Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bagus Kusuma Chanafi

HARUN NASUTION DALAM PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

Agama | 2021-12-27 18:26:39

Harun Nasution adalah seorang guru besar filsafat Islam, penyeru pemikiran rasional bagi umat Islam Indonesia dan pembaharuan. Beliau lahir tanggal 23 September 1919 di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Putra keempat dari Abdul Jabbar Ahmad, ulama serta pedagang dan menjadi kadi dan penghulu di Pematang Siantar. Ibunya adalah seorang keturunan ulama Mandailing, Tapanuli Selatan, pernah bermukim di Mekkah. Beliau 7 tahun belajar di HIS (Hollandseh-Inlandsce School) dan tamat pada tahun 1934, kemudian Kemudian ia melanjutkan studi Islam ke tingkat menengah yang bersemangat modernis, Moderne-Islamietische Kweek School (MIK) di Bukit Tinggi. Pada tahun 1938 ia melanjutkan studi ke Universitas al-Azhar, tamat pada tahun 1940. Harun menyelesaikan studi sosial dengan gelar sarjana muda dari Universitas Amerika di Cairo pada tahun 1952.

Harun Nasution dikenal sebagai intelektual muslim yang sangat memperhatikan terhadap kebangkitan Islam dalam arti luas, tidak hanya terbatas pada teologi, filsafat, tasawuf dan hukum, tetapi juga mencakup kehidupan umat Islam. Beliau memiliki beberapa pemikiran dan ide Reformasi ideologi keyakinan agama umat Islam, khususnya masyarakat Indonesia, yaitu:

1. Peranan Akal

Menurutnya Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Di dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaranajaran keagamaan Islam sendiri.

2. Pembaharuan Teologi

Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution, pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia adalah disebabkan ada yang salah dalam teologi mereka. Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat Islam dengan teologi fatalistik, irasional, predeterminisme serta penyerahan nasib telah membawa menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khazanah Islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.

3. Hubungan Akal dan Wahyu

Ia menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan tetapi keduanya tidak bertentangan. Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang ilmu fiqhi, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam al Qur’an. Akan tetap tunduk kepada teks wahyu, teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi.

Berikut merupakan gagasan yang diutarankan oleh Harun Nasution dalam pemikiran islam di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image