Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arlan Tarmana

Marketplace Guru ? Apakah Sebuah Solusi Atau Justru Mendegradasi Pendidikan Indonesia

Pendidikan dan Literasi | 2023-07-20 12:12:43

Marketplace Guru sederhananya merupakan terobosan baru dalam dunia pendidikan sebagai wadah bagi guru untuk melamar pekerjaan. Platform ini berisi basis data dan profil guru dari dua golongan yang memenuhi syarat, yaitu peserta seleksi PPPK yang lolos passing grade, tetapi belum dapat formasi dan lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang mempunyai sertifikat pendidik.

Seleksi guru nantinya tidak lagi terpusat oleh pemerintah pusat atau daerah, namun langsung bisa dilakukan oleh sekolah yang membutuhkan tenaga didik. Dengan kata lain, sekolah dapat merekrut guru lebih dari sekali dalam setahun sesuai jumlah kebutuhan sekolah. Lalu, tes seleksi mekanisme real time rekrutmen tidak harus digelar gelondongan, seperti saat ini. Tetapi, pusat pengujian bisa ada di mana-mana

Nadiem menyampaikan, Kemendikbud telah berdiskusi dengan empat kementerian, yaitu Kemendikbud Ristek, Kemenkeu, Kemendagri dan Kemenpan-RB untuk membuat solusi atas ketiga permasalahan di atas. Dan Marketplace Guru menjadi salah satu solusinya untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia.

Dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbud RI tersebut, Nadiem juga menuturkan tiga penyebab yang membuat rekrutmen calon guru di Indonesia masih memiliki beberapa kendala : 1. Sekolah terkadang menemui kasus yang membutuhkan guru baru secara realtime karena ada beberapa alasan yang membuat guru sebelumnya berhenti atau pensiun, tetapi perekrutan dari pusat membutuhkan waktu yang lama. 2. Menurut Nadiem, proses perekrutan guru tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, masih terdapat siklus yang tidak sinkron antara kebutuhan sekolah dan pemerintah pusat. 3. Pemerintah daerah tidak mengajukan formasi ASN yang sesuai dengan kebutuhan data pusat.

Konsep marketplace guru ini tidak lepas dari banyaknya pro dan kontra dari berbagai kalangan. Pro dari permasalahan ini yaitu : 1. Menilai bahwa marketplace dapat memberikan wadah yang lebih luas dan merata bagi para guru untuk mendapatkan pekerjaan di sekolah-sekolah yang membutuhkan guru. Lewat program ini, sekolah juga bisa merekrut guru PPPK kapan saja ketika diperlukan dan tidak perlu menunggu siklus perekrutan satu tahun sekali dari pusat.

2. Marketplace Guru dinilai dapat memberikan fleksibilitas bagi para guru untuk bekerja di daerah-daerah yang membutuhkan tenaga pendidik secara merata. Guru-guru dapat berpindah-pindah lokasi kerja sesuai dengan keinginan dan kesempatan mereka, tanpa terikat oleh formasi statis.

3. Guru tidak perlu lagi menunggu pengangkatan terpusat yang sangat lama dari sistem sebelumnya yang hanya dilaksanakan setahun sekali. Program ini bisa mengatasi adanya penumpukan dan ketidakstabilan antara jumlah calon guru dan kebutuhan di lapangan. Jumlah formasi guru yang dibutuhkan PPPK tahun 2023 ada 601.174 orang. Dengan adanya platform marketplace guru kita bisa menghemat waktu untuk perekrutan calon guru sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah. 4. Para calon guru dapat langsung melamar ke sekolah-sekolah sesuai database di dalam Marketplace Guru tersebut. Adanya marketplace ini juga dapat meningkatkan kualitas serta kompetensi guru secara positif karena adanya pemilihan kriteria dari sekolah sesuai kebutuhan mereka.

Di sisi lain, banyak pihak yang tidak setuju (Kontra) dengan gagasan marketplace guru ini yaitu :

1. Datang dari penggunaan istilah ‘marketplace’ yang dianggap erat kaitannya dengan transaksi jual-beli. Istilah Marketplace Guru dianggap membuat kedudukan guru semakin tidak terhormat serta mencoreng marwah profesi guru yang dianggap mulia.

2. Menilai bahwa usulan Nadiem Makarim terhadap marketplace guru tidak akan menyelesaikan permasalahan tenaga pendidik di Indonesia. Ia meyakini bahwa platform tersebut hanya menjawab isu terkait kekurangan distribusi guru saja. Konsep Marketplace Guru ini dinilai hanya menciptakan ketidakpastian baru bagi para guru. Guru-guru dapat dipecat atau diganti sewaktu-waktu oleh sekolah-sekolah tanpa adanya perlindungan hukum.

3. Program Marketplace Guru juga menciptakan ketimpangan bagi para guru yang berada di daerah terpencil sehingga semakin kesulitan mendapatkan pekerjaan sementara guru-guru yang berada di daerah pusat atau daerah yang banyak diminati dapat mendapatkan pekerjaan lebih mudah. Lalu adanya kekhawatiran praktik KKN di lingkungan sekolah semakin mengkhawatirkan dari rekrutmen yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah. Yang mana pihak sekolah lebih memprioritaskan saudara atau orang terdekat yang mendaftar daripada kompetensi yang dimiliki oleh guru tersebut.

4. Keterbatasan dana sekolah negeri juga menjadi kendala jika program marketplace tersebut dijalankan. Jika guru dipajang di marketplace maka sekolah juga harus mampu untuk menggaji guru secara layak. Mengingat jumlah sekolah negeri di Indonesia menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah sekolah di Indonesia ada 399.376 unit pada tahun ajaran 2022/2023. Dengan jumlah sekolah negeri yang ratusan ribu ini, apakah pemerintah mampu mentransfer gaji guru ke semua sekolah tanpa adanya diskriminasi.

Banyak yang menilai ketika marketplace digunakan di dunia pendidikan, terkesan seperti ada transaksi di dalamnya. Hal tersebut sangat merendahkan martabat guru. “Padahal, dunia pendidikan bukanlah dunia usaha. Penggunaan istilah marketplace sepertinya memang tidak pantas".Menempatkan orang yang kurang tepat, sehingga pandangan, pemikiran, dan persepsinya pun berbeda. Pengangkatan Nadiem sebagai menteri pendidikan memang tidak tepat. Karna seorang menteri pendidikan harusnya memiliki latar belakang pendidikan dan mengerti persoalan pendidikan di Tanah Air. Menempatkan orang yang kurang tepat, sehingga pandangan, pemikiran, dan persepsinya pun berbeda.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image