Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naya Yasin

Nilai dan Makna dalam Prosesi Upacara Adat Tabuik

Agama | 2023-06-15 11:47:37

Indonesia merupakan negeri dengan berbagai adat dan kebudayaan yang beragam. Adat dan kebudayaan ini, masih dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Salah satunya adalah Upacara Tabuik yang ada di Kota Pariaman, Sumatra Barat.

Upacara Tabuik adalah sebuah perayaan atau tradisi yang diakukan setiap tanggal 10 bulan Muharram pada kalender hijriah di kawasan pantai Kota Pariaman. Upacara Tabuik digelar untuk memperingati Asyura, yaitu mengenang wafatnya Imam Husein, cucu Nabi Muhammad SAW yang gugur dalam membela agama.

Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun Tabuik Subarang berasal dari daerah Subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa. Dan kedua tabuik inilah yang selalu dipertujukan pada setiap tahunnya di Kota Pariaman.

Sumber: https://hariansolok.com/pesta-tabuik-tradisi-tua-yang-masih-dijaga.html

Tabuik berbentuk bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala "wanita" cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gamber kalajengking menghadap ke atas. Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Buraq, dalam cerita tempo dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau

Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan "bungo salapan" (bunga delapan) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Lalu, pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih. Pada kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan "menghoyak" Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.

Berikut merupakan rangkaian rentetan prosesi Upacara Tabuik serta nilai dan makna yang terkandung didalamnya:

1. Upacara Mambuek Deraga (Upacara Membuat Daraga)

Beberapa hari sebelum dimulainya prosesi Tabuik, masing-masing rumah Tabuik terebih dahulu mendirikan sebuah bujur sangkar yang dikelilingi oleh bahan alam (pimpiang), berbentuk benteng persegi panjang berukuran lima kali lima meter, dikelilingi oleh kain putih dan diberi tanda. dalam pola makam sebagai sosok yang disebut "Daraga". Peran Daraga adalah pusat dari alat-alat ritual dan tempat dilakukannya maatam. Masyarakat Pariaman membuat dua Deraga yaitu Deraga Pasai (pendopo) dan Deraga Subarang.

2. Upacara Mengambiak Tanah (Upacara Mengambil Tanah)

Prosesi ini biasanya dipimpin oleh seorang laki-laki yang berasal dari keluarga pengurus “Tabuik”. Para pengurus tanah ini memakai kain plutih. Kain putih ini melambangkan kejujuran kepemimpinan Husein. Prosesi ini dilakukan pada sore hari di hari pertama Muharram. Setelah tanah diambil, dibungkus dengan kain putih, kemudian diletakkan di dalam pot, juga dibungkus dengan kain putih, dan dietakkan di deraga masing-masing kelompok Tabuik, menandakan bahwa prosesi pertama telah dilakukan.

Upacara pengambilan tanah ini begitu sakral dan hanya dilakukan oleh manusia yang dipercaya Tuo Tabuik di setiap daerah. Dalam arak-arakan itu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Tabuik Pasa (pendopo) dan kelompok Tabuik Subarang. Tabuik Pasa terletak di Desa Pauhi sedangkan Tabuik Subarang terletak di dataran lumpur sekitar 600 meter dari Daraga (Rumah Tabuik).

Prosesi ini dilanjutkan dengan arak-arakan yang dilanjutkan dengan dentuman Gandang Tasa. Selama prosesi ini, sebidang tanah diambil dari dasar sungai. Pembebasan tanah harus dilakukan pada anak sungai yang berbeda dan berawanan arah antara kelompok Pasa (Halo) dan kelompok Subarang. Makna anak sungai yang berlawanan arah merupakan simbol bahwa dalam pelaksanaan Tabuik, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang berlawanan dan saling bertentangan. Dan pengambilan tanah ini tidak hanya sekedar mengambil tanah, tetapi juga merupakan simbol pengambilan jenazah syuhada Husein. Tanah yang tumpah kemudian dibungkus dengan kain putih bersih seolah menutupi tubuh Husein. Ini dapat dibandingkan dengan orang yang keluar dari bumi dan kembali turun ke bumi. Artinya kita tidak boleh sombong dalam perilaku kita karena kita dicipltakan dari tanah dan akan kembali ke bumi nanti. Maka tidak ada yang bisa dibanggakan di dunia ini.

Selanjutnya tanah tersebut diletakkan dalam sebuah periuk yang indah. Periuk yang telah berisikan tanah tadi dibungkus kembali dengan kain putih yang bersih. Setelah itu disimpan di daraga.

3. Upacara Menabang Batang Pisang (Upacara Menebang Batang Pisang)

Prosesi ini dilakukan pada hari ke 5 Muharram. Pada tengah malam, penduduk desa pergi ke hutan bersama. Mereka mencari pohon pisang yang kemudian ditebang. Selama prosesi ini, batang pohon pisang harus dipotong dalam sekali tebang. Orang yang memotong batang pisang harusah seorang pria yang mengenakan pakaian seragam seni bela diri. Pedang yang setajam mungkin biasanya digunakan untuk memotong. Kemudian batang pisang tersebut dibawa ke Deraga. Setelah sampai di Deraga, batang pisang ditanam di dekat kuburan. Prosesi ini melambangkan apa yang dilakukan musuh-musuh Allah terhadap Husein.

Prosesi meambiak batang pisang mengandung arti bahwa tubuh manusia seperti batang pisang yang kandungan airnya lebih banyak dari api maupun tanah. Karena itu bertindak dan berpikirah seperti air yang mengalir. Jangan memaksakan kehendak jika ingin sempurna. Jadi sebelum melakukan apapun, sebaiknya pikirkan dulu dengan tenang dan jangan egois.

4. Upacara Maatam Panja (Upacara Peristiwa Maatam)

Prosesi ini dilakukan pada hari ke 7 Muharram. Prosesi Maatam dilakukan oleh warga (keluarga) Deraga setelah sholat dzuhur. Prosesi ini mengitari deraga dan membawa alat tabuik seperti panja (jari), pedang dan sorban. Mereka mengelilingi Deraga sambil menangis dan terisak. Proselsi ini merupakan tanda duka mendalam mereka atas kesyahidan Husein.

Makna simbolis Maatam adalah meratapi kematian (kesyahidan) mereka yang memperjuangkan kebenaran dan menyesai kematian mereka yang membuat pilihan yang salah. Sebelum melakukan sesuatu, sebaiknya pikirkan terlebih dahulu apa yang ingin dilakukan, agar nanti tidak menyesali apa yang terjadi.

5. Upacara Maarak Jari-Jari (Upacara Mengarak Jari-Jari)

Prosesi ini berlangsung pada tanggal 7 Muharram, hari yang sama dengan upacara Maatam Panja. Panja adalah kubah yang terbuat dari kertas kaca dan rangka bambu. Kertas ini digambar tangan dengan jari patah. Di dalamnya, diberi sebuah lilin. Kemudian Panja dibawa berkeliling desa. Pada bagian ini, ditunjukkan kepada seluruh warga betapa sedihnya mereka. Dan itu melambangkan bahwa musuh telah memotong jari Husein. Mereka menceritakan bagaimana penguasa Yazid bin Muawiyah kejam terhadapi Husein. Lalu, mereka berkeliling kota ditemani oleh Gandang Tasa dan Tabuik Lenong. Tabuik lenong adalah miniatur tabuik yang dietakkan di atas kepala laki-laki yang melakukan prosesi upacara tersebut.

6. Upacara Maarak Saroban (Upacara Mengarak Sorban)

Prosesi itu dilakukan keesokan harinya, yakni tanggal 8 Muharram. Prosesi ini tidak jauh berbeda dengan upacara Maarak Panja sebelumnya. Tujuan dari prosesi ini adalah untuk menginformasikan kepada warga tentang ritual yang akan dilakukan dengan cara mengarak keliling desa. Ini melambangkan diaraknya bekas sorban untuk menunjukkan keberanian Husein melawan musuh. Selain itu, mereka menunjukkan betapa kejamnya penguasa saat itu, yakni Yazid bin Muawiyah, terhadap cucu Nabinya sendiri, Husein. Diiringi dengan tabuhan Gandang Tasa, diikuti oleh laki-laki dengan Tabuik Lenong. Proselsi ini melambangkan bahwa kepala Husein dipenggal seperti kepala binatang.

7. Upacara Tabuik Naik Pangkek (Upacara Tabuik Naik Pangkat)

Prosesi ini berlangsung pada hari utama yaitu tanggal 10 Muharram. Tabuik Naik Pangkek dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit. Pagi harinya, Tabuik dikeluarkan dari kedua wilayah, Pasa (pendopo) dan Subarang dikeluarkan dari rumah mereka. Lalu, kedua tabuik diarak hingga bertemu. Setelah bertemu, Tabuik digabungkan menjadi satu kesatuan Tabuik yang utuh. Kemudian Tabuik dihoyak sepanjang hari.

Makna simblolik dari tabuik naik pangkek ini adalah manusia yang telah berhasil melalui berbagai ujian kejiwaan sehingga berkumpullah orang dilapangan untuk bergembira. Hal ini menjelaskan bahwa semua kesulitan akan dapat dilewati. menjadi satu kesatuan Tabuik yang utuh.

8. Pesta Hoyak Tabuik (Pesta Menggoyangkan Tabuik)

Sepanjang hari pada tanggal 10 muharam mulai pada pukul 09.00 wib, dua Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan ketengah pengunjung Pesta Hoyak Tabuik sebagai hakekat peristiwa perang karbala dalam islam. Acara Hoyak Tabuik akan berlangsung hingga sore hari. Tabuik diusung menuju pinggir pantai seiiring turunnya matahari.

Makna simbolik dari Upacara Pesta Hoyak Tabuik ini adalah akhirnya Tabuik dapat ditempatkan berdampingan di tengah pasar untuk ditunjukkan kepada masyarakat umum, yang berarti menunjukkan apa itu kedamaian dan kebahagiaan setelah berdamai dengan diri sendiri. Serta merayakan kebahagiaan karena kedamaian yang terjadi.

9. Tabuik Dibuang Kalauik (Tabuik Dibuang ke Laut)

Sore hari menjelang magrib, kelompok Pasa dan kelompok Subarang, melempar dua Tabuik ke laut di tengah kerumunan pengunjung yang merasa haru. Kemudian prosesi festiva budaya Tabuik pun berakhir.

Setelah Tabuik tenggelam di laut, para warga, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa berlarian menyerbu dan mengambil bagian-bagian Tabuik. Hal ini menjadi kepercayaan masyarakat Pariaman bahwa bagian-bagian dari bangunan Tabuik ini dapat membawa kemakmuran dan kebahagiaan bagi yang mendapatkannya. Seperti misalnya pedagang, mereka percaya dagangan mereka akan lebih laris dan ramai oleh pembeli.

Membuang tabuik ke laut adalah bentuk kesepakatan masyarakat untuk menyelesaikan semua perselisihan di antara mereka. Selain itu, plelmbluangan Tabuik juga melambangkan terbangnya Buraq yang membawa jenazah Husein ke langit.

Dengan membuang tabuik ke laut, semua masalah yang muncul sebelumnya akan menghilang, seperti ornamen ombak laut pecah dan menghilang di tepian pantai. Adzan magrib mulai berkumandang, sebagai tanda bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali kebesaran Sang Pencipta dan kita harus bersatu dan bersyukur.

Demikianlah ulasan mengenai prosesi Upacara Tabuik beserta nilai dan makna yang terdapat didalamnya. Upacara ini merupakan salah satu tradisi yang wajib dilestarikan agar tradisi ini dapat diperkenalkan ke generasi yang akan datang dan dapat dipertahankan sebagaimana mestinya.

Referensi: Dwiyanti, V., & Salam, N. EL. (2015). Makna Simbolik Upacara Tabuik di Kota Pariaman Sumatra Barat. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2(1), 1-14.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image