Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Winasari hanipa

Mengenal tokoh ilmu kalam Rasyid ridho

Agama | Wednesday, 29 Dec 2021, 12:55 WIB

Biografi Rasyid ridho

Rasyid Ridha memiliki nama lengkap Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syam Al-Din Al-Qalamun, dilahirkan di desa Qalamun di Libanon, pada tahun 1865 M. Beliau merupakan bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dengan Sayyidina Husain. Semasa kecilnya Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang tuanya ke madrasah tradisional di kampungnya, setelah lulus beliau melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Nasional Islam di Libanon. Sekolah Nasional Islam tidak bertahan lama tidak didukung oleh pemerintah, akibat dari Rasyid Ridha pun harus meninggalkan bangku pendidikan dan pindah ke sekolah lain. Pada tahun 1898 M Rasyid Ridha memutuskan untuk pindah ke Mesir dengan alasan memperdalam pengetahuan, sekaligus menemukan inti gerakan-gerakan di Mesir. meninggal di Mesir, 22 Agustus 1935) dikenal sebagai Rasyid Ridha adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan dengan masyarakat kolonialis Barat, dan bahwa kedua kelemahan tersebut antara lain untuk dilihat secara tradisi buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern.Teologi Rasyid Ridha dibandingkan dengan masyarakat kolonial Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan-kelemahan tersebut antara lain untuk mengikuti tradisi buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern.Teologi Rasyid Ridha dibandingkan dengan masyarakat kolonial Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan-kelemahan tersebut antara lain untuk mengikuti tradisi buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern.Teologi Rasyid Ridha

Rasyid Ridha, sebagaimana Muhammad Abduh sangat menghargai akal manusia. Akal dapat dipakai terhadap ajaran-ajaran mengenai kehidupan tidak ibadat.3 Maka dari itu dapat dipahami bahwa kedudukan dan fungsi akal bagi Rasyid Ridha terbatas untuk membahas ayat-ayat kauniyah, khususnya tentang masalah sosial kemasyarakatan. Bagi Rasyid Ridha, optimalisasi penggunaan akal dibatasi pada urusan-urusan kemasyarakatan atau mu'amalah, tidak untuk urusan ibadat. Pada sisi lain Rasyid Ridha berpendapat, akal manusia memiliki potensi yang sangat kuat. Akal manusia dapat sampai pada bukti-bukti wajib alwujud, ilmu dan hakekat, syukur, mengagungkan dan beribadah kepadanya. Bahkan akal juga bisa sampai pada kesimpulan kekalnya jiwa. Bila dilihat dari kedudukan dan fungsi wahyu akal manusia, dalam pandangan Rasyid Ridha mengetahui tentang adanya Tuhan dan kekekalan jiwa dalam kenikmatan. Meskipun demikian akal manusia masih terbatas, tidak mampu mentransfer pada wilayah alam ghaib. Just disinilah letak peran dan kedudukan wahyu. Menurut Rasyid Ridha wahyu disini bekerja memberikan informasi kepada akal akan adanya alam ghaib, kebangkitan di hari kemudian, hari pembalasan, pokok –pokok dan batasan-batasan syariat.4 Dalam mengemukakan pendapatnya, Rasyid Ridha tidak tampak perbedaan dengan Muhammad Abduh wahyu. Pernyataan ini dapat dilihat ketika Rasyid Ridha hanya menguraikan tentang fungsi wahyu, beliau menukilkan pendapat Abduh tanpa memberikan komentar. Kedudukan akal dalam perspektif Rasyid Ridha, meskipun memiliki kemampuan yang optimal namun ternyata optimalisasi kemampuannya tetap terbatas. Ini menunjukkan bahwa Ridha menyadari betul akan kelemahan dan keterbatasan manusia. Justru karena kelemahan dan keterbatasan manusia dan akalnya itulah maka Allah mengutus Rasul untuk menyampaikan wahyu. Dalam kitab tafsirnya, al Manar, Rasyid Ridha menetapkan adanya sifat-sifat bagi Allah dan perbuatannya. Bahkan pengetahuan akan Allah dan sifat dasarnya merupakan ilmu yang fundamental bagi kesempurnaan hidup manusia. Allah sendiri, kata Rasyid Ridha telah menempatkan sifat-sifat itu tidak dapat disamakan dengan makhluknya, bahkan sifat tersebut tidak mungkin terdapat pada makhluknya. Semua sifat-sifat Allah justru membuktikan kesempurnaannya. Dalam kitab tafsirnya, al Manar, Rasyid Ridha menetapkan adanya sifat-sifat bagi Allah dan perbuatannya. Bahkan pengetahuan akan Allah dan sifat dasarnya merupakan ilmu yang fundamental bagi kesempurnaan hidup manusia. Allah sendiri, kata Rasyid Ridha telah menempatkan sifat-sifat itu tidak dapat disamakan dengan makhluknya, bahkan sifat tersebut tidak mungkin terdapat pada makhluknya. Semua sifat-sifat Allah justru membuktikan kesempurnaannya. Dalam kitab tafsirnya, al Manar, Rasyid Ridha menetapkan adanya sifat-sifat bagi Allah dan perbuatannya. Bahkan pengetahuan akan Allah dan sifat dasarnya merupakan ilmu yang fundamental bagi kesempurnaan hidup manusia. Allah sendiri, kata Rasyid Ridha telah menempatkan sifat-sifat itu tidak dapat disamakan dengan makhluknya, bahkan sifat tersebut tidak mungkin terdapat pada makhluknya. Semua sifat-sifat Allah justru membuktikan kesempurnaannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image