Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image PKRS RSKO Jakarta

Urban Farming, Gaya Hidup Sehat Dilahan Terbatas

Gaya Hidup | Tuesday, 28 Dec 2021, 14:48 WIB

"teman-teman, yang mau beli sawi hasil bertani dengan metode hidroponik bisa ke taman asrama ya, saya tunggu" ucap Agus Darmawan menawarkan hasil panen kepada pegawai Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta di group WA Group (WAG) RSKO Jakarta.

Apa yang diucapkan tersebut secara rutin akan muncul di WAG RSKO Jakarta bila panen telah tiba.

Agus merupakan penggerak urban farming bersama Syarifudin Satar, Budiman dan Wahyu Radityo Utomo yang terlibat dalam membudayakan hidup sehat dengan urban farming di kawasan RSKO Jakarta dalam satu tahun terakhir.

Lokasi urban farming dengan metode hidroponik ini tidak hanya di area taman Asrama RSKO Jakarta, juga berada di area terbuka hijau Rawat Inap Rehabilitasi Narkoba. Sedangkan area tunggu keluarga pasien Rawat Inap Rehabilitasi Narkoba menggunakan metode budidaya lele dan kangkung di media ember.

Untuk tiga iket (pot) sawi / kangkung dibandrol dengan harga 3 s/d 5 ribu rupiah tergantung dari kondisi sawi / kangkung yang dijual kepada pegawai.

Hasil penjualan urban farming oleh tim Psikososial ( Agus dan Syarifudin) dan IPSRS (Budiman dan Wahyu) digunakan untuk membeli bibit dan sarana prasarana penunjang.

Bertani di lahan terbatas ini merupakan bagian dari pelaksanaan Rumah Sakit Berhias, Green Building (Green Hospital), dan Art Therapy bagi pasien penyalahgunaan narkoba.

Kegiatan ini tidak hanya sekadar bertani tetapi ada unsur menjamin lingkungan yang sehat dan bagian dari therapi pasien penyalahguna narkoba.

Apa yang dilakukan Agus, Syarifudin, Budiman dan Wahyu di RSKO Jakarta dengan urban farming sebetulnya dapat ditiru oleh rumah sakit lain atau perkantoran lainnya.

Green building yang dapat disinergikan dengan urban farming, tidak hanya untuk penghijauan, memberikan kesejukan dan memperindah kawasan kantor saja, tapi dapat juga memenuhi kebutuhan sayur bagi pegawai.

_

Urban Farming Hadirkan Ruang Hijau di Gedung Bertingkat

Urban Farming sudah saatnya untuk dibudayakan diberbagai perkantoran di kota-kota yang memiliki gedung bertingkat dengan lahan terbatas. Bertani dilahan terbatas ini merupakan konsep pertanian kota untuk masa depan dimana Indonesia dihadapkan pada masalah regenerasi petani konvensional.

Kota-kota besar di Indonesia menunjukkan geliatnya dengan semakin banyaknya gedung-gedung bertingkat. Gedung-gedung ini menjadi tempat dimana jutaan warga mencari rezeki. Semakin banyak gedung yang terbangun maka semakin banyak jumlah warga berdiam selama jam kerja dikelilingi dinding-dinding.

Berdasarkan data The Skyscraper Center, menyebutkan jumlah gedung bertingkat di ibu kota Jakarta pada tahun 2019 terdapat 107 gedung yang memiliki ketinggian di atas 150 meter dan umumnya digunakan untuk residential (43 %) dan perkantoran (41 %).

Bila melihat dari data tersebut yang sebagian besar digunakan untuk residential dan perkantoran. Sangat mungkin jumlah gedung bertingkat dibawah 150 meter jumlahnya ribuan di seluruh Indonesia.

Konsep green building yang dipadukan dengan urban farming pada bangunan bertingkat tentunya akan menghadirkan ruang hijau, menyehatkan mental sekaligus bermanfaat bagi ketersedian pangan bagi masyarakat perkotaan.

_

Urban Farming di Gedung Bertingkat Sangat Mungkin di Aplikasikan

Konsep urban farming di gedung bertingkat sangat mungkin diaplikasikan. Pada tahun 2014 Balai Penelitian Tanaman Sayur Kementerian Pertanian mempublikasikan sebuah artikel bagi masyarakat (berjudul rooftop gardening solusi berkebun di perkotaan.

Konsep tersebut saat ini disebut sebagai Slab Roof. Tidak hanya sekedar memanfaatkan ruang, Slab Roof dapat mengurangi konsumsi energi. Suhu panas dari pancaran sinar matahari pada bangunan dapat berkurang karena adanya tanaman sebagai penghalang termal.

Tanaman tersebut dapat menyejukan ruangan tanpa perlu repot menggunakan pendingin udara. Namun atap bangunan sangat penting kedap air untuk mencegah kebocoran pada bangunan.

Slab roof sudah dipraktekkan dibeberapa negara dan tebilang cukup berhasil. Adapun Negara-negara di Asia yang telah mempraktekkan slab roof sebagai bagian upaya ketahanan pangan dan konsep pertanian kota masa depan yaitu Singapura dan Tiongkok

Metode selain urban farming slab roof yakni urban farming secara vertikal pada gedung bertingkat. Secara ide dan gagasan metode ini telah dikembangkan oleh mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dilansir dari portal itb.ac.id, Mahasiswa ITB meraih tinta emas sebagai juara 2 ASHRAE International Competition 2016 dalam kategori Applied Engineering Challenge.

ITB dalam ajang kompetisi tersebut diwakili oleh tim yang beranggotakan Bernard Tristian (Teknik Mesin 2013), Avip Noor Yulian (Teknik Mesin 2013), Daniel Christopher (Teknik Mesin 2013), Dennis Setiawan (Teknik Mesin 2014), dan Victorina Arif (Arsitektur 2013).

Mahasiswa ITB mengusung karya dengan judul "Low-Energy Paddy Vertical Farming Concept". Mereka membuat karya yang bisa diaplikasikan pada pertanian Indonesia dengan arah pemanfaatan ruang gedung bertingkat dengan energi yang lebih efisien.

Para ilmuan muda ini merancang bertani secara vertikal pada gedung 10 lantai. Teknologi yang mereka tawarkan dimana seluruh tanaman padi akan mendapat pasokan cahaya matahari sebagai sumber energi yang sama baik di lantai 1 maupun di lantai 10.

Konsepnya bangunan 10 lantai ini dilengkapi lorong cahaya, solar dome (prisma) yang diatur sedemikian rupa agar sudut dan arah sesuai dengan ukuran dome.

Pengukuran intensitas cahaya sangat penting pula dalam hal ini. Beberapa detail yang diperhatikan adalah ukuran lumen per hari, ventilasi, air, dan solar cell.

Dibandingkan pertanian konvensional, apa yang mereka tawarkan dengan penghematan energi dan ruang vertikal manghasilkan produktivitas padi yang sama dan tidak memerlukan pasokan listrik tambahan.

Selain itu sistem ini diharapkan akan memperpendek rantai distribusi yang berimbas pada penekanan biaya produksi dan menurunkan harga jual. Urban farming di gedung bertingkat merupakan karya yang inovatif dan dapat menjadi konsep pertanian kota di masa depan.

Konsep mahasiswa ITB sejak 2016 secara ide ini sepertinya telah diterapkan oleh Singapura. Negara dengan simbol singa ini telah mengembangkan sawah vertikal.

Singapura berkerja sama dengan perusahaan VertiVegies dan Greenology melalui R&D pengembangan urban farming dengan menciptakan lahan hijau secara vertikal di gedung pencakar langit.

***

Meski Indonesia memiliki lahan pertanian yang cukup luas, namun urban farming bisa diterapkan pada wilayah perkotaan yang cenderung memiliki keterbatasan lahan.

Tentu tidak hanya untuk ketahanan pangan, memetik sayuran dari hasil menanam sendiri, tentu tidak hanya aktivitas biasa tapi juga menjaga kesehatan mental dengan memunculkan rasa bahagia.

----

Penulis : Andri Mastiyanto SKM

Salam Hangat Promosi Kesehatan RSKO Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image