Cyberbullying: Fenomena Lumrah di Media Sosial?
Gaya Hidup | 2023-06-14 15:05:39Siapa yang tidak mengenal media sosial? Pada zaman digitalisasi ini, rasanya tidak mungkin ada individu yang tidak mengetahui media sosial. Berdasarkan laporan We Are Social, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri. Media Sosial sendiri merupakan platform digital yang memfasilitasi penggunanya untuk saling berinteraksi tanpa terhambat ruang dan waktu. Media sosial hadir akibat dampak dari globalisasi di bidang komunikasi. Bahkan saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial sudah menjadi kebutuhan ‘primer’ bagi sebagian besar orang, dimana media sosial memegang peran penting dalam semua lini masyarakat.
Media sosial memang memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari tempat bersosialisasi, memperluas lingkaran pertemanan, sarana hiburan, mencari topik informasi yang sedang hangat diperbincangkan, bergabung dengan grup komunitas yang diinginkan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Bahkan, media sosial juga menjadi penunjang dalam membangun bisnis terutama sebagai wadah promosi agar brand tersebut semakin dikenal oleh khalayak umum. Media sosial juga dianggap sebagai angin segar karena kita bebas berkreasi, berekspresi, berkeluh kesah tanpa takut dengan ekspetasi orang lain. Namun, hadirnya media sosial dianalogikan seperti pisau bermata dua. Selain berfungsi sebagai sumber informasi dan komunikasi secara cepat namun juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatif dari adanya media sosial ini adalah semakin maraknya cyberbullying
Cyberbullying adalah perundungan siber/dunia maya menggunakan media elektronik untuk menakuti, membuat marah, menyampaikan ujaran kebencian, atau mempermalukan sasarannya. Cyberbullying dianggap sebagai fenomena yang lumrah terjadi seiring dengan berkembangnya teknologi digital. Bahkan, tanpa disadari kita juga telah melakukan tindakan cyberbullying. Contoh sederhananya adalah banyak yang suka mengirimkan hate speech kepada idol atau artis yang tidak disukainya semata-mata untuk kepuasan dirinya sendiri. Contoh lain dari cyberbullying ini seperti menyebarkan kebohongan, memposting foto dan video pribadi, serta mengejek dan memalukan seseorang di media sosial. Pada level yang ekstrem, cyberbullying bahkan bisa berupa ancaman dari pelaku dan mengirimkan ujaran kebencian seperti death threats melalui akun palsu. Hal ini terjadi karena tidak lain dan tidak bukan dari keanonimitasan pelaku yang hanya terhalang layar komputer atau ponsel.
Cyberbullying kerap diremehkan banyak orang karena sifatnya yang tidak face-to-face. Padahal cyberbullying juga memiliki efek yang sama bahkan lebih parah dari perundungan di kehidupan nyata. Ketika terjadi cyberbullying, korban merasa bahwa dirinya diserang di mana-mana, bahkan di dalam rumah sendiri. Cyberbullying ibarat jalan panjang yang tidak ada ujungnya. Efeknya dapat berlangsung lama dan mempengaruhi seseorang dalam banyak hal. Korban merasa malu, gugup, tidak percaya diri, dan cemas mengenai apa yang orang katakan tentang dirinya. Hal ini dapat menyebabkan isolasi diri dari lingkungan sekitarnya, dan merasa bersalah atas semua hal yang dilakukannya ataupun tidak. Merasa kesepian, kewalahan, sakit kepala, mual atau sakit perut juga sering terjadi. Korban juga kehilangan motivasi untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya sehari-hari. Bila tidak ditangani dengan serius, hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan psikis korban. Bahkan dalam kasus yang esktrem bisa mengakibatkan korban mengakhiri hidupnya sendiri.
Jika terjadi cyberbullying di media sosial, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan memblokir pengganggu dan secara resmi melaporkan perilaku mereka di platform tersebut. Selanjutnya yaitu dengan membatasi penggunaan media sosial untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Jika dirasa emosi sudah stabil, korban bisa mengumpulkan bukti-bukti perundungan dan melaporkannya ke pihak yang berwajib. Apabila, korban masih tidak nyaman dan terganggu secara psikologis akibat cyberbullying tersebut, korban bisa melakukan konseling ke psikolog atau psikiater. Orang terdekat seperti teman dan keluarga juga harus memberikan dukungan dan menciptakan ruang yang aman dan nyaman agar korban merasa tidak sendirian dalam menghadapi cyberbullying ini.
Hal terpenting dalam memberantas rantai cyberbullying di media sosial ini adalah dengan tidak memberi ruang pada komentar-komentar negatif dan tidak menjadikan komentar-komentar jahat yang menghina sebagai kebiasaan dan pembenaran untuk humor, Yuk, mari sama-sama bijak dalam bermedia sosial dan ciptakan lingkungan komunikasi yang nyaman!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.