Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image NurIndah Chandrawati

Antri, Mudah Tapi Sulit Dilakukan

Eduaksi | 2021-12-28 02:09:15
Ilustrasi Saat Sedang Mengantri. (Sumber: Pixabay)

Saya sering melihat terutama pada pusat perbelanjaan sering terjadinya penyerobotan saat melakukakn antrian untuk membayar barangyang dibelinya ke kasir. Orang yang menyerobot antrian mereka seakan tak menghargai orang yang telah lebih dulu menunggu lama untuk mengantri. Melihat banyaknya orang yang melakukan hal tersebut pasti yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar kata 'antri' adalah menyerobot, tidak sabaran. Budaya antri memang satu hal sederhana dan mudah untuk dilakukan, namun masyarakat masih sangat sulit untuk melakukannya pada kehidupan sehari-harinya.

Saya merasa kurangnya kedisiplinan dan kesabaran yang ada pada masyarakat menjadi salah satu faktor banyak yang abai akan budaya antri. Terlihat dari berbagai kalangan mulai dari , orang dewasa, orang tua, kalangan kelas menengah atas atau bawah baik dari segi ekonomi maupun pendidikan yang masih mengabaikan budaya antri ini. Dengan berbagai alasan yang diberikan seseorang untuk dapat mendahulukan antrian.

Seperti Contohnya pada saat saya sedang ikut melakukan antrian vaksin Covid-19 yang diadakan di desa, saat itu saya melihat orang-orang yang datang untuk melakukan vaksinasi Covid-19 sudah mendapatkan nomor antrian untuk menunggu giliran mereka masuk mendapatkan vaksin Covid-19. Dengan menggunakan nomor antrian panitia penyelengara vaksinasi Covid-19 berharap proses vaksinasi berjalan dengan lancar tanpa adanya kisruh saling ingin mendahului. Namun hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, pada saat proses vaksinasi akan dimulai orang-orang langsung menuju ke depan untuk masuk lebih dulu untuk vaksin, padahal nomor antrian mereka belum disebut. Dengan alasan mereka takut tak kebagian kuota vaksinasi membuat orang-orang tersebut menyerobot antrian.

Saya sempat berpikir bahwa bukankah orang-orang yang telah datang dan mendapat nomor antrian tersebut masuk kedalam kuota vaksinasi yang telah disediakan oleh desa pada hari itu? Tapi mengapa mereka harus menyerobot antrian dengan alasan takut tidak kebagian kuota vaksinasi? Dan pasti tentunya alasan yang mereka yang sebenarnya adalah ketidak sabaran dalam menunggu, dan ketidak disiplinan yang ada dalam diri mereka.

Menumbuhkan rasa kedisiplinan dan kesabaran agar menaati budaya antri ini dapat dimulai sejak kecil. Dengan membiasakan anak mulai dari hal-hal kecil untuk terbiasa dengan budaya antri, menerapkan kebiasaan disiplin antrian dapat tanamkan pada anak PAUD atau TK seperti ketika anak-anak mulai masuk ke dalam kelas mereka harus antri berbaris untuk dapat masuk ke dalam kelas. Menerapkan budaya antri sejak kecil bukan hanya dapat dilakukan di lingkungan sekolah saja, dari lingkungan keluarga seperti orang tua dapat memberikan contoh yang baik kepada anaknya dengan melakukan budaya antri yang benar.

Untuk menumbuhkan rasa kedisiplinan dan kesadaran dalam diri tentunya memerlukan proses dan tidak singkat. Oleh karena itu bagus untuk menerapkan rasa kedisiplinan dan tertib dalam budaya antri sejak kecil sehingga itu akan membuatnya terbiasa dengan kedisiplinan. Sehingga karena sudah terbiasa tertib dalam mengantri sejak kecil ketika anak itu ingin menyerobot antrian pasti akan memiliki rasa malu. Bukan hanya itu dengan menerapkan kedisiplinan dan tertib saat mengantri juga dapat mengajarkan pada mereka arti dari menghargai orang lain, dengan cara ia menghargai orang lain yang sudah lama menunggu antrian dan tidak menyerobot antrian tersebut.

Jika tidak adanya kesadaran dalam diri masyarakat dalam menerapkan kedisiplinan, kesabaran dan tertib dalam mengantri, saya rasa akan sangat sulit untuk mengubah cara budaya antri yang benar dan tidak ada penyerobotan dalam antrian di masyarakat Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image