Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Pentingnya Peran Pengalaman Awal dalam Pembentukan Kepribadian Remaja

Edukasi | 2023-06-08 11:52:12

Sigmund Freud adalah seorang pendiri aliran psikoanalisis yang banyak berkontribusi dalam memahami pikiran dan alam bawah sadar manusia. Freud lahir pada 6 Mei 1856 pada Freiberg, Moviara yang kini sudah menjadi republik Ceko, ia pernah menjalankan pendidikan Studi kedokteran di Universitas Wina, Austria pada tahun 1873-1881 dan menjadi spesialis dalam bidang neurologi dan psikiatri. Freud mendapat julukan bapak pendiri psikoanalisis karena sumbangannya yang begitu besar dalam bidang psikoanalisis. Ia meninggal pada tanggal 23 September 1939 (Ernest Jones & Kardono, 2015).

Teori psikoanalisis adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini. Pemahanan Freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas tentang beragam literatur ilmu pengetahuan dan kemanusiaan (Ernest Jones & Kardono, 2015). Pengalaman-pengalaman ini menyediakan data yang mendasar bagi evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti mengikuti observasi dan konsepnya tentang kepribadian terus mengalami revisi selama 50 tahun terakhir hidupnya.

Pendekatan psikoanalisis, yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam pemahaman kita tentang perilaku manusia dan pembentukan kepribadian (Wittels, 2013). Salah satu aspek yang menjadi fokus utama dalam psikoanalisis adalah penekanan pada peran pengalaman awal dalam perkembangan individu. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi bagaimana psikoanalisis memandang pentingnya pengalaman awal dan bagaimana pengaruhnya dapat membentuk kepribadian seseorang.

Menurut Freud, pengalaman awal dalam kehidupan, terutama masa kanak-kanak, memiliki dampak yang kuat dalam membentuk pola pikir, emosi, dan perilaku individu di masa dewasa. Freud mengidentifikasi periode penting dalam perkembangan psikoseksual yang meliputi tahap oral, anal, falik, laten, dan genital (Wittels, 2013). Setiap tahap ini dianggap krusial dalam membentuk kehidupan psikoseksual dan kepribadian individu. Tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual menurut teori Freud memberikan pemahaman yang menarik tentang bagaimana individu berkembang secara psikologis dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Menurut Freud, ada lima tahap utama dalam perkembangan ini, yaitu tahap oral, anal, falik, laten, dan genital.

1. Tahap pertama adalah tahap oral, yang terjadi pada usia 0-1 tahun. Pada tahap ini, bayi mengalami kepuasan melalui memasukkan benda-benda ke dalam mulut. Jika kebutuhan bayi tidak terpenuhi, misalnya dalam hal pemberian makanan atau perhatian yang kurang, ia dapat mengembangkan kebiasaan oral seperti menggigit kuku atau merokok di masa dewasa.

2. Tahap kedua adalah tahap anal, yang berlangsung sekitar usia 1-3 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai mengendalikan fungsi buang air besar dan buang air kecil. Konflik yang muncul dalam tahap ini adalah tentang kontrol dan kemandirian. Jika orang tua terlalu keras atau terlalu longgar dalam melatih anak dalam mengendalikan kebutuhan fisiologis mereka, anak dapat mengalami masalah seperti kekakuan atau kecerobohan di kemudian hari.

3. Tahap ketiga adalah tahap falik, yang terjadi pada usia 3-6 tahun. Pada tahap ini, fokus utama anak adalah pada organ genital mereka. Ada konflik internal yang disebut kompleks Oedipus pada anak laki-laki, di mana mereka merasa tertarik pada ibu dan bersaing dengan ayah. Pada anak perempuan, terdapat kompleks Elektra di mana mereka mengalami konflik serupa dengan fokus pada hubungan dengan ayah. Tahap ini penting dalam membentuk identitas gender dan hubungan interpersonal di kemudian hari.

4. Tahap keempat adalah tahap laten, yang terjadi pada usia 6-12 tahun. Pada tahap ini, anak-anak cenderung fokus pada kegiatan sekolah dan hubungan sosial dengan teman sebaya. Konflik di tahap ini lebih terkait dengan kebutuhan sosial dan penerimaan oleh teman-teman sebaya.

5. Tahap terakhir adalah tahap genital, yang dimulai pada masa pubertas dan berlanjut ke dewasa. Pada tahap ini, individu mengalami ketertarikan seksual pada lawan jenis dan berfokus pada hubungan intim dan pemenuhan kebutuhan seksual yang sehat.

Selain itu, Freud juga memperhatikan hubungan antara anak dengan orang tua, terutama dengan figur ayah dan ibu. Konsep Oedipus kompleks dan Elektra kompleks, yang melibatkan perasaan cinta atau hasrat seksual anak terhadap orang tua yang sesuai jenis kelaminnya, merupakan bagian penting dari teori Freud. Bagaimana anak mengalami dan menyelesaikan kompleks ini dapat mempengaruhi bagaimana mereka membentuk hubungan dan memandang diri mereka sendiri serta orang lain di masa dewasa (Wittels, 2013).

Pendekatan psikoanalisis mengajarkan bahwa pengalaman-pengalaman ini, baik yang menyenangkan maupun yang traumatis, terkubur dalam bawah sadar individu (Wittels, 2013). Freud percaya bahwa pemahaman dan pengungkapan pengalaman-pengalaman ini melalui terapi dapat membantu individu dalam pengembangan diri, pengelolaan emosi, dan pemecahan masalah (Wittels, 2013). Meskipun kontroversial dan memiliki kritik, pendekatan psikoanalisis dan penekanannya pada peran pengalaman awal dalam perkembangan individu memberikan wawasan yang berharga tentang kompleksitas manusia. Hal ini juga mengingatkan kita untuk memperhatikan pengalaman dan hubungan yang kita hadapi sejak masa kanak-kanak, serta mengenali bagaimana pengaruhnya mungkin berlanjut hingga masa dewasa.

Freud mengidentifikasi tiga komponen utama dalam struktur kepribadian, yaitu id, ego, dan superego. Id mewakili kebutuhan dasar dan naluri manusia yang tidak terkontrol, sedangkan superego mewakili aturan moral dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh masyarakat (Kenny, 2016). Ego berfungsi sebagai mediator antara id dan superego, mencoba menemukan keseimbangan yang memadai dalam memenuhi kebutuhan individu. Menurut Freud, masa kanak-kanak awal, terutama antara usia 0 hingga 5 tahun, merupakan periode yang sangat penting dalam membentuk struktur kepribadian. Pada tahap ini, anak mengalami konflik-konflik psikoseksual, seperti konflik oral, anal, dan falik. Cara anak mengatasi dan menyelesaikan konflik ini akan membentuk pola perilaku yang mendasar, kepercayaan diri, kontrol diri, dan cara berinteraksi dengan dunia di sekitarnya (Kenny, 2016).

Dalam teori Freud, pengalaman masa kanak-kanak awal dengan ibu dan lingkungan sekitarnya memiliki peran sentral dalam membentuk struktur kepribadian. Hubungan anak dengan ibu, atau figur pengasuh utama, membentuk dasar bagi pembentukan rasa aman, kepercayaan, dan kemampuan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain (Kenny, 2016). Ketika kebutuhan dasar anak terpenuhi dengan baik dan ada hubungan yang penuh kasih sayang dengan ibu, anak dapat mengembangkan ego yang kuat dan melewati tahapan perkembangan dengan baik.

Peran awal hubungan anak dan ibu dalam perkembangan individu telah menjadi fokus utama dalam teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Pentingnya hubungan anak dan ibu pada masa awal perkembangan individu menurut teori Freud adalah untuk membentuk dasar-dasar perkembangan psikologis yang kuat (Syawal Syahrul Helaluddin, n.d.). Interaksi yang hangat, penuh perhatian, dan kasih sayang antara ibu dan anak dapat membantu anak mengembangkan rasa aman, keterampilan sosial, dan kepercayaan diri yang sehat. Namun, konflik atau pengalaman yang traumatis dalam hubungan tersebut dapat berdampak negatif pada perkembangan individu, yang mungkin memunculkan masalah psikologis di kemudian hari.

Freud menyatakan bahwa pengalaman traumatis pada masa kanak-kanak memiliki dampak besar pada perkembangan individu di masa dewasa. Trauma terjadi ketika seseorang mengalami peristiwa yang terlalu sulit untuk diatasi secara emosional, baik itu fisik, pelecehan, atau konflik hubungan dengan orang lain. Freud mengidentifikasi dua jenis reaksi terhadap trauma, yaitu reaksi akut yang terjadi segera setelah trauma dan reaksi tertunda yang muncul kemudian. Reaksi tertunda ini dapat menyebabkan gejala seperti kecemasan, depresi, atau gangguan kepribadian. Konflik atau masalah yang tidak terselesaikan pada tahapan perkembangan psikoseksual menurut teori Freud dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional di masa depan.

Misalnya, jika individu mengalami gangguan pada tahap oral, seperti pengalaman kekurangan perhatian dan kasih sayang selama masa bayi, mereka mungkin mengembangkan kecenderungan untuk menggantikan kebutuhan oral mereka dengan kebiasaan seperti menggigit kuku atau merokok pada masa dewasa. Gangguan pada tahap anal, yang melibatkan konflik seputar kontrol diri dan kebersihan, dapat bepengaruh pada perilaku obsesif atau keteraturan yang berlebihan (Hall et al., 1995). Pada tahap falik, gangguan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan kecemasan seksual yang berlebihan atau konflik identitas gender. Jika individu tidak dapat menyelesaikan konflik-konflik ini dengan cara yang sehat, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang intim atau mengembangkan rasa diri yang stabil.

Dampak penolakan atau kekurangan perawatan terhadap pembentukan kepribadian menjadi perhatian utama dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Freud, pengalaman awal dalam hubungan anak dan orang tua, terutama ibu, berperan penting dalam membentuk kepribadian individu. Ketika seorang anak mengalami penolakan atau kekurangan perawatan yang memadai, dampaknya dapat signifikan dalam perkembangan psikologis (Hall et al., 1995). Dalam teori Freud, dampak penolakan atau kekurangan perawatan dapat membentuk pola perilaku yang tidak sehat, seperti kecenderungan untuk mencari pengakuan atau perhatian melalui perilaku eksternal, kesulitan dalam membina hubungan yang intim, atau masalah dalam mengendalikan emosi. Pentingnya perawatan yang hangat, responsif, dan penuh kasih sayang dalam tahap awal perkembangan menjadi kunci dalam membantu individu membentuk kepribadian yang sehat dan berfungsi dengan baik.

Terapi psikoanalisis adalah metode populer dalam upaya ini yang melibatkan interaksi individu dengan seorang psikoanalis. Dalam sesi terapi, individu diajak untuk berbicara bebas tentang pikiran, perasaan, dan pengalaman masa lalu mereka (Iman Setiadi Arif, 2006). Psikoanalis menganalisis konten yang disampaikan untuk mengungkap konflik tersembunyi dan penyebab masalah psikologis. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang pengalaman awal, individu dapat menghadapinya dan mencari cara baru untuk beradaptasi secara sehat. Selain terapi psikoanalisis, teknik lain seperti regresi dan terapi kelompok juga digunakan untuk mengakses ingatan masa lalu dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Pemahaman tentang pengaruh pengalaman awal dalam pembentukan kepribadian memberikan wawasan penting dalam memahami perilaku manusia. Pengalaman masa kanak-kanak, hubungan orang tua, dan penanganan trauma memainkan peran sentral dalam perkembangan psikologis individu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image