Pemekaran Provinsi Papua: Sebuah Resolusi Penguatan Otonomi Daerah di Era Jokowi
Politik | 2023-06-23 01:42:59Pemekaran Provinsi Papua direalisasikan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo sebagai resolusi penguatan otonomi daerah di Papua. Membahas mengenai konsep otonomi daerah sangat berkaitan erat dengan konsep desentralisasi karena sejatinya otonomi daerah merupakan sebuah konsekuensi utama dari dilaksanakannya konsep desentralisasi. Desentralisasi sendiri memiliki pengertian yang dijelaskan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi daerah dimulai sejak berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 kemudian mengalami perubahan menjadi Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut memberikan amanat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusannya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah tidak bisa dilepaskan dari hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Pasalnya kewenangan yang dimiliki daerah merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi sebagai kepala pemerintahan.
Konsep pelimpahan kekuasaan ke pemerintahan daerah sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara terpusat apabila mempertimbangkan kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Republik Indonesia. Selain itu, konsep desentralisasi yang diterapkan melalui otonomi daerah penting dilakukan untuk mendistribusikan kekuasaan ke tingkat daerah untuk menghindari kekuasaan yang bersifat sentralistik atau terpusat.
Otonomi daerah juga memungkinkan terjadinya pemekaran daerah otonomi baru (DOB). Pemekaran DOB dapat mengatasi ketimpangan pembangunan, mewujudkan politik perwakilan daerah, serta digunakan untuk menyerap anggaran pusat yang bersumber dari APBN dalam hal ini Alokasi Dana Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemekaran daerah diyakini mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat melalui pembangunan serta pengembangan wilayah.
Salah satu perwujudan otonomi daerah melalui pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di era Presiden Joko Widodo adalah pemekaran di Provinsi Papua. Kebijakan pemekaran Provinsi Papua telah lama dicanangkan bahkan dan mengundang banyak reaksi pro dan kontra dari masyarakat. Terlepas dari hal tersebut, pemekaran Provinsi Papua berhasil direalisasikan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tiga Daerah Otonom Baru (DOB) yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Muhammad Tito Karnavian bersama Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo dan beberapa pejabat terkait lainnya.
Menurut Kepala Negara kebijakan pemekaran wilayah di Papua dalam rangka memenuhi aspirasi yang berasal dari masyarakat Papua sendiri. Aspirasi tersebut datang dari berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah Papua selama bertahun-tahun lalu (Kementerian Sekretariat Negara RI, 2022). Hal tersebut sejalan dengan pertemuan jokowi dengan masyarakat Papua baik melalui kunjungan ke istana negara maupun saat presiden berkunjung ke Papua.
Pemekaran Provinsi Papua dilatarbelakangi banyak faktor mulai dari politik, sejarah, maupun kondisi Papua sendiri. Salah satu faktor politik yang mendorong pemekaran Provinsi adalah amanat otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. . Lebih khusus tentang otonomi daerah Papua diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua.
Selain hal tersebut pemekaran Provinsi Papua terus diupayakan dalam rangka mewujudkan identitas dan kepentingan lokal yang lebih kuat serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain wilayah Papua memiliki pertumbuhan penduduk yang meningkat dan potensi mulai dari sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan pertambangan dengan sumber daya alam yang melimpah sehingga sangat perlu dikelola secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat setempat.
Dari faktor sejarah rancangan mengenai pemekaran Provinsi Papua sudah ada sejak era Presiden Soeharto. Hal tersebut didorong kuat oleh alasan utama dari kondisi baik geografi, ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi geografi Papua merupakan wilayah yang sangat luas mencapai 404.669 kilometer persegi dengan topografi wilayah yang sangat bervariasi. Pembagian wilayah geografi Papua meliputi zona ekologi rawa seperti yang dihuni Suku Asmat dan orang Mimika, daerah pantai dan muara sungai, zona dataran pantai, zona kaki-kaki gunung serta lembah-lembah kecil dan zona pegunungan tinggi. Selain beragamnya topografi, Papua juga didiami masyarakat yang majemuk yang di setiap wilayah adatnya memiliki ciri khas, karakter, budaya, dan watak manusia yang berbeda-beda. Hal inilah yang kemudian membuat penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik menjadi lebih sulit dan kurang efisien.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasanya pemekaran Provinsi Papua di era Jokowi menjadi sebuah resolusi yang penting dalam penguatan otonomi daerah. Dengan manfaat yang diharapkan, seperti penguatan identitas dan partisipasi lokal, pengelolaan sumber daya alam yang lebih efektif, serta peningkatan infrastruktur dan pelayanan publik, pemekaran Provinsi Papua dapat menjadi langkah yang signifikan dalam pembangunan Papua. Namun, tantangan dalam implementasinya perlu diatasi dengan komitmen dan kerja sama yang baik untuk memastikan keberhasilan pemekaran ini. Terkahir pemerintah perlu memastikan bahwa pemekaran daerah bukan semata-mata merupakan kepentingan elit politik tertentu dalam mengejar kekuasaan melainkan dengan pertimbangan matang dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat Papua itu sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.