Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azka Kamalia Nabila

Radikalisme Merambah ke Mahasiswa

Pendidikan dan Literasi | Thursday, 15 Jun 2023, 07:09 WIB

Secara umum, gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor ideologis dan non-ideologis seperti keseriusan, balas dendam, luka, ketidakpercayaan, dll. Faktor ideologis sangat sulit dihilangkan dalam jangka pendek dan membutuhkan perencanaan yang matang, karena terkait dengan keyakinan yang mengakar dan sentimen keagamaan yang kuat. Faktor ini hanya dapat dihilangkan secara permanen melalui akses pendidikan (perlakuan lembut) melalui deradikalisasi secara evolusioner yang melibatkan semua elemen.

Akses ke keamanan (pemrosesan keamanan) hanya dapat bersifat sementara, untuk menghindari dampak serius sementara. Sedangkan faktor kedua lebih mudah diatasi, contoh radikalisme disebabkan oleh faktor kemiskinan, cara mengatasinya adalah dengan memberikan mereka kehidupan yang lebih bermartabat dan sejahtera. Faktor ideologi menjadi alasan di balik berkembangnya radikalisme di kalangan mahasiswa. Secara teori, seseorang yang sudah memiliki tingkat informasi mahasiswa dan menganut paham radikal harus melalui proses pertukaran pendapat yang panjang dan intensif, agar mahasiswa tersebut kemudian menerima pandangan radikal.

Perguruan tinggi merupakan sumber ilmu dan penyedia utama sumber daya manusia negara. Di sini para calon intelektual dididik dan dibina untuk mempersiapkan generasi penerus yang akan memimpin bangsa dan negara ini menjadi lebih baik. Dengan posisi yang strategis tersebut, perguruan tinggi harus terhindar dari pemikiran yang bertentangan dengan NKRI dan negara kesatuan Pancasila sebagai ideologi nasional, atau dari kegiatan lain yang bertentangan dengan peran dan misi luhur lembaga.

Dalam beberapa analisis sebelumnya, ditemukan bahwa rekrutmen jaringan radikal di kalangan mahasiswa biasanya menyasar perguruan tinggi negeri dan khususnya mahasiswa di fakultas sains. Dengan kata lain, sebagian besar mahasiswa yang direkrut berasal dari latar belakang agama yang rendah. Ini membuatnya mudah untuk mendoktrin mereka.Perguruan tinggi negeri lebih mudah direkrut untuk gerakan radikal, sedangkan perguruan tinggi agama dinilai lebih sulit. Jika fakta menunjukkan bahwa gerakan radikal juga menyebar dan berkembang di perguruan tinggi agama, ini bisa membuktikan dua hal. Pertama, terjadi perubahan pada perguruan tinggi agama itu sendiri. Kedua, dalam gerakan radikal telah terjadi metamorfosis bentuk dan strategi gerakan.

Dampak radikalisme yang muncul di kampus tidak hanya mempengaruhi konsentrasi mahasiswa pada kegiatan perkuliahan, tetapi juga mengganggu hubungan antar pemangku kepentingan di negara tersebut. Mereka yang berisiko tidak mau lagi beribadah dengan orang yang tidak sependapat, memperlakukan orang di luar kelompoknya sebagai orang yang tidak beriman, keluar dari pergaulan bahkan putus kuliah.

Kontak mahasiswa dengan radikalisme Islam tentunya tidak hanya dapat diamati di tengah-tengah kampus. Radikalisme muncul dari proses komunikasi dengan jaringan radikal di luar kampus. Itulah sebabnya gerakan radikal yang ada hingga saat ini berusaha mengubah diri menjadi orang-orang terpelajar dengan merekrut mahasiswa. Dengan demikian, kesan bahwa radikalisme hanya diwakili oleh orang biasa menjadi hilang. Artikel ini membahas tentang model rekrutmen mahasiswa radikal dan bagaimana upaya mereka menyebarkan radikalisme Islam di kampus. Tentu saja, situasi seperti itu membutuhkan perhatian semua pihak yang terlibat. Karena jika fenomena ini terus berlanjut, akan muncul kelompok-kelompok radikal, eksklusif dan intoleran yang pada gilirannya akan merusak kerukunan antar umat beragama, keberagaman dan nilai-nilai Pancasila, serta membahayakan keutuhan dan persatuan bangsa.

Fenomena radikalisme sebenarnya merupakan masalah bangsa. Oleh karena itu, menanganinya merupakan tugas bersama seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya pemerintah tetapi seluruh warga negara. Tugas utama mereka adalah memberikan pendidikan dan pemahaman yang memadai tentang ajaran agama, khususnya ajaran Islam dalam konteks ini. Karena Islam tidak mengajarkan umatnya untuk bertindak dan berperilaku radikal, apalagi melakukan aksi teror.

Sinergi antara negara dan masyarakat dalam mencegah penyebaran radikalisme agama dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan, karena fenomena radikalisme agama seringkali menyebar melalui ekspresi eksklusif atau halaqah (pertemuan). Kehati-hatian juga diperlukan saat mencari informasi di dunia maya. Dengan sosialisasi radikalisme agama yang begitu gencar terjadi di dunia maya, tidak heran jika para teroris terinspirasi dari apa yang mereka baca dan lihat di konten dunia maya untuk melancarkan serangan teroris, seperti: Facebook, Twitter, Telegram, WhatsApp, Blogspot, dan YouTube.

Ujaran kebencian terkait paham keagamaan yang masuk dalam ranah khilafiyat (kontroversi) harus dilindungi dari intoleransi, baik yang disebar langsung di berbagai forum resmi maupun tidak resmi, adapun tidak langsung melalui dunia maya. Sikap memecah belah ditandai juga dengan radikalisme.Selain itu, lingkungan tempat tinggal dan pergaulan orang-orang tersayang yang tinggal di luar daerah maupun di luar negeri, jauh dari keluarga dan kerabat, harus selalu diawasi dan dikontrol, karena terkadang seseorang terpapar ide-ide radikal akibat pergaulan dan lingkungan yang salah.Itulah beberapa alternatif upaya untuk mencegah munculnya fenomena radikalisme, fenomena yang kerap berujung pada serangan teroris.

Referensi:

Asriani,2019. Pola Penyebaran dan Stratergi Pencegahan Paham Radikalisme di Pergueuan Tinggi Agama Islam. (http://repository.radenintan.ac.id/12890/1/radikalisme%20di%20perguruan%20tinggi.pdf)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image