Pemerintah Kembali Terbitkan Green Sukuk, Ini Peran dan Kontribusinya bagi Pembangunan di Indonesia
Ekonomi Syariah | 2023-06-26 05:17:20Pemerintah Republik Indonesia melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia kembali menerbitkan green sukuk yaitu green sukuk ritel seri ST-010 pada 12 Mei 2023 yang lalu. Ini merupakan penerbitan green sukuk ritel seri ST kelima yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Indonesia sendiri merupakan pelopor dalam penerbitan green sukuk di dunia. Green sukuk pertama yang diterbitkan pemerintah Indonesia merupakan sukuk global yang diterbitkan pada tahun 2018 senilai 1,25 Miliar USD atau setara dengan Rp 16,75 triliun. Transaksi ini merupakan sukuk hijau berdaulat pertama di dunia, dengan investor dari seluruh dunia, termasuk 32% pasar syariah, 25% pasar Asia, 15% Uni Eropa, 18% AS, dan 10% Indonesia. Tidak berhenti di situ, pemerintah Indonesia menerbitkan green sukuk ritel melalui seri ST-006 pada November 2019 yang menargetkan penjualan kepada investor dalam negeri. Penerbitan green sukuk ritel ini terus berlanjut hingga pada seri ST-010 yang diterbitkan Mei 2023. Dan per Juni 2023, seri ST-010 sukses terjual sebanyak Rp 15 triliun yang mana menjadi penjualan tertinggi sepanjang sejarah penerbitan SBSN ritel non-tradable.
Green sukuk sendiri merupakan surat berharga yang hasil dari penerbitannya digunakan untuk mendanai green projects (proyek lingkungan). Green sukuk terbilang sama dengan jenis sukuk negara lainnya dimana hasil penerbitannya mayoritas digunakan untuk pembangunan berkelanjutan seperti pembiayaan infrastruktur. Hanya saja pada green sukuk, infrastruktur yang digunakan sebagai dasar penerbitan (underlying assets) harus masuk dalam kategori green infrastructure. Seperti proyek pengelolaan sampah, efisiensi energi, energi terbarukan, transportasi yang ramah lingkungan dan lain sebagainya yang bisa meminimalisir dampak krisis perubahan iklim.
Lalu, bagaimana peran green sukuk terhadap pembangunan berkelanjutan di Indonesia?
Isu pembangunan yang terjadi di Indonesia selalu berkaitan dengan kesejahteraan, pendidikan dan lingkungan hidup, dimana semuanya membutuhkan penanganan yang tepat. Isu-isu tersebut antara lain adalah isu ketimpangan sosial, kelaparan, upah yang tidak layak, yang tumpang-tindih dengan rendahnya pendidikan yang buntut akhirnya menimbulkan dampak terhadap rendahnya kesadaran lingkungan. Masalah lingkungan juga menjadi problematika yang serius di Indonesia dengan tingkat kemunculan bencana sebesar 80%, 3,9 juta jiwa mengalami bencana kekeringan, 3-5% peningkatan terhadap risiko wabah penyakit dan realita bahwa 9,8% populasi penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan akibat dampak bencana. Selain itu, krisis perubahan iklim juga menjadi ancaman serius yang harus ditemukan solusinya.
Green sukuk diharapkan menjadi solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut dan menjadi instrumen keuangan syariah yang solutif dan menjadi alternatif untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) pada poin 7) Affordable and Clean Energy, 8) Decent Work and Economic Growth, 9) Industry, Innovation and Infrastructure, 11) Sustainable Cities and Communities, dan 13) Climate Action. Pemerintah ataupun perusahaan bisa mendanai proyek yang berkaitan dengan energi terbarukan maupun proyek-proyek hijau lainnya dengan dana besar yang terkumpul dari penjualan sukuk.
Di Indonesia sendiri, penerbitan green sukuk memiliki target terhadap berbagai sektor sesuai dengan tujuan proyeknya masing-masing yang dikenal dengan 9 Eligible Green Sectors. Sektor-sektor ini terdiri dari: Renewable energy (energi terbarukan); Sustainable management or natural resource (manajemen keberlangsungan dan sumber daya alam); Energy efficiency (efisiensi energi); Green tourism (pariwisata ramah lingkungan); Resilience to climate change for highly vulnerable areas and sectors/disaster risk reduction (ketahanan terhadap perubahan iklim untuk area dan sektor yang sangat rentan/pengurangan risiko bencana); Green buildings (bangunan ramah lingkungan); Sustainable transport (transportasi yang mendukung sistem keberlangsungan); Sustainable agiculture (pertanian dengan sistem keberlangsungan); dan Waste to energy and waste management (sistem pembuangan yang dapat dialihkan menjadi energi dan sistem pembuangan yang baik).
Mengutip dari laporan Kementrian Keuangan mengenai alokasi dan dampak dari penerbitan green sukuk di Indonesia hingga tahun 2020, dana dari penjualan green sukuk yang diterbitkan ole pemerintah Indonesia pada tahun 2018 dan 2019 dialokasikan pada 5 sektor dari 9 Eligible Green Sectors. Sektor-sektor tersebut adalah Sustainable Transport, Resiliance to Climate Change for Highly Vulnerable Areas & Sectors/Disaster Risk Reduction, Renewable Energy, Waste to Energy & Waste Management, dan Energy Efficiency. Sektor Sustainable Transport memiliki visi jangka panjang terhadap komitmen pembangunan rendah karbon dan perubahan iklim. Proyek-proyek Sustainable Transport yang digarap dengan dana green sukuk ini adalah proyek rel kereta di Pantai Utara Pulau Jawa, proyek rel kereta lintas Sumatera dan proyek rel kereta Jabodetabek. Dengan adanya proyek ini diharapkan bisa mengurangi kepadatan kendaraan bermotor pada jalur transportasi darat serta memudahkan distribusi bahan-bahan produksi dari wilayah-wilayah di kedua pulau tersebut
Sektor Resiliance to Climate Change for Highly Vulnerable Areas & Sectors/Disaster Risk Reduction menargetkan pada proyek-proyek untuk mempersiapkan wilayah Indonesia dari ancaman bencana banjir. Beberapa hal yang dilakukan di antaranya pembangunan dan peningkatan tanggul, retention pond, kanal banjir, cek dam, serta pemeliharaan infrastruktur yang ada dan fitur alami seperti sungai dan tebing. Kedua sektor ini berkontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) dengan tujuan menyikapi perubahan iklim (Goal 13), sehingga dapat membentuk wilayah-wilayah yang mempunyai ketahanan jangka panjang (Goal 11), sehingga menghasilkan pertumbuhan industri, inovasi dan infrastruktur yang selaras (Goal 9), dan pada akhirnya membawa pada kehidupan yang layak dengan pertumbuhan ekonomi yang baik (Goal 8).
Pada sektor Energy Efficiency, proyek-proyek yang dibiayai berwujud pembiayaan kembali (refinancing) atas berbagai proyek dan sarana publik, seperti alat navigasi laut, sungai dan danau, serta pembangkit listrik pada bandara-bandara di berbagai wilayah di nusantara dengan menggunakan sumber energi alternatif pengganti energi fosil, baik berupa energi surya, maupun sensor hemat energi. Sektor ini berkontribusi terhadap Goal 7 dari SDGs, yaitu Affordable and Clean Energy.
Selanjutnya pada sektor Waste to Energy & Waste Management, proyek-proyek yang mendapatkan pengalokasian dana green sukuk adalah proyek pengelolaan sampah perkotaan untuk wilayah-wilayah di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, serta Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tingginya perkembangan populasi di Indonesia, khususnya di perkotaan, bisa menjadi masalah lingkungan yang serius bahkan mengakibatan bencana baru jika tidak dibarengi dengan pengelolaan sampah yang baik. Sektor ini berkontribusi terhadap Goal 7 dan Goal 11 dari SDGs, yaitu Affordable and Clean Energy dan Sustainable Cities and Communities.
Dan sektor terakhir yang mendapatkan pengalokasian dana green sukuk adalah Renewable Energy atau energi terbarukan. Proyek-proyek pada Renewable Energy di antaranya pengaliran listrik di wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak tersentuh aliran listrik di luar Pulau Jawa, dalam bentuk energi matahari, biogas, pembangkit listrik tenaga mini hidro dan micro hidro yang hemat energi. Sektor ini berkontribusi terhadap SDGs, yaitu untuk memenuhi kebutuhan akan energi bersih yang terjangkau (Goal 7), sehingga memacu pertumbuhan industri, inovasi, maupun infrastruktur pendukung (Goal 9), serta meningkatkan harkat hidup rakyat Indonesia (Goal 8) dan memajukan wilayah dan komunitas (Goal 11). Secara jangka panjang, keberhasilan dari pemanfaatan energi terbarukan akan berdampak pada iklim yang lebih baik di muka bumi (Goal 13).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.