IPEF dan RCEP: Momen Perseteruan AS-Tiongkok di Asia Pasifik
Politik | 2023-06-22 12:13:12Kehadiran IPEF yang dan RCEP menimbulkan berbagai perubahan di berbagai bidang terutama ekonomi di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini tidak lepas dari ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah terjadi sejak mulai memasuki abad ke-20. Terlebih lagi, ketegangan tersebut memuncak mulai pada dekade 2010 hingga masa kini dan lebih bersifat kontroversial dan labil.
Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF) merupakan salah satu bentuk kerja sama yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS) bertujuan untuk mendorong versi ekonomi yang lebih modern yaitu dengan memfokuskan sustainability, clean energy, dan arus supply chain. Sedangkan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan salah satu kerja sama ekonomi tradisional yang dibentuk Tiongkok bersama negara-negara di Asia-Pasifik terutama negara di wilayah ASEAN yang mengedepankan penghapusan tarif dan perdagangan bebas antar negara anggota.
Perang Dagang Amerika Serikat-Tiongkok: Era Abad 21
Berdasarkan dari pandangan realisme, hubungan antara Washington dan Beijing sudah seharusnya dihentikan dari awal dan/atau konflik ini hampir tak terhindarkan. Salah satu peneliti yaitu Aaron Friedberg menyatakan bahwa kedua negara tersebut berada dalam situasi persaingan yang ketat dan selalu meningkat tapi dalam diam untuk merebut pengaruh dan kekuasaan, tidak hanya di kawasan Asia tetapi juga seluruh dunia. Kebijakan “Return to Asia” yang dikemukakan oleh Presiden Obama pada tahun 2010 dimaksudkan sebagai upaya menyeimbangkan kekuatan Tiongkok.
Sebaliknya, dari pihak Tiongkok memandang hal tersebut sebagai ancaman ditandai dengan berbagai tindakan tegas yang dikeluarkan oleh AS. Dari sektor ekonomi, ketegangan ini turut memengaruhi hubungan kerja sama AS dan Tiongkok terutama perang dagang yang diinisiasi oleh Presiden AS, Donald Trump, serta kebijakan Belt and Road Initiative yang diluncurkan oleh Presiden Tiongkok, Xi Jinping.
Dinamika IPEF dan RCEP
RCEP menimbulkan adanya kerja sama perdagangan bebas dan investasi pertama antara Tiongkok, Jepang, dan Korea yang berpengaruh signifikan terhadap produksi rantai nilai (value chain). Tetapi, selama pandemi Covid-19 berlangsung, progres RCEP kurang meyakinkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya fenomena pandemic shock yang menyebabkan kenaikan biaya perdagangan di perbatasan-perbatasan kawasan ASEAN dan Asia Timur yang disebabkan oleh tidak lancarnya arus logistik. Tentu hal ini berdampak negatif terhadap kenaikan barang dan jasa yang diperjualbelikan di wilayah tersebut, terutama Global Value Chain (GVC) yang arusnya semakin meragukan.
Ditambah lagi dengan peristiwa sebelum pandemi dimana India menarik diri dari RCEP pada bulan November 2019. Berdasarkan data dari PHD Research Bureau (2018), perekonomian negara tersebut pada rentang tahun 2014-2018 mengalami kemunduran dengan pertumbuhan dari 7.2% ke 6.6%. Tingkat pengangguran pun juga mengalami peningkatan hingga 7% pada tahun 2018. RCEP di mata India berangsur semakin merugikan. Selain itu, kerja sama tersebut dirasa merugikan komunitas bisnis mikro, terutama di bidang agrikultur. Keluarnya AS dari Trans-Pacific Partnership (TPP) juga menjadi salah satu alasan penarikan diri India karena dengan begitu akan membuat Tiongkok mendominasi kawasan dan struktur regional tidak lagi seimbang. Pada akhirnya, India bergabung dengan IPEF setelah melihat struktur kebijakannya yang lebih memadai bagi negara tersebut.
Setelah dibentuknya Free and Open Indo Pacific (FOIP) bersama Jepang, AS berupaya untuk melakukan ekstensi cakupan wilayahnya ke wilayah ASEAN. Melalui IPEF diyakini memiliki mekanisme yang lebih advanced dan fleksibel, tapi tanpa kemudahan dalam pemberian akses pasar sehingga bukan sepenuhnya merupakan kerja sama perdagangan bebas. IPEF memberikan keleluasaan pada negara anggotanya dalam mengikuti empat pilar yang ditawarkan (trade, supply chains, clean economy, dan fair economy), baik seluruhnya maupun salah satu saja.
Menariknya, pada IPEF terdapat negara anggota yang sebelumnya bergabung dalam RCEP yaitu India yang menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi. India menilai kerja sama ini lebih bermanfaat dan menguntungkan baginya. Tetapi, negara tersebut hanya mengikuti pada tiga dari empat pilar yang ditawarkan kecuali pilar trade. India merasa belum siap untuk mengikuti pilar tersebut karena finalisasi kebijakan ekonomi digital yang belum usai, standar ketenagakerjaan yang belum terpenuhi, dan “trauma” akan adanya kemunduran ekonomi untuk kedua kalinya sehingga India memilih untuk tidak terburu-buru dan hanya menjadi observer dalam pilar tersebut.
Apa yang Dipertaruhkan Sekarang?
Melihat perkembangannya hingga saat ini, kedua kerja sama menunjukkan progres yang positif terlepas dari tantangan yang telah dihadapi. Dilansir dari Antara News (10-06-2023) pada kegiatan Forum Kerja Sama Pemerintah Daerah dan Kota Persahabatan RCEP 2023 yang diadakan di Huangshan, Tiongkok, Sekretaris Jenderal ASEAN, Kao Kim Hourn, menyampaikan bahwa pertumbuhan perdagangan luar negeri Tiongkok dengan negara anggota terutama beberapa negara-negara ASEAN menunjukkan peningkatan signifikan lebih dari 20% dalam basis tahunan.
Sedangkan pada IPEF, beberapa minggu lalu telah dilaksanakan Pertemuan Para Menteri Perdagangan dan Ekonomi IPEF pada tanggal 26-27 Mei 2023 di Detroit, AS. Berdasarkan press release yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI (28-05-2023), terdapat beberapa kemajuan pada seluruh pilar, seperti dukungan pembahasan critical mineral pada pilar I, realisasi IPEF Supply Chains Agreement pada pilar II, mendorong upaya clean economy dengan inisiatif hidrogen dan penerapan just transition pada pilar III, serta percepatan perundingan untuk mencapai Fair Economy Agreement pada pilar IV.
Kata Penutup
Dari sini cukup dapat dipahami bahwa tindakan AS dalam menyaingi pengaruh Tiongkok saling terkait dengan adanya IPEF dan RCEP yang memengaruhi dinamika kawasan Asia-Pasifik. Apa yang ada antara kedua kerja sama tersebut bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing negara, tapi juga sebagai suatu alat counter-balance satu sama lain.
Tindakan AS dapat dilihat sebagai tindakan balancing dan menggunakan kapabilitas ekonominya (IPEF) sebagai alat untuk melawan Tiongkok yang berada dalam RCEP. Masih terlalu dini untuk banyak berspekulasi melihat umur IPEF yang baru berumur kurang lebih satu tahun. Terlepas dari hal tersebut, menarik untuk dipantau terkait proses dan segala tantangan yang dihadapi kedua kerja sama tersebut melihat peristiwa-peristiwa sebelumnya yang begitu intens dan tidak jarang terjadi ketidaksesuaian kepentingan antar negara anggota.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.