Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Lagi, Perbedaan Perayaan Idul Kurban

Agama | Wednesday, 28 Jun 2023, 13:06 WIB
Ilustrasi Idul Adha 1444 H. (pribadi)

Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun

Adalah menarik ketika mengkaji setiap perayaan hari besar Islam, terutama Idul Fitri dengan diawali saat penentuan 1 Ramadan, dan Idul Kurban. Perbedaan metode perhitungan jatuhnya peringatan hari raya, memunculkan "dua hari raya" yang selalu berselisih di kedua belah pihak.

Indonesia yang dikenal sebagian besar masyarakatnya berorganisasi Nahdatul Ulama memiliki metoda dengan menggunakan rukyat atau melihat hilal dengan mata telanjang berdasarkan pemahaman hadits tentang makna li ru’yatihi– karena melihat hilal., sebagai rujukan warga Nahdliyin. Sementara, sebagian lagi memahaminya sebagai melihat hilal cukup dengan hitungan atau hisab sebagaimana diamalkan oleh warga Muhammadiyah.

Terlepas dari perbedaan cara memahami hadits tentang hilal dan hisab dalam menentukan hari raya, kaum muslimin di Indonesia saat ini terlihat semakin dewasa dalam menyikapinya. Umumnya, mereka memahami sebagai khasanah Islam yang hampir tidak ditemukan di agama lain. Sementara, mereka yang merayakan hari raya pada hari lain tidak secara demonstratif menganggap bahwa metodanya yang paling benar.

Terdapat sisi positif dari perbedaan yang muncul. Kaum muslimin Indonesia khususnya, lebih memilih substansi di setiap momen keagaamaan, ketimbang melihat sisi perbedaannya. Ketika tiba Idul Fitri, umat Islam Indonesia lebih tertarik mengunsung silaturahim dan saling bermaafan, daripada membahas tentang kapan pelaksanaan hari rayanya. Begitu juga ketika momen Idul Adha, mereka bahu-membahu sibuk membagikan daging hewan kurban kepada masyarakat. Hampir tidak terdengar lagi pertengkaran tentang perbedaan dalam merayakan hari raya.

Hal di atas menjadi salah satu faktor mengapa umat Islam Indonesia terkenal akan kerukunannya. Di sini, kaum muslimin tidak hanya rukun dengan penganut agama lain, rukun dengan pemerintah, bahkan kini lebih rukun dengan sesama penganut agamanya sendiri.

Kembali kepada perbedaan penentuan hari raya umat Islam yang kerap muncul setiap tahun. Sebaiknya, terus diintensifkan dialog para pakar astronomi di masing-masing organisasi Islam. Lebih dianjurkan lagi dengan mengundang mereka yang ahli rukyat dan hisab, tidak sebatas yang ada di Asia Tenggara, namun dengan yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) agar diperoleh kesepakatan yang menenangkan umat Islam secara global. Untuk saat ini, boleh jadi perbedaan dapat disikapi dengan bijak, namun untuk generasi yang akan datang, dapat saja memicu perselisihan yang tidak diharapkan.

Kini, perbedaan peringatan hari raya Idul Adha 1444 H untuk wilayah yang menjadi patokan diselenggarakannya Wukuf pada 9 Dzulhijjah di Arab Saudi, terasa janggal saat wilayah yang masih dalam hari yang sama memasuki Tarwiyah 8 Dzulhijjah, perbedaannya satu hari. Jika lompat ke wilayah belahan barat, seperti benua Amerika, tentu dapat dipahami. Hal ini terutama bagi generasi muda Islam yang semakin kritis menyikapi perbedaan mencolok tersebut.

Sekali lagi, semoga ada titik temu yang dapat menenangkan umat Islam ke depan. Sama seperti penentuan jadwal pelaksanaan salat yang tidak diperselisihkan. Padahal, ibadah salat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi pelaksanaanya. Semoga. ***

Dari berbagai sumber.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image