Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image DHIFFA PUTERI KARAMINA -

Resolusi ILO dengan Pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Diskriminasi Disabilitas

Kabar | 2023-07-17 19:16:13

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah disebutkan tujuan dan negara Indonesia pada alinea keempat. Tujuan pertama yang disampaikan pada alinea tersebut yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pada alinea tersebut juga telah disebutkan cita-cita negara Indonesia yaitu negara yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Dalam mewujudkan kedua aspek ini, sering kali dititikberatkan pada isu Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia merupakan hak yang sama oleh seluruh manusia tanpa membeda-bedakan ras, fisik, maupun kepercayaan termasuk mewujudkan persamaan hak asasi manusia kepada para penyandang disabilitas baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Penyandang disabilitas juga berhak dihargai atas hak-hak yang mereka miliki. Namun, pada implementasinya banyak kejadian-kejadian yang bertolak belakang dengan hak-hak penyandang disabilitas ini salah satunya, diskriminasi pada peluang mendapatkan lapangan pekerjaan. Sering kali, penyandang disabilitas dianggap tidak mampu melakukan pekerjaan layaknya manusia sehingga mendorong adanya pernyataan bahwasanya penyandang disabilitas adalah beban masyarakat.

The International Labor Organization (ILO) hadir sebagai badan yang menyetarakan kesempatan dan perlakuan bagi penyandang disabilitas di dunia kerja. Akses penyandang disabilitas terhadap pekerjaan yang layak adalah hal yang penting baik sebagai hak esensial maupun dalam hal keuntungan ekonomi yang dibawanya. Diperkirakan ada satu miliar penyandang disabilitas secara global, dengan sekitar 80 persen dari mereka tinggal di negara berkembang. Sebagian besar diabaikan dalam pengumpulan data dan perumusan kebijakan, penyandang disabilitas sering kali tidak terlihat secara sosial.

The International Labor Organization (ILO)

Sekitar 800 juta penyandang disabilitas berada dalam usia kerja, dan banyak dari mereka menghadapi hambatan yang signifikan terhadap kesempatan yang sama di dunia kerja, mulai dari hambatan sikap dan fisik hingga informasi (International Labour Organization, 2015). Akibatnya, hak penyandang disabilitas atas pekerjaan dan pekerjaan sering diabaikan. Penyandang disabilitas mengalami tingkat pengangguran yang lebih tinggi, ketidakaktifan ekonomi dan kurangnya perlindungan sosial dibandingkan dengan mereka yang bukan penyandang disabilitas.

Diskriminasi kesempatan pekerjaan pada penyandang disabilitas juga turut terjadi di Indonesia. Alde Maulana dan Muhammad Baihaqi merupakan peserta penyandang disabilitas rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada tahun 2019. Mereka telah dinyatakan lolos pada serangkaian tahap rekrutmen hingga akhir namun harus gagal karena alasan disabilitas yang mereka miliki. Rekrutmen CPNS yang seharusnya menjadi tolak ukur Pemerintah Indonesia terhadap lapangan pekerjaan termasuk penyandang disabilitas justru menunjukkan diskriminasi yang masih kental di negeri ini. Padahal Pemerintah Indonesia sebagai pemegang birokrasi sudah seharusnya memberikan jalan kepada para penyandang disabilitas agar dapat memiliki pekerjaan yang layak sebagaimana masyarakat umumnya. Di Indonesia sendiri menurut Ida Fauziah, Menteri Ketenagakerjaan Indonesia menyebutkan hingga saat ini jumlah penyandang disabilitas di Indonesia yang bekerja belum mencapai angka 1% dari total keseluruhan penyandang disabilitas di Indonesia (Tirta, 2022). Hal ini menjadikan adanya suatu urgensi akan perlunya suatu kebijakan yang mengatur terkait permasalahan tersebut sebagaimana cita-cita dan tujuan negara Indonesia yang telah dicantumkan pada Pembukaan UUD Republik Indonesia 1945.

Suatu penyandang disabilitas harus mempunyai istilah tersendiri dengan tepat dimana istilah ini tidak menyudutkan bagi kelompok disabilitas sendiri sehingga mereka tidak merasa manusia yang paling rendah dan terpinggirkan. Dalam hal itu suatu organisasi internasional yaitu ILO mengeluarkan istilah yang halus/sopan untuk penyandang disabilitas yaitu Disabled Person dan Person With Disability. Pengertian suatu makna disabilitas itu melalui banyak rangkaian secara diskursus karena jika hanya memaknai dalam penyandang cacat hal tersebut mengarah pada diskriminatif, sehingga istilah “disabilitas” dianggap lebih tepat dan lebih bersifat menghormati hak-hak untuk penyandang disabilitas. Dan istilah dari “disabilitas” ini pun akhirnya diberlakukan di negara Indonesia sendiri bahkan sampai pada akhirnya Indonesia mulai mengeluarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2011 atas suatu pengesahan konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia.

Dalam memperhatikan hak-hak untuk penyandang disabilitas di Indonesia dimana suatu penghormatan,perlindungan atas segala bentuk pemenuhan suatu hak sudah menjadi isu secara global bukan hanya di Indonesia saja. Misalnya pada PBB yang mengeluarkan resolusi di Indonesia yaitu No. 61 tahun 2006 mengenai “Convention on the Right of Persons with Disabilities” (CRPD), dalam resolusi tersebut membawa suatu perubahan pada pandangan orang banyak terhadap disabilitas. Dulu sering sekali penyandang disabilitas dipandang oleh sosial sebagai suatu kekurangan dan kelemahan untuk seseorang tersebut selain itu hanya dilihat atas sisi medis sehingga berujung pada pemaknaan cacat hingga suatu Disability hadir atas dorongan juga bagi pelaku non-state untuk meredakan pemandangan sosial yang menyudutkan kelompok penyandang disabilitas terutama di Indonesia. Dalam melihat disabilitas di negara Indonesia yang salah satu negara sebagai yang cukup tinggi tingkat disabilitas yang terjadi disana.

Sehingga pemerintah Indonesia hingga sekarang banyak sekali melakukan pengupayaan dengan tujuan melindungi hak-hak penyandang disabilitas, yaitu ada pada Undang-undang No. 4 tahun 1997 mengenai penyandang disabilitas. Dalam resolusi UU tersebut dijelaskan bahwa sebagai warga negara di mana kedudukan hak dan juga kewajiban bagi penyandang disabilitas yaitu bertingkat sama dengan masyarakat negara lainnya. Lalu juga kembali tercipta kebijakan pemerintah Indonesia No. 43 tahun 1998 atas suatu upaya peningkatan kesejahteraan Sosial. Selain itu juga pemerintah Indonesia sendiri juga sudah meratifikasi suatu konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam lingkup pekerjaan dan jabatan, dan hal tersebut sudah dicetuskan dalam UU No. 21 tahun 2011. Dalam pencetusan ILO menjadi Undang-undang ini dijelaskan bahwa suatu negara Anggota salah satunya Indonesia,dari ILO sendiri harus mengesahkan suatu konvensi dan wajib secara optimal melarang dalam setiap bentuk hadirnya diskriminasi di lingkup pekerjaan dan jabatan dll. Maka peran Indonesia sebagai bagian negara anggota ILO wajib andil untuk bisa menerapkan saran kebijakan beserta langkah-langkah yang dijabarkan untuk mengatasi diskriminasi disabilitas oleh ILO.

 

  1. CPNS sebagai diskriminasi bagi penyandang disabilitas dalam mendapatkan kesempatan kerja.

Demi mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, Kementerian Hukum dan HAM membuka kesempatan emas kepada penyandang disabilitas melalui rekrutmen CPNS. Penerimaan CPNS untuk penyandang disabilitas tentu mempunyai berbagai peluang dan tantangan. Seperti halnya dunia kerja di era globalisasi menurut sumber daya manusia yang berkualitas. Tidak seimbangnya jumlah lapangan pekerjaan dengan jumlah tenaga kerja serta kompetensi yang dibutuhkan adalah salah satu dari sekian banyak faktor yang membuat persaingan dalam mencari lapangan pekerjaan kian sengit. Masalah ketenagakerjaan saat ini yaitu dengan tingginya pengangguran. Pencari kerja dengan standar kesehatan fisik saja masih mengalami kesulitan, bagaimana dengan kaum disabilitas tentu mengalami masalah yang lebih serius lagi. Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 28 I ayat 2 menyebutkan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Dalam undang-undang tersebut mengamanatkan perihal kesempatan kerja bagi disabilitas bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.Serta Undang-undang nomor 8 tahun 2016 pasal 3 menyatakan bahwa pelaksanaan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang Disabilitas secara penuh dan setara hal tersebut dapat mewujudkan taraf hidup penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas dan adil.

Bagi Kementerian Hukum dan HAM dengan membuka formasi bagi penyandang Disabilitas yang berarti sudah melaksanakan amanat undang-undang yang sudah diterapkan yang dapat memberikan akses kepada penyandang disabilitas secara penuh dan setara untuk mengembangkan diri dan berperan aktif dalam pembangunan serta bentuk penghargaan atas peran dan kemampuan dan juga dukungan untuk meningkatkan martabat dan hak kesetaraan mereka. Sebagai instansi pemerintah yang mengurus bidang hak asasi manusia Kementerian Hukum dan HAM sudah seharusnya memberikan porsi untuk CPNS bagi penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas tetap dapat mengasah potensi diri tanpa harus risau dengan keterbatasan pada fisiknya dengan formasi jabatan yang tersedia. Peluang kerja seperti yang diamanatkan dalam perundang-undangan seperti penerimaan CPNS dengan formasi khusus disabilitas yang menunjukkan bahwa mereka bisa berperan aktif dalam masyarakat. Ditengah ribuan pencari kerja dari formasi umum, mereka harus bisa menunjukkan kompetensi dan kapasitas yang mereka punya hal ini lah tantangan bagi penyandang Disabilitas. Bagi penyandang Disabilitas yang sudah diterima sebagai calon pegawai negeri sipil pun bagi mereka masih harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa memang mampu dan mempunyai skill yang dibutuhkan instansi. Kekurangan fisik bukanlah alasan untuk menyalurkan kemampuan dan kompetensi seseorang pada kriteria diperlukan suatu organisasi . Cara hidup dan berpikir harus selalu update dengan perkembangan jaman. Sikap dan tata nilai profesional, sinergi, transparan dan inovasi harus dijunjung tinggi. Tantangan yang dialami bagi penyandang Disabilitas kaitannya dengan sikap terhadap diversitas yang muncul di lingkungan kerja. Masyarakat masih banyak yang belum objektif terhadap penerimaan penilaian dan perbedaan. Tindakan diskriminatif sendiri sebenarnya adalah hasil penilaian pada seseorang yang hanya menurut persepsi tanpa menimbang lebih jauh.

 

  1. ILO (International Labour Organization) dengan RI dalam mengatasi diskriminasi lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas, dilihat pada studi kasus CPNS

ILO (International Labour Organization) adalah suatu organisasi internasional yang mengacu pada pengelolaan perburuhan di dunia, yang di mana merupakan badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dengan tujuan mewujudkan pekerjaan yang layak secara bebas. ILO sendiri sudah bekerja selama lebih dari 60 tahun pada pemerintahan Indonesia dengan mendorong suatu pengembangan peluang kerja untuk seluruh masyarakat Indonesia secara setara. Arah kebijakan ILO dengan pemerintah RI di mana mensejahterakan terciptanya suatu peluang kesempatan kerja yang layak, selalu mempertimbangkan arah prioritas pemerintah dan menghentikan suatu diskriminasi pada lapangan pekerjaan terkhusus pada kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Negara Indonesia sendiri aktif untuk meningkatkan kerja sama nya dengan ILO yang semakin efektif, karena dengan berperannya ILO sendiri untuk bisa mengatasi kesempatan kerja di Indonesia bisa mereformasi kebijakan-kebijakan yang sedianya hanya tertulis oleh pemerintah tetapi tidak ada aktifitas fisik pembuktian di lapangan. Salah satu fokus kerja ILO terhadap Indonesia yaitu Project PROPEL (promoting rights and opportunities for people with disabilities in employment through legislation), di mana fokus kinerja ini bertujuan untuk mempromosikan suatu hak-hak penyandang disabilitas pada ketenagakerjaan. Melihat kasus ketidakadilan dan diskriminasi bagi penyandang disabilitas di Indonesia dimana pada badan kepegawaian nasional yaitu CPNS, fokus kerja PROPEL oleh ILO ini wajib diterapkan ILO dengan pemerintah RI saat kinerjanya.

Karena suatu penciptaan lapangan pekerjaan merupakan salah satu prioritas bagi ILO dalam mengembangkan perekonomian suatu negara anggotanya termasuk Indonesia sendiri, pada program kebijakan PROPEL nya pada Indonesia untuk menciptakan pekerjaan dan kesempatan yang sama dalam lingkup hukum untuk menghapus diskriminasi pada penyandang disabilitas di Indonesia. PROPEL sendiri dengan Indonesia menjalin kerjasama mitra dengan kementerian sosial,transmigrasi,kementerian tenaga kerja,organisasi penyandang disabilitas dan organisasi pengusaha/pekerja. Melalui jalur kebijakan program PROPEL oleh ILO atas Indonesia dengan mendukung pemerintahan dan pemangku kepentingan agar meningkatkan kesadaran terkhusus pada hak-hak penyandang disabilitas.

Dalam kebijakan ILO melalui PROPEL yang mengkhusus mengatasi hak-hak kerja disabilitas berikut rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan pada penanganan kesempatan kerja penyandang disabilitas :

1. Meningkatkan kerangka kerja atas kebijakan dan hukum di Indonesia (selama menangani kasus disabilitas ketenagakerjaan dengan indonesia).

2. Mengembangkan suatu kapasitas konstituen ( dengan dilakukan secara pusat dan daerah di negara indonesia, terhadap organisasi pengusaha,organisasi disabilitas,pemerintah utama).

3. Meningkatkan advokasi dan peningkatan kesadaran ( dalam hal ini PROPEL dengan prinsip ke 3 lebih meningkatkan kesadaran dalam lingkup konsumsi masyarakat seperti media pusat pelatihan, kelompok agen perekrutan dan penempatan serta organisasi masyarakat sipil baik provinsi maupun kabupaten daerah atas terkena disabilitas diskriminasi ketenagakerjaan)

Dari PROPEL ini dapat digaris besarkan bahwa kebijakan ILO dalam program pada pemerintahan Indonesia terutama dalam melihat diskriminasi lapangan pekerjaan akan sangat efektif diterapkan dilihat melalui penerapan program ini di Indonesia yang dapat memengaruhi banyak Undang-undang yang menyangkut disabilitas sehingga bisa berjalan secara efektif walaupun itu tidak mengurangi sering terjadinya diskriminasi yang ada pada penyandang disabilitas pada lapangan pekerjaan. Namun, sekiranya adanya peran ILO dan Indonesia sebagai negara anggota dapat mengarahkan kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak terpikirkan bagi penyandang disabilitas bisa di arahkan oleh ILO melalui program-program yang diimplementasikan dengan mentransformasi kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia tanpa mengubah nilai-nilai dasar pada kebijakan tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image