
Seni Menata Kehidupan Demi Mencapai Kebahagiaan
Eduaksi | Wednesday, 07 Jun 2023, 19:57 WIB
Entah kenapa manusia selalu merasa ada sesuatu yang hilang sehingga selalu mencari sesuatu keluar tetapi lupa melihat kedalam. Namun, nyatanya bahagia yang sesungguhnya itu ada dalam diri kita dan dengan menemukan jati diri yang sebenarnya maka kedamaian batin baru akan membuat kita mendapatkan kebahagiaan sejatinya. Buku yang berjudul The Wisdom of Life penulisnya seorang filsuf Jerman Arthur Schopenhauer yang lahir pada tahun 1788. Karya utama yang merepresentatifkan pemikiran filosofinya pada usia 31 tahun adalah buku The World as Will and Representation namun karena buku ini terlalu abstrak pemikirannya, sempat tidak dipahami oleh sebagian besar orang. Hingga usia 63 tahun bukunya yang berjudul Parerga and Paralipomena diterbitkan dan mulai dikenal luas yang berintikan ulasannya mengenai apa dan bagaimana kearifan hidup itu sebenarnya, yang ia artikan sebagai seni menata hidup demi meraih kebahagiaan.
Pandangan atau kebahagiaan hidup dalam buku ini adalah bahagia ada di dalam diri kita. Terkadang kita merasa hampa dan bosan sesaat, mengapa masyarakat kontemporer begitu mudah merasa tersesat dan bingung? mengapa kenikmatan indrawi itu tidak bisa mengusir perasaan hampa seseorang? The Wisdom of Life berintikan ulasan atau mengenai apa dan bagaimana kehidupan itu sebenarnya, yang diartikan sebagai seni menata hidup demi meraih kebahagiaan. Menilik uraiannya manusia dibagi menjadi tiga kategori keberkahan hidup Aristoteles yaitu keberkahan yang datang dari luar, keberkahan rohani dan keberkahan jasmani yang semuanya tersebar dari setiap pengalaman manusia. Kepemilikan manusia yaitu properti dan segala macam barang, dimana derajat manusia yang ia sebut ditentukan melalui cara pandang seseorang atas orang lain. Sama seperti Budha, ajaran yang menginspirasi filsafat Arthur, kebahagiaan tidak datang dari mana-mana selain dimulai dari diri manusia itu sendiri.
Mengetahui hakikat manusia sesungguhnya adalah kunci kebahagiaan dan semua usaha manusia dalam meraih kebahagiaan mesti diarahkan khusus ke dalam inti hakikatnya, gagasan Arthur serupa dengan ajaran Sang Buddha yang memandang hidup penuh derita dan ketidakpuasan yang asal-usulnya terletak dalam hasrat dan keinginan sehingga penderitaan dapat dihentikan dengan memutus rantai kehendak, ketika kita mendapatkan sesuatu yang kita inginkan kita akan merasakan senang karenanya, rasa senang ini kemudian dimaknai sebagai kebahagiaan namun menurut Arthur kebahagiaan yang dicapai dari terpenuhinya suatu kehendak bukanlah kebahagiaan hakiki karena kehendak manusia tidak pernah berhenti.
Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang datang dari luar yang membutuhkan rangsangan seperti terpenuhinya keinginan, kebahagiaan bukan sesuatu yang bersifat positif. Kebahagiaan adalah terhentinya penderitaan dan cikal dari penderitaan adalah kehendak. Jadi menurutnya kebahagiaan tidaklah ada, yang ada hanyalah berhentinya penderitaan. Menurut Arthur kehendak adalah sebuah dorongan buta yang tidak pernah mendapatkan kepuasan, ia selalu berusaha namun tidak pernah menghasilkan apa-apa. Oleh sebab itu menurut Schopenhauer kehidupan yang notabene di dalamnya riuh dengan berbagai kendala adalah sebuah penderitaan dan satu-satunya untuk menghentikan penderitaan adalah berhenti hidup. Jika begitu apakah mengakhiri hidup dapat menghentikan penderitaan? sayangnya mengakhiri Hidup adalah sebuah perbuatan yang dihasilkan oleh kehendak, yakni kehendak untuk menghentikan penderitaan. Jadi jika kita mengakhiri hidup maka kita telah sukses menuruti kehendak, artinya kita mati dalam keadaan tidak melepaskan penderitaan namun dalam keadaan menderita. Karena kehendak atau kita menyebutkan nafsu adalah penderitaan atau penyakit maka ia harus diobati dengan cara menahan atau meminimalisir nafsu dan kehendak itu.
Arthur punya alasan sendiri dengan pandangannya dari sudut pandang pesimisnis Arthur memang sepertinya mencerminkan kenyataan. Dunia ini penuh dengan penderitaan jika tidak hati-hati akan dihantam oleh takdir yang kejam. Semua fenomena di alam semesta berada dalam hubungan timbal balik antara kehidupan dan kematian, tidak ada keberadaan yang tetap selama periode ini. Oleh karena itu, setiap fenomena bersifat tidak kekal terwujud sebagai kehidupan dan kematian sesaat. Inilah yang dikatakan dalam 11 makna dharma Buddha yaitu makna ketidakkekalan dan makna pemusnahan sesat seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia, lahir, tua, sakit dan mati. Ini semua adalah ketidakkekalan dan ketidak keberuntungan yang tertahankan dalam kehidupan manusia, setelah seseorang memiliki uang dan terhindar dari kemiskinan pengejaran atau keinginan status mungkin menjadi tujuan lain baginya.
Namun, pada kenyataannya tidak semua orang dapat memiliki status yang diakui oleh masyarakat. Jika tidak, status tersebut akan kehilangan karakteristiknya, jika murni hanya mempertimbangkan proses mengejar status, seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu dia harus terlebih dahulu kehilangan sesuatu. Untuk mengejar status, seseorang harus belajar merendahkan diri terlebih dahulu jika ingin memakai mahkota anda harus menanggung beban tanggung jawab yang menyertainya. Status juga merupakan beban hidup yang besar seperti yang dikatakan Arthur “mengukur kebahagiaan seseorang hanya melihat apa yang dia miliki tanpa memperhitungkan apa yang ingin dia dapatkan” hal ini seperti menghitung pecahan hanya dengan pembilang tetapi tidak ada penyebutnya yang valid.
Mendalami konsep penderitaan, Arthur adalah suatu bentuk cara pandang untuk memahami eksistensi manusia dan realitas yang dialami yang bertujuan untuk melihat kehidupan dengan sadar dan bijak. Arthur juga dengan gamblang mengibaratkan waktu kehidupan dengan piringan yang berputar, semakin jauh titik dari titik pusat semakin cepat putarannya. Waktu orang tua bergulir lebih cepat dan selalu terlalu singkat jadi mereka cenderung lebih sabar dan memiliki suasana pikiran yang lebih damai. Arthur hidup menyendiri sepanjang hidupnya yang menemaninya hanyalah seekor poodle. Mungkin di mata orang luar dia adalah orang tua yang kesepian dan eksentrik namun hati Arthur damai karena bahagia ada di dalam diri sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.