Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Antara Ada dan Tiada: Dilema Eksistensi Honorer oleh Pemerintah

Lainnnya | Monday, 05 Jun 2023, 23:16 WIB
Sumber: spn.or.id
Sumber: spn.or.id

Banyaknya fungsi pemerintahan yang perlu dijalankan oleh ASN menyebabkan timbulnya kebutuhan pegawai yang sangat banyak pada setiap instansi di Indonesia. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah kemudian merekrut tenaga honorer sebagai pegawai yang membantu Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Tenaga honorer diadakan oleh pemerintah dengan berlandaskan pada UU ketenagakerjaan atau Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan menjelaskan bahwa pembiayaan tenaga honorer berasal dari APBN atau APBD.

Kemudian pada tahun 2014, Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa ASN hanya terdiri Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja dan Pegawai Negeri Sipil dan. Adanya UU ASN tersebut menjadi ancaman untuk posisi tenaga honorer pada sistem kepegawaian yang menjadikan pemerintah kemudian merencanakan memberhentikan perekrutan tenaga honorer di dalam pemerintahan. Sementara pekerjaan yang dilakukan pada dasarnya sama dengan PNS pada umumnya, tenaga honorer muncul sebagai paradigma baru di instansi pemerintah menggantikan PNS. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa pegawai Non PNS (Honorer) jauh lebih kecil kemungkinannya untuk memegang posisi struktural penting di instansi. Karena sifatnya hanya memberikan bantuan kepada orang-orang yang diberi penugasan langsung oleh atasan dan direktur unit-unit kerja.

Hingga sekarang, permasalahan tenaga honorer dalam lingkup pemerintahan seolah belum menemukan titik kejelasan. Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, relasi kerja yang jelas tercantum pada UU itu hanya dua jenis yaitu PNS dan PPPK. Sedangkan untuk tenaga honorer tidak diatur sehingga keberadaan honorer masih menggantung. Tenaga honorer selama ini sering menimbulkan teka-teki kebijakan. Dari sisi peraturan, terlihat jelas bahwa pegawai honorer tidak lagi menjadi bagian dari program ketenagakerjaan pemerintah. Namun, karena kebutuhan organisasi untuk menutup tanggung jawab yang tidak dapat sepenuhnya dilakukan oleh ASN, sebagian besar instansi, terutama yang berada di daerah, tetap membuka kontrak untuk mempekerjakan tenaga honorer (Tamsir, 2022).

Dilema Pemerintah Mengenai Eksistensi Honorer

Pemerintah Indonesia telah lama berupaya untuk mengurangi jumlah tenaga honorer di sektor publik dan menggantinya dengan tenaga kerja yang terampil dan professional. Salah satu alasan utama adalah karena banyak tenaga honorer yang bekerja di sektor publik mengalami ketidakadilan dan eksploitasi, seperti tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, seperti hak atas upah yang layak, jaminan sosial, dan jaminan kesehatan. Namun, penghapusan tenaga honorer secara tiba-tiba tanpa memberikan alternatif yang memadai dapat menimbulkan banyak masalah, seperti pengangguran, kesulitan ekonomi, dan kecemasan di tengah pandemi COVID-19 yang baru saja mereda. Sehingga pada awal tahun 2023, pemerintah melalui imbauan presiden berusaha agar penyelesaian permasalahn honorer ini tidak merugikan kedua belah pihak yaitu pemerintah dan tenaga honorer itu sendiri (Fahreza, 2023). Imbauan itu juga didukung dengan pernyataan Menteri Abdullah Azwar Anas yang berusaha membatalkan penghapusan tenaga honorer dalam instansi pemerintahan (Fahreza, 2023).

Selain untuk menghindari merugikan salah satu pihak, Menteri Abdullah Azwar Anas memaparkan peran tenaga honorer yang signifikan terhadap pelayanan publik (Irfan, 2023). Tenaga honorer memiliki peran yang penting dalam operasional pemerintahan karena mereka dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan publik dengan memberikan dukungan pada tugas-tugas administratif dan operasional di berbagai instansi pemerintah. Selain itu, dengan jumlah pegawai negeri sipil yang terbatas, tenaga honorer dapat menjadi solusi alternatif untuk mengisi kekosongan jabatan di sektor publik, terutama pada tingkat yang lebih rendah atau pada jabatan-jabatan yang tidak memerlukan kualifikasi khusus atau pengalaman kerja yang banyak. Dengan demikian, peran tenaga honorer tidak bisa dikesampingkan secara mutlak, karena perannya yang memberikan kontribusi nyata pada birokrasi.

Jalan Tengah Penyelesaian Permasalahan Honorer

Dalam menyelesaikan permasalahan ini, menurut penulis penting bagi pemerintah untuk melakukan Konversi status tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang PPPK. Dalam hal ini, pemerintah dapat memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada tenaga honorer yang memenuhi syarat sehingga mereka dapat diangkat sebagai PPPK. Selain itu, Pemerintah juga perlu mengeluarkan regulasi yang jelas mengenai status dan hak-hak tenaga honorer dalam undang-undang yang mengatur kepegawaian. Regulasi ini harus memastikan perlindungan hak-hak tenaga honorer, termasuk upah yang layak, jaminan sosial, dan jaminan kesehatan. Hal ini akan memberikan kepastian hukum bagi tenaga honorer dan menghindari eksploitasi yang sering terjadi.

Referensi

Fahreza, F. C. D. (2023). Alhamdulillah, MenPAN RB Beri Opsi HONORER 2023 Bisa Diangkat Jadi ASN, Asalkan Tidak Ada Faktor Ini. Klik Pendidikan. https://www.klikpendidikan.id/news/3587892160/alhamdulillah-menpan-rb-beri-opsihonorer-2023-bisa-diangkat-jadi-asn-asalkan-tidak-ada-faktor-ini

Irfan, A. (2023). 3 Faktor Honorer Bernafas Lega Tidak Dihapuskan Tahun 2023, Menteri PANRB Sebutkan pentingnya Tenaga Non ASN. Klik Pendidikan. https://www.klikpendidikan.id/news/3587879338/3-faktor-honorer-bernafas-legatidak-dihapuskan-tahun-2023-menteri-panrb-sebutkan-pentingnya-tenaga-non-asn

Tamsir, F. A. (2022). Opsi Jalan Tengah Penghapusan Tenaga Honorer. LAN RI. https://lan.go.id/?p=10114

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image