Hukum Multi Level Marketing berdasarkan Pandangan Para Ulama
Agama | 2023-06-08 19:33:15Multi Level Marketing (MLM) merupakan sistem pemasaran dalam bisnis yang mulai marak di kalangan masyarakat dewasa ini, terdapat banyak perusahaan yang sudah menerapkan sistem pemasaran ini dalam bisnis mereka. Tak heran mengapa sistem pemasaran ini banyak diminati oleh masyarakat karena memang bisnis ini dapat memberikan income yang cukup menjanjikan secara pasif. Akan tetapi disamping itu, disebabkan mayoritas masyarakat Indonesia itu menganut agama Islam, tidak sedikit pula yang memperdebatkan bagaimana sistem pemasaran MLM ini dalam hukum Islam. Mengenai hal itu, penulis disini akan mencoba memberikan penjelasan secara jelas dan singkat bagaimana hukum sistem pemasaran MLM menurut pandangan para ulama.
Multi Level Marketing atau biasa disingkat sebagai MLM adalah suatu sistem pemasaran dalam suatu bisnis yang memiliki banyak tingkatan atau berjenjang, dimana member yang sudah tergabung dalam bisnis MLM ini selanjutnya akan mengajak pihak lain untuk turut serta menjadi member.
Sistem kerja dalam bisnis MLM ini adalah setiap member mempunyai dua fungsi dasar, yaitu:
1). Menjual produk (barang dan jasa), penjualan yang dilakukan adalah penjualan secara langsung kepada konsumen; dan
2) Merekrut anggota baru sebanyak-banyaknya dalam rangka memperluas jaringan kemitraannya. Pada umumnya, sistem pemasaran ini lebih memanfaatkan kekuatan jaringan manusia yang mana menitikberatkan pada perekrutan member. Lazimnya, member yang berhasil menambah anggota baru ke dalam jaringan mitranya akan diberikan insentif atau komisi oleh perusahaan.
Keabsahan sistem pemasaran MLM dalam hukum Islam, terdapat dua kelompok pandangan ulama yang berbeda pendapat, diantaranya adalah:
1. Yang Membolehkan
Dalam keputusan komisi fatwa DSN MUI No. 75/ DSN MUI/VII/2009 tentang bisnis Multi Level Marketing adalah dibolehkan asalkan wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1) Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
2) Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
3) Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar (ketidakjelasan), maysir (judi), riba, dharar, dzalim, maksiat;
4) Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh;
5) Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
6) Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
7) Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
8) Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’ (daya tarik yang luar biasa);
9) Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
10) Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain;
11) Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
12) Tidak melakukan kegiatan money game.
Keputusan fatwa ini didasarkan pada dalil-dalil:
A. Al-Qur’an
a. Q.S an-Nisa: 29
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela di antaramu...”
b. Q.S al-Baqarah: 275
“... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”
c. Q.S. al-Baqarah: 279
“... Kamu tidak boleh menzalimi orang lain dan tidak boleh dizalimi orang lain.”
d. Q.S. al-Ma`idah: 90
“Hai orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji, perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
B. Hadist Nabi SAW
a. “...Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram,” (HR Tirmidzi dari’Amr bin ‘Auf).
b. “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain,” (HR. Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri).
c. Nabi s.a.w. melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli gharar, (HR. Khomsah dari Abu Hurairah).
d. “Barang siapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.” (Hadis Nabi riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah)
C. Kaidah Fikih
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.”
2. Yang Tidak Membolehkan
Terdapat beberapa ulama yang melarang sistem ini dengan alasan-alasan tertentu. Diantara alasan pelarangan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengandung riba, yaitu riba Fadhl dan Nasi’ah.
Dalam bisnis MLM, riba Fadhl yang dimaksud adalah membayar dengan sejumlah uang kecil untuk mendapatkan jumlah yang besar. Adapun riba Nasi’ah dalam konteks ini adalah adanya proses menjual uang untuk uang dengan diferensiasi dan penundaan.
Alasan ini berdasarkan dalil:
“... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S al-Baqarah: 275)
2) Adanya gharar (ketidakjelasan).
Adanya spekulasi atau untung-untungan terkait merekrut anggota baru ini, menjadikan sistem MLM ini termasuk gharar. Sedangkan dalam hadis “Nabi SAW melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli gharar.” (HR. Khomsah dari Abu Hurairah).
3) Produk yang dijual oleh perusahaan merupakan hanya sebagai kedok saja bukan sebagai tujuan utama memperoleh keuntungan dari penjualan.
4) Adanya Ighra, yaitu daya tarik yang luar biasa yang akan menyebabkan anggotanya lalai dalam melakukan kewajibannya demi memperoleh bonus atau komisi.
5) Terdapat suatu kebatilan yaitu memakan harta orang lain, karena realitanya yang mendapat banyak keuntungan adalah perusahaan.
Hal ini berdasarkan pada dalil:
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela di antaramu...” (Q.S an-Nisa: 29)
6) Terdapat unsur penipuan, yang mana masyarakat mengira bahwa dengan bergabungnya menjadi anggota akan menghasilkan keuntungan yang besar.
Mayoritas yang menolak keabsahan sistem pemasaran MLM ini adalah ulama-ulama yang berasal dari Timur Tengah. Fatwa dan ulama kontemporer yang mengharamkan MLM ini adalah:
1) Fatwa Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Penerbitan Fatwa Arab Saudi;
2) Fatwa Akademi Fiqh Sudan;
3) Fatwa Dr. Youssef Al-Shubaily;
4) Fatwa Dr. Sami Al-Swailem, anggota Dewan Syariah Perusahaan Al-Rajhi;
5) Fatwa Dar al-Iftaa Palestina;
6) Fatwa Dr. Abdullah Al-Tayyar;
7) Fatwa Dr. Ahmed Al-Hajji Al-Kurdi;
8) Fatwa Dr. Hussein Shehata;
9) Fatwa oleh Syekh Muhammad Saleh Al-Munajjed, Dr. Ahmed Al-Sahli, Dr. Ibrahim Al[1]Dhirir, Dr. Abdul Hai Yusuf, Syekh Yahya Al-Zahrani;
10) Fatwa Syekh Mahmoud Akam;
11) Fatwa Dr. Saud Al-Fanisan, Dekan Sekolah Tinggi Syariah Universitas Imam;
12) Fatwa Komite Iftaa Yordania;
13) Fatwa mantan Mufti Yordania.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.