Penyelesaian Sengketa Bisnis
Bisnis | 2023-06-09 13:55:59Penyelesaian Sengketa Bisnis
Hisam Ahyani
Dosen STAI Miftahul Huda Al Azhar Banjar, Jawa Barat
Dalam dunia bisnis banyak sekali dinamika-dinamika yang sering dialami oleh para pengusaha, baik itu dinamika proses pembelian, kerjasama, jual-beli produk bahkan terkait waralaba yang harus di tempuh dalam perjanjian. Tidak dapat dipungkiri banyak sekali sengketa yang muncul dalam dunia per bisnis-an. Mengutip dari perkataan Maxwell J. Fulton sengketa bisnis adalah suatu hal yang muncul selama berlangsungnya proses transaksi yang berpusat pada ekonomi pasar.[1]
Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dan kompleks nantinya pasti akan melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. Mengingat kegiatan bisnis akan semakin meningkat dari hari ke hari, maka dari itu tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa di antara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul karena berbagai alasan dan masalah yang melatarbelakanginya, terutama karena adanya conflict of interest di antara para pihak.[2] Sengketa yang muncul di antara pihak-pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.
Mengutip dari Sutiyoso dalam bukunya yang berjudul Penyelesaian Sengketa Bisnis mengelompokkan sengketa bisnis sebagai berikut:[3]
· Sengketa perniagaan;
· Sengekta perbankkan;
· Sengketa keuangan;
· Sengketa penanaman modal;
· Sengketa perindustrian;
· Sengketa HKI;
· Sengketa konsumen;
· Sengketa kontrak;
· Sengketa pekerjaan;
· Sengketa perburuhan;
· Sengketa oerusahaan;
· Sengketa hak;
· Sengketa properti;
· Sengketa pembangunan konstruksi.
Adapun cara penyelesaian sengketa bisnis dari sudut pandang keputusan, ialah :
1. Adjudikatif
Cara penyelesaian sengketa bisnis secara adjudikatif dilakukan dengan mekanisme penyelesaian yang ditandai dengan kewenangan pengembalian keputusan yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa di antara para pihak;
2. Konsensual atau Kompromi
Cara penyelesaian sengketa bisnis secara kooperatif atau kompromi bertujuan untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.
3. Quasi Adjudikatif
Cara penyelesaian sengketa bisnis mengombinasikan unsur konsensual dan adjudikatif.
Adapun cara penyelesaian sengketa bisnis dari sudut prosesnya ialah :
1. Litigasi
Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalan pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum formal;
2. Nonlitigasi
Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Adapun lembaga penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia meliputi :
· Pengadilan negeri;
· Arbitrase;
· Pengadilan niaga;
· Penyelesaian sengketa alternatif melalui mekanisme negosiasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi dan penilaian ahli.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulannya bahwa dunia bisnis pastinya ada sengketa yang mana sengketa tersebut dapat diselesaikan dengan berbagai sudut proses sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian atau bisa diselesaikan dengan musyawarah jika kedua belah pihak yang bersengketa dapat menempuhnya dengan jalan mediasi.
Para Pihak dalam Sengketa
Beberapa stakeholders atau subjek hukum dalam hukum perdagangan internasional, yaitu negara, perusahaan atau individu, dan lain-lain. Dalam pembahasan buku ini, hanya membahas antara:
Pertama, sengketa antara pedagang dan pedagang adalah sengketa yang sering dan paling banyak terjadi. Sengketanya diselesaikan melalui berbagai cara. Cara tersebut semuanya bergantung pada kebebasan dan kesepakatan para pihak.
Kedua, pedagang dan negara asing bukan merupakan kekecualian. Kontrak-kontrak dagang antara pedagang dan negara lazim ditandatangani. Kontrak-kontrak ini biasanya dalam jumlah (nilai) yang relatif besar. Termasuk didalamnya adala kontrak-kontrak pembangunan (development contracts), misalnya kontrak di bidang pertambangan. Walaupun negera mempunyai hak atau konsep imunitas, hukum internasional ternyata fleksibel. Hukum internasional tidak semata-mata mengakui atribut negara sebagai subjek hukum internasional yang sempurna (par excellence). Hukum internasional menghormati pula individu (pedagang) sebagai subjek hukum internasional terbatas.
Oleh karena itu, dalam hukum internasional berkembang pengertian jure imperii dan jure gestiones. Jure imperii adalah tindakan-tindakan negara di bidang publik dalam kapasitanya sebagai negara berdaulat, sehingga tindakan-tindakannya tidak akan pernah diuji atau diadili di hadapan badan peradilan. Jure gestiones, yaitu tindakan-tindakan negara di bidang keperdataan atau dagang. Jika di kemudian menimbulkan sengketa dapat saja diselesaikan di hadapan badan-badan peradilan umum, arbitrase, dan lain-lain.[4]
Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa
Dalam hukum perdagangan internasional, dapat dikemukakan di sini prinsip-prinsip mengenai penyelesaian sengketa perdagangan internasional, yaitu :[5]
· Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus). Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam penyelesaian sengketa perdagangan internasional. Prinsip inilah menjadi dasar untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa.
· Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa. Prinsip penting kedua adalah prinsip di mana para pihak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of free choice of means).
· Prinsip Kebebasan Memilih Hukum. Prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan (bila sengketanya diselesaikan) oleh badan peradilan (arbitrase) terhadap pokok sengketa.
· Prinsip Iktikad Baik (Good Faith). Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak dalam penyelesaian sengketanya. Dalam prinsip ini tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip iktikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa. Kedua, penyelesaian sengketa melalui cara-cara yang dikenal dalam hukum (perdagangan) internasional, yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.
· Prinsip Exhaustion of Local Remidies. Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).[6]
Hukum yang Berlaku
Bahwa pilihan hukum (choice of law, proper law atau applicable law) suatu hukum nasional dari suatu negara tertentu tidak berarti bahwa badan peradilan negara tersebut secara otomatis yang berwenang menyelesaikan sengketanya. Peran choice of law di sini adalah hukum yang akan digunakan oleh bada peradilan (pengadilan atau arbitrase) untuk:
· Menentukan keabsahan suatu kontrak dagang.
· Menafsirkan suatu kesepakatan-kesepakatan dalam kontrak.
· Menentukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi (pelaksanaan suatu kontrak dagang).
· Menentukan akibat-akibat hukum dari adanya pelanggaran terhadap kontrak.
Hukum yang akan berlaku ini dapat mencakup beberapa hukum. Hukum-hukum tersebut adalah:
a) hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa (applicable substantive law atau lex cause); dan
b) hukum yang akan berlaku untuk persidangan (procedural law). Bahwa dalam menentukan hukum yang berlaku, prinsip yang berlaku adalah kesepakatan para pihak yang didasarkan pada kebebasan para pihak dalam membuat perjanjian atau kesepakatan (party autonomy) yang merupakan prinsip hukum umum.
Pelaksanaan Putusan Sengketa Dagang
Pelaksanaan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) lebih banyak bergantung kepada iktikad baik para pihaknya. Hal ini semata-mata karena sifat putusannya yang sejak awal dilandasi oleh asas konsensual. Pelaksanaan putusan arbitrase asing juga sudah menjadi isu yang lama. Pada umumnya yang menjadi kendala dalam masalah ini adalah pelaksanaan (eksekusi) putusan oleh pihak yang kalah. Pelaksanaan putusan pengadilan juga masih masih menjadi masalah serius. Pengadilan merupakan refleksi kedaulatan negara dalam mengadili suatu sengketa. Oleh karena itu, putusan pengadilan tidak secara otomatis dapat dilaksanakan di wilayah kedaulatan negara lain.[7]
Supaya putusan pengadilan tersebut dapat dilaksanakan di suatu negara lain, ada dua kemungkinan, yaitu:
a) Menyidangkan kembali kasus tersebut dari awal sebagai sengketa baru di pengadilan tersebut (di mana putusan dimintakan pelaksanaannya).
b) Pelaksanaan putusan pengadilan di suatu negara dapat dilaksanakan apabila negara-negara yang terkait (kedua negara, di mana pelaksana putusan dimintakan) terikat, baik pada suatu perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral mengenai pelaksanaan putusan pengadilan di bidang sengketa-sengketa dagang (sengketa-sengketa komersial), seperti Konvensi Brussel 1968 dan Konvensi Lugano 1988.
Daftar Pustaka
Davis, Michael, dan Andrew Stark. Conflict of Interest in the Professions. Oxford University Press, 2001.
Fulton, Maxwell J. Commercial Alternative Dispute Resolution. Law Book Company, 1989.
Hahn, Heinrich. De jure imperii Germanici ss. Cæsareæ majestati electoribus principibuśque viris ... methodica tractatio. Nunc denuo ed. cura H. Hahnii, 1669.
Soenandar, Taryana. Prinsip-prinsip Unidroit sebagai sumber hukum kontrak dan penyelesaian sengketa bisnis internasional. Sinar Grafika, 2004.
Sutiyoso, Bambang. Penyelesaian Sengketa Bisnis. Citra Media, 2006.
Triana, Nita. Alternative Dispute Resolution: Penyelesaian Sengketa alternatif Dengan Model Mediasi, Arbitrase, Negosiasi dan Konsiliasi. Kaizen Sarana Edukasi, 2019.
Trindade, A. A. Cançado. The Application of the Rule of Exhaustion of Local Remedies in International Law: Its Rationale in the International Protection of Individual Rights. Cambridge University Press, 1983.
[1] Maxwell J. Fulton, Commercial Alternative Dispute Resolution (Law Book Company, 1989).
[2] Michael Davis dan Andrew Stark, Conflict of Interest in the Professions (Oxford University Press, 2001).
[3] Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis (Citra Media, 2006).
[4] Heinrich Hahn, De jure imperii Germanici ss. Cæsareæ majestati electoribus principibuśque viris ... methodica tractatio. Nunc denuo ed. cura H. Hahnii, 1669.
[5] Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip Unidroit sebagai sumber hukum kontrak dan penyelesaian sengketa bisnis internasional (Sinar Grafika, 2004).
[6] A. A. Cançado Trindade, The Application of the Rule of Exhaustion of Local Remedies in International Law: Its Rationale in the International Protection of Individual Rights (Cambridge University Press, 1983).
[7] Nita Triana, Alternative Dispute Resolution: Penyelesaian Sengketa alternatif Dengan Model Mediasi, Arbitrase, Negosiasi dan Konsiliasi (Kaizen Sarana Edukasi, 2019).
Lihat Naskah Lengkap Klik Disini
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.