Konspirasi Ilmiah yang Masih Eksis Saat Ini
Sejarah | 2023-08-02 10:27:32Teori konspirasi seolah memang diadakan untuk tidak terpecahkan. Beberapa tahun terakhir teori konspirasi tetap berkembang dengan informasi yang makin ganas. Sejumlah teori tersebut untuk sementara tidak berbahaya, tapi jangan salah duga, suatu saat bisa mengubah tatanan sosial culture yang sudah fix.
Berikut daftar teori konspirasi populer selama bertahun-tahun yang tetap berseliweran dan dianggap sebagai urban legend yang serius atau bahkan malah sebaliknya, lucu dan buat seru-seruan.
Teori Bumi Datar
Salah satu teori konspirasi paling populer dan bikin penasaran sejumlah golongan skeptis yang masih beredar hingga saat ini adalah teori bumi datar yang mendalilkan bahwa planet kita adalah piringan datar, bukan bola dunia.
Menurut halaman web The Flat Earth Society, bumi itu datar karena "permukaan badan air telah terbukti datar" dan "kita bahkan tidak memiliki gambaran lengkap tentang bumi yang berotasi dari luar angkasa," katanya.
Teori ini aneh karena para ilmuwan mengetahui bahwa bumi adalah bola dunia lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Seperti yang dijelaskan oleh saintis Yunani kuno, Eratosthenes dan mendiang astronom Carl Sagan (ahli astronom modern). Eratosthenes yang terkenal di kalangan sejarah astronom memperhatikan bahwa bayangan yang dipantulkan di lokasi berbeda di Mesir memiliki panjang yang berbeda pada waktu yang sama.
Seolah sejak awal menentang teori bumi datar, bagaimana mungkin, katanya, cahaya matahari jatuh pada sudut yang berbeda pada saat yang sama kecuali bumi itu melengkung? Kebetulan, Eratosthenes juga mampu menyimpulkan secara kasar keliling bumi dengan menggunakan metode ini. Dia hidup antara tahun 276 SM dan 194 SM.
Menguatkan statement tersebut, NASA memperlihatkan cuplikan rotasi Bumi dari satelit. Rekaman itu dibuat dari gambar yang diambil oleh pesawat ruang angkasa bernama Galileo pada tahun 1990.
Apakah Pemanasan Global Hoax?
Saat Al Gore merilis film dokumenternya yang bertitel "An Inconvenient Truth" yang memperoleh Oscar, seolah-olah kita mendapati hanya ada satu kebenaran. Umat manusia adalah pihak yang disalahkan dari lumernya gumpalan-gumpalan es di kutub, atas meningkatnya temperatur bumi dan atas bencana-bencana alam yang terjadi.
Namun, tahukah anda bahwa sebagian ilmuwan tidak mempercayai itu ?
Konsensus bersama itu ternyata telah memeperoleh counter konsensus dari para ilmuwan yang bereputasi tinggi.
Tidak heran banyak orang yang mengatakan bahwa isu pemanasan global adalah salah satu strategi untuk memperoleh keuntungan bagi pihak-pihak terkait. Tentu saja bagi mereka, pihak-pihak terkait tersebut adalah Al Gore dan kawan-kawan, dan Gore dituding memaksakan terjadinya konspirasi kelas dunia ini.
Apalagi belakangan ternyata diketahui para ilmuwan yang setuju dengan Gore adalah ilmuwan-ilmuwan yang menerima donasi besar dari pemerintahan Clinton (ketika Gore menjadi wakil presiden).
Ditambah lagi saat pemerintahan Trump, Trump menyalahkan China dengan menuding negara komunis tersebutlah yang menjadikan global warming sebagai senjata China untuk menekan kompetisi manufaktur Amerika. Meski demikian Trump berubah sikap, menurut The New York Times Trump mengubah pendiriannya tentang ini tahun 2020 dengan mengatakan bahwa "tidak ada yang bohong tentang itu (golabl warming). Ini topik yang sangat serius. Saya ingin udara bersih," imbuh mantan Presiden Amerika ini.
Bagaimana tidak beraroma konspirasi, Reuters melaporkan awal tahun ini bahwa pengiklan di media sosial telah mempromosikan klaim palsu dan menyesatkan tentang perubahan iklim saat konferensi iklim COP26 sedang berlangsung.
Namun, tak bisa dipungkiri juga, perubahan iklim adalah fenomena yang terdokumentasi dengan baik. Data suhu dari empat sumber terpisah, NASA Goddard Institute for Space Studies, Hadley Center Climatic Research Unit, National Oceanic and Atmospheric Administration, dan Berkeley Earth, semuanya menunjukkan kenaikan suhu dasar Bumi yang hampir persis sama dan ditandai dari tahun 1880-an hingga hari ini, dengan beberapa tahun terakhir menjadi yang terhangat.
Menurut Cornell University pada Oktober 2021, lebih dari 99,9 persen makalah ilmiah peer-review setuju bahwa perubahan iklim tidak hanya nyata tetapi terutama disebabkan oleh manusia, menurut survei terhadap lebih dari 88.000 studi terkait iklim.
"Iklim Bumi berubah sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dan partikel di atmosfer, sebagian besar akibat aktivitas manusia," catat American Chemical Society. Jadi terlepas apa ini teori konspirasi, secara data memang ada kenaikan suhu bumi yang bertahap dari waktu ke waktu..
Apakah Vaksin Menyebabkan Autisme?
Terlepas apakah COVID-19 yang baru kemarin bikin repot sedunia, ternyata saat ini AS dan negara lain terus bergulat dengan keragu-raguan vaksin setelah pandemi COVID-19 berlalu.
Kekhawatiran publik tentang hal ini dipicu pada 1990-an ketika Andrew Wakefield dan rekannya menerbitkan serangkaian kasus di jurnal The Lancet yang menyarankan vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR) dapat menyebabkan risiko gangguan perilaku yang lebih besar pada anak-anak.
Seperti yang dicatat oleh salah satu laporan di Indian Journal of Psychiatry pada tahun 2011: "Meskipun kasus autisme dianggap sangat kecil dan kesimpulan yang bersifat spekulatif, namun isue hubungan vaksin dan autisme mendapat publisitas luas, akibatnya tingkat vaksinasi MMR mulai turun karena orang tua khawatir tentang risiko autisme setelah vaksinasi."
Saat ini, konsensus ilmiah menyatakan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme dan tidak ada hubungan antara keduanya.
Sebuah studi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) 2013 berfokus pada antigen vaksin — zat yang disebabkan oleh vaksin yang membantu mencegah penyakit — yang diberikan kepada orang-orang dalam dua tahun pertama. Ditemukan bahwa jumlah antigen yang diterima adalah sama pada anak autis dan mereka yang tidak autis.
Salah satu bahan vaksin khususnya, thimerosal, juga telah dipelajari dan dibantah sebagai penyebab autisme.
Sejak tahun 2003, ada sembilan studi yang didanai atau dilakukan CDC yang tidak menemukan hubungan antara vaksin yang mengandung thimerosal dan ASD. Studi ini juga tidak menemukan hubungan antara vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR) dan ASD pada anak-anak.
Jadi sejauh ini masih bisa disimpulkan wabah COVID-19 bukan hasil konspirasi pedagang obat.
Apakah Pendaratan di Bulan Dipalsukan?
Pernah menjadi duri di pihak NASA, beberapa pendukung teori konspirasi ini mengklaim bahwa pendaratan di bulan tahun 1969 dipalsukan oleh AS untuk menyerang Soviet dalam perlombaan luar angkasa, atau untuk alasan meragukan lainnya.
Argumen untuk teori tersebut dikuatkan oleh beberapa foto bayangan di bulan tidak sejajar, menunjukkan pencahayaan studio; bahwa bendera AS yang dipasang di bulan tampak berkibar di foto meskipun tidak ada angin di bulan; dan tidak ada bintang yang terlihat di langit dalam foto dari permukaan bulan.
Buzz Aldrin digambarkan di permukaan bulan pada tahun 1969 sebagai bagian dari misi Apollo 11. Beberapa ahli teori konspirasi mengatakan pendaratan di bulan itu palsu.
Semua ini bisa dijelaskan. Bayangan di bulan tidak sejajar karena permukaan bulan tidak datar sempurna. Efek ini dapat direproduksi di sini di Bumi.
Bendera AS tampaknya berkibar tetapi bagian atas bendera ditopang oleh tiang agar terlihat seolah-olah sedang berkibar. “Bendera saat itu terlihat kusut karena telah dikacaukan empat hari perjalanan ke bulan," kilah Anu Ojha, direktur penemuan dari National Space Centre Inggris, dalam kuliah di Royal Museums Greenwich di London.
Dan tidak ada bintang di foto pendaratan di bulan karena permukaan bulan terang benderang oleh matahari. Seperti yang diketahui oleh para fotografer yang tajam, menangkap situasi yang terang benderang membutuhkan kecepatan rana yang cepat dan apertur kecil.
Ini berarti kamera akan mengambil foto bagus dari benda terang tetapi benda yang relatif redup tidak akan muncul. Tapi coba ambil foto langit malam dengan kamera ponsel tanpa pencahayaan untuk melihat efek ini di Bumi.
Namun sejauh ini semua itu bisa dibantah dan menunjukkan pendaratan di bulan bukan hoaks hanya saja kenapa tidak dilakukan lagi tahun tahun belakangan?
Apakah Alien Itu Ada?
Ini yang rumit. Apakah alien ada atau tidak tidak mungkin untuk dibantah sepenuhnya berdasarkan bukti ilmiah saat ini, karena kita belum menyisir setiap sudut alam semesta.
Tetapi beberapa ahli teori melangkah lebih jauh, menyatakan bahwa alien benar-benar telah mengunjungi kita, atau setidaknya mengirimkan pesan yang telah kita terima.
Avi Loeb, astrofisikawan Universitas Harvard, ikut menulis makalah pada tahun 2018 yang mempertimbangkan kemungkinan bahwa objek antarbintang misterius ‘Oumuamua’ (ditemukan di tata surya kita pada tahun 2017) yang diduga berasal dari bintang lain. Diduga objek tersebut adalah buatan alien untuk mengamati bumi.
Namun pada saat yang sama, proyek yang secara khusus dibuat untuk mencari alien, seperti Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI), tidak menghasilkan sesuatu yang meyakinkan meskipun telah mengintip ke luar angkasa selama beberapa dekade.
Transmisi luar angkasa yang terkenal dengan sinyal dari luar (terdeteksi pada Agustus 1977 oleh teleskop radio Telinga Besar Ohio State University) juga menarik perhatian publik. Namun, para ahli mencatat bahwa sinyal tersebut tidak pernah berulang dan tidak konklusif.
Sinyal lain dari luar angkasa telah menimbulkan kehebohan, tetapi sering kali hal ini dapat dijelaskan oleh fenomena alam daripada alien yang mengirimkan "halo" kepada kita.
Para ilmuwan masih mencari. Teleskop Luar Angkasa James Webb diharapkan membantu pencarian kehidupan alien. Singkatnya, meskipun tidak mungkin bagi kita untuk mengatakan bahwa alien tidak ada, konsensus ilmiah yang ada sejauh ini belum menghasilkan kesepakatan apakah keberadaan mereka realistis atau hanya fiktif.
Itulah sejumlah list konspirasi yang masih berseliweran tahun-tahun belakangan ini, masih banyak sebenarnya, dan masih akan terus menghantui ilmu pengetahuan sampai kemudian benar-benar dihasilkan konsensus yang fix.
Dari berbagai sumber.
Penulis
Dr. –Ing. Salman, ST., MSc.
Dosen Teknik Mesin Universitas Mataram
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.