Melihat Masalah Transportasi Umum Surabaya: Mengapa Perbaikan Diperlukan
Lainnnya | 2023-06-06 16:22:16Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, sudah seharusnya Kota Surabaya memiliki transportasi umum yang memadai. Namun sayang sekali, ibu kota Jawa Timur ini belum memiliki transportasi umum yang bisa dikatakan baik. Faktanya, masih banyak hal yang perlu dibereskan oleh Pemerintah Kota Surabaya soal transportasi umum.
Tidak sedikit penduduk Surabaya yang merasa terhambat oleh keterbatasan transportasi umum yang ada di kota ini. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang enggan menggunakan transportasi umum karena alasan kecepatan dan kenyamanan, sementara pemerintah baru-baru ini menyuarakan Gerakan Nasional Kembali Ke Angkutan Umum (GNKAU). Meskipun Pemerintah Kota Surabaya maupun Kementrian Perhubungan telah menyediakan transportasi massal berbasis jalan berupa bus modern dengan sistem buy the service (BTS), yaitu Suroboyo Bus (SB) dan Trans Semanggi Suroboyo (TSS), antusiasme masyarakat untuk menggunakan kedua bus tersebut untuk bepergian masih rendah. Ini disebabkan karena rutenya yang masih belum menjangkau seluruh Kota Surabaya, lokasi halte yang kurang strategis, pembayaran yang tidak terintegrasi antar operator, hingga kondisi halte dan trotoar yang buruk di beberapa titik.
Kehadiran kedua bus BTS tersebut merupakan terobosan yang bagus bagi warga Kota Surabaya untuk memperoleh fasilitas transportasi umum yang nyaman, namun sayangnya rute yang dioperasikan hanya sedikit. Hingga saat ini, Suroboyo Bus hanya memiliki dua rute, yakni Joyoboyo - Tambak Osowilangun dan Purabaya - Rajawali, sementara Trans Semanggi Suroboyo memiliki rute Lidah Wetan - Kejawan Putih Tambak dan Gunung Anyar - ITS - Kenpark, yang sebelumnya merupakan rute dari Suroboyo Bus dengan sedikit perpanjangan. Rute - rute bus tersebut tidak ada yang menjangkau area - area vital seperti Stasiun Gubeng, Stasiun Wonokromo, Stasiun Pasar Turi, bahkan Pelabuhan Tanjung Perak. Selain itu, beberapa jalanan berukuran lebar seperti Jl. Diponegoro dan Jl. Raya Manyar juga tidak ada yang dilewati oleh kedua bus tersebut, padahal jika dilihat dari ukuran jalannya sangat memungkinkan untuk dilewati bus kota berukuran besar. Ini membuktikan bahwa transportasi bus BTS belum menjangkau seluruh Kota Surabaya, sehingga masih banyak masyarakat yang bergantung pada kendaraan pribadi.
Waktu tempuh dan waktu tunggu juga merupakan salah satu penyebab transportasi umum di Surabaya masih jarang dilirik oleh masyarakat. Lamanya waktu tunggu dan waktu tempuh tentu membuat masyarakat kesulitan untuk mencapai tujuan tepat waktu. Bayangkan saja, rute SB yaitu Joyoboyo - Tambak Osowilangun sejauh 18 km hanya dilewati oleh lima bus. Sediktinya jumlah bus yang mnejalani rute ini menyebabkan penumpang harus menunggu bus dengan waktu yang sangat lama. Terlebih lagi, terdapat halte yang hanya terdapat tiang bertuliskan "bus stop" tanpa peneduh dan tanpa tempat duduk. Sudah menunggu lama, fasilitas tempat menunggu juga tidak nyaman. Tak hanya pada rute tersebut, di lokasi lain juga banyak ditemukan halte tanpa peneduh, infografis rute, maupun tempat duduk. Halte - halte tersebut dapat ditemui di Jl. Dr. Ir. Soekarno (MERR), Manyar Kertoarjo, Dharmawangsa, bahkan Urip Sumoharjo.
Tak hanya itu, tidak adanya integrasi tarif antar operator juga menyebabkan tarif naik angkutan umum menjadi tidak murah, padahal untuk menarik masyarakat agar mau menaiki transportasi umum. Sebagai contoh, ketika kita hendak bepergian dari Tunjungan menuju Balai Kota maka opsi transportasinya yaitu meniaki SB rute Purabaya - Rajawali menuju Halte Simpang Dukuh dan transit ke TSS rute Lidah Wetan - Kejawan Putih Tambak untuk menuju ke Balai Kota. Ketika berpindah bus dengan operator yang berbeda, maka penumpang harus membayar lagi. Untuk nominal tarif TSS yaitu Rp. 6.200 dan tidak ada tarif khusus mahasiswa, namun gratis untuk pelajar dan lansia. Sementara tarif SB yaitu Rp. 5000 dan Rp. 2.500 untuk pelajar dan mahasiswa. Dapat disimpulkan bahwa untuk penumpang umum (bukan pelajar/mahasiswa) perlu membayar sebanyak Rp. 11.200 untuk menempuh perjalanan dari Tunjungan menuju Balai Kota sejauh hanya 1,8 km. Tarif ini tidak jauh berbeda dari tarif ojek daring. Andaikata integrasi tarif antar operator dilakukan, maka masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya lebih banyak hanya untuk rute berjarak dekat.
Lalu apakah secara keseluruhan sistem transportasi Surabaya buruk? Tentu saja tidak. Baru-baru ini Pemerintah Kota Surabaya meluncurkan angkutan feeder (pengumpan) bernama Wira Wiri Suroboyo. Angkutan feeder ini bertujuan untuk melayani penumpang yang berada di jalan-jalan sempit dan menghubungkannya menuju rute utama. Adanya angkutan feeder ini menandakan bahwa transportasi umum Surabaya terus melakukan perbaikan.
Oleh karena itu, untuk menjadikan Surabaya menjadi kota dengan transportasi umum yang baik perlu dukungan serius dari pemerintah. Tak hanya pemerintah, masyarakat juga mempunyai andil dalam pengembangan transportasi umum. Masyarakat harus aktif dalam hal memberikan masukan dan saran kepada pemerintah mengenai sistem transportasi umum yang ada di kotanya. Tak hanya itu, masyarakat juga diwajibkan untuk merawat transportasi umum yang sudah ada, dengan cara seperti tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan vandalisme terhadap sarana transportasi umum. Semoga permasalahan transportasi umum di Surabaya dapat segera teratasi dan Surabaya bisa memiliki sistem transportasi umum yang memadai.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.