Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sidqon Hadi

Makna Hijrah Bagi Gen Z, Inilah 4 Pesan Perjuangan ala Nabi yang Menginspirasi (Bag 1)

Agama | 2023-07-20 16:55:20
republika.co.id)" />
Ilustrasi Gen Z yang dikenal kreatif tetapi bermental rapuh. (republika.co.id)

Peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1445 yang jatuh pada 19 Juli 2023 kemarin bisa menjadi momentum yang bermakna bagi Generasi Zilenial atau Gen Z. Peristiwa besar yang dialami Nabi Muhammad Saw beserta para sahabat 1445 tahun silam itu penuh dengan pesan-pesan tentang hidup dan perjuangan yang relate dengan kondisi Gen Z yang sering dianggap sebagai generasi yang bermental rapuh. Nah, tulisan ini akan sedikit berbagi tentang makna hijrah bagi Gen Z yang inspiratif dan layak dijadikan role model dalam menjalani keras dan pahitnya hidup.

Gen Z adalah mereka yang sejak lahir telah berkarib dengan teknologi internet. Sebagian ahli mendefinisikan generasi ini sebagai yang lahir mulai tahun 1997 sampai demhan awal 2000 an. Tetapi yang pasti, sejak kecil kehidupan Gen Z telah lekat dengan internet.

Konsekuensi dari teknologi internet dan pada akhirnya era digital ini membuat Gen Z memiliki cara hidup yang instan melebihi generasi sebelumnya, yakni Milenial. Mereka terbiasa dan mahir dengan berbagai perangkat teknologi komunikasi dan informasi yang mengandaikan segalanya lebih efisien dan efektif. Generasi ini bahkan kurang familiar dengan surat elektronik (surel) alias email, karena kalah praktis

Gen Z juga karenanya amat menyelami kehidupan di dunia maya, terutama media sosial, amat dalam, nyaris sama pentingnya dengan kehidupan nyata. Maksudnya tentu maknanya. Jadi media sosial tidak hanya memenuhi kebutuhan aktualisasi, tetapi bahkan eksistensinya. Sederhananya, aku bermedia sosial maka aku ada. Bahkan, Gen Z cenderung lebih eksplosif dalam mencurahkan situasi batinnya di medsos dibanding generasi milenial. Apapun yang dialaminya di dunia nyata bisa serta merta ditumpahkan di story WhatsApp sampai Instagram, dengan minim penyaringan. Mau bahagia, sedih, misoh-misoh, pokoknya gas pol di media sosial hingga sejagat maya tahu.

Nah, mungkin karena instanisasi cara hidup inilah serta alokasi waktu yang lebih banyak dihabiskan untuk scroll media sosial, Gen Z menjadi lebih lemah ketika menghadapi dunia nyata yang mungkin keras. Pengalaman tak enak di sekolah atau kampus, tempat kerja, sampai acara keluarga besar misalnya, bisa serta merta diekspresikan secara verbal di medsos. Maka tak heran, banyak orang menganggap Gen Z ini mentalnya baperan alias oversensitive dan overthinking.

Untuk diketahui, Gen Z bisa menghabiskan waktu rata-rata 7 jam sehari untuk berinteraksi di media sosial. Bangun tidur langsung cari HP, mau tidur scroll beranda medsosnya bisa sampai 2 jam sebelum terlelap memeluk gadgetnya.

Soal rapuhnya mental Gen Z juga biasanya dikaitkan dengan dua gejala yang lazim ditemui di media sosial. Biasanya anak-anak Zilenial ini amat menggemari lagu-lagu bertema melankolis, sad song, baik lirik maupun musiknya. Atau kadang juga lagu-lagu bertema penyemangat seperti "Manusia-manusia Kuat" nya Tulus. Mereka juga gemar mengutip atau memposting quote-quote yang bikin baper.

Kedua, Gen Z juga gemar bereakreasi untuk alasan self healing. Mungkin gambarannya karena hidup keseharian itu keras dan penuh tekanan, maka mereka butuh healing setiap akhir pekan. Entah wisata ke destinasi wisata sesungguhnya, atau ke tempat-tempat yang punya fungsi relaksasi, seperti alam atau kedai kopi.

Pertanyaannya, apakah beban hidup Gen Z ini memang lebih berat sehingga menuntut perjuangan lebih keras, sehingga mereka mudah baper, dan sekawannya? Ataukah mental mereka yang lebih rapuh menghadapi dunia yang sebetulnya sama saja dengan yang dihadapi generasi sebelumnya?

Nah, untuk perbandingan sekaligus mencari sumber inspirasi hidup, ada baiknya anak-anak Gen Z ini menengok ke belakang, 1445 tahun hijriah silam, masa di mana junjungan mereka, Rasulullah Muhammad Saw menghadapi salah satu fase terberat dalam perjuangan dakwahnya.

Tentang bagaimana Nabi dan para sahabat dipaksa eksodus dari kota yang telah melahirkannya. Mekah-Madinah berjarak hampir 500 kilometer, seperti jarak Jakarta-Semarang. Tak cukup itu, mereka dimiskinkan karena tak boleh membawa aset mereka di Mekah, mereka juga diburu dalam proses hijrahnya oleh para tentara pemburu bayaran kaum Quraisy.

Tetapi cara Nabi dan para sahabat menjalani proses hijrah ini terbilang penuh inspirasi. Dan dari peristiwa hijrah inilah perjuangan dakwah Islam akhirnya menggapai kemenangan demi kemenangan, hingga akhirnya Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia. Tak heran, peristiwa hijrah ini kemudian ditetapkan sebagai monumen sejarah penting dan menjadi awal perhitungan kalender Islam.

Lalu apa saja makna hijrah bagi Gen Z, mungkin bisa dirangkum dalam empat poin berikut ini;

1. Semua Orang Diuji, Bukan Cuma Kamu

Generasi Z sering dianggap sebagai generasi yang bermental rapuh. Suasana hatinya mudah diombang-ambingkan oleh situasi, gampang ambyar menghadapi tekanan hidup. Maka yang perlu dipahami oleh Gen Z adalah bahwa seberat apapun beban yang tengah ditanggung, percayalah bahwa kondisi yang sama juga dialami setiap orang.

Ya, setiap orang diuji, bukan cuma kamu. So, jangan terlalu fokus dengan masalahmu, jangan pernah mendramatisir masalahmu seolah sebagai yang terberat. Karena manusia dan bahkan makhluk terbaik yang pernah dilahirkan di bumi ini, Rasulullah Saw, juga mengalami ujian yang teramat berat. Adakah yang lebih berat dari terusir dari tanah kelahirannya? Ditolak oleh lingkungannya?

Kalau kamu baru ditolak cinta tapi dunia seolah hancur, maka tinggal membayangkan bagaimana perasaan Nabi dan para sahabat saat pelarian dari Mekah ke Yatsrib. Sebuah ujian yang beratnya serasa tak tertanggungkan jika kita yang memikulnya kan? Tetapi mereka tetap bertahan, karena yakin nabi dan rasul terdahulu juga diuji sama beratnya. Dan karena Nabi dan para sahabat tetap tegar dan bertahan untuk berjuang, semua itu pun dibayar dengan hadiah yang so worth it. Salah satunya, mereka mendapatkan saudara baru yang amat mencintai mereka, dan mereka pun mencintai saudaranya Anshar.

Jadi, inilah makna hijrah bagi Gen Z yang pertama dan utama. Gimana, masih mau mengeluh setelah cintamu ambyar? Hehe

2. Sempurnakanlah Niatmu, Maka Tuhan Akan Menurunkan Pertolongannya

Ketika menghadapi fase perjuangan hidup yang berat dan penuh tekanan, maka kunci pertama dan utama adalah berpegang teguh pada niat dan visi besar di depan. Sempurnakanlah niat dan motivasimu, fokus pada itu, maka Tuhan akan menurunkan pertolongannya, semesta akan bekerja untuk mewujudkan impianmu.

Apa yang dialami Nabi dan para sahabat yang diusir dari kota kelahirannya dan harus hijrah ke Yatsrib adalah sebuah ujian yang berat, tetapi harus dilakukan demi kelangsungkan risalah kebenaran dakwah Islam. Maka yang dilakukan Nabi dan sahabat adalah menyempurnakan niat dan motivasi mereka untuk berhijrah, meski ancaman pemiskinan hingga pembunuhan harus dihadapi. Tetapi karena mereka telah menyempurnakan niat dan motivasi, berhijrah semata karena Allah, maka semesta pun bekerja sebagai wujud pertolongan Allah, untuk membantu mereka.

Bahkan mereka disambut orang-orang Madinah yang setulus hati menyambut dan menolong mereka, sehingga mereka dijuluki kaum anshar atau kaum penolong. Coba bayangkan, adakah solidaritas kemanusiaan yang sepadan dengan yang dilakukan kaum anshar di Yatsrib?

Ya, inilah hukum alam, hukum sosial, sunnatullah Tuhan. Bahwa siapapun yang punya niat dan cita-cita besar, fokus pada niat dan perjuangan itu, maka kesuksesan itu akan datang dengan sendirinya. Tidak ada kesuksesan yang jatuh dari langit, semua butuh kebulatan tekad dan keteguhan di tengah berbagai godaan yang mengganggu visi besarmu.

Karena episode soal kesempurnaan niat ini pula, lahirlah sebuah hadits yang amat masyhur dari Nabi:

“Semua amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Apakah kalian tahu betapa totalitasnya komitmen persaudaraan yang ditawarkan orang-orang Yatsrib untuk Nabi dan para sahabat? Kalau boleh dibahasakan bebas saat ini mungkin kurang lebih begini:

"Wahai kaum muhajirin, sekarang kalian adalah saudara kami. Aku punya rumah besar, silahkan bisa dibagi dua untukmu. Aku punya unta dan domba beberapa silahkan ambil separuhnya. Aku punya istri dua, silahkan ambil satu untuk kalian...."

Bayangkan coba, mereka sebelumnya tak saling kenal. Tetapi karena simpul iman, motivasi karena Allah, mereka mau membangun ikatan persaudaraan yang amat dalam dan mengagumkan.

Tetapi orang-orang Mekah yang mereka angkat saudara, pun tidak ada yang aji mumpung. Mereka tetap komitmen pada niat awalnya. Salah satu kisah paling inspiratif adalah Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi yang sebelumnya konglomerat di Mekah. Saat hijrah, ia dimiskinkan, hanya membawa pakaian yang dikenakan.

Saat tiba di Yatsrib, ia pun disambut orang yang statusnya juga konglomerat. Ia pun ditawari kekayaan yang melimpah, tetapi Abdurrahman bin Auf bergeming. Ia hanya meminta ditunjukkan pasar, pusat bisnis di Yatsrib, agar bisa kembali merintis bisnisnya.

Selang berapa tahun, terjadilah peristiwa besar yang menggegerkan Madinah sebagaimana dilukiskan dalam riwayat Aisyah. Bahwa suatu waktu Madinah bergemuruh seperti terjadi gempa, sehingga orang-orang Madinah keluar dari rumahnya.

Mereka pun kaget, karena suara gemuruh itu bukanlah gempa, melainkan iring-iringan harta dagangan Abduuarhman bin Auf yang teramat banyak hingga dibawa oleh 700 ekor unta. Dari emas, rempah-rempah, pakaian sampai wewangian. Betapa sultannya Abdurrahman bin Auf kan?

Benar kan, makna hijrah bagi Gen Z yang satu ini pasti relate juga dong dengan kondisimu saat ini. (Bersambung)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image