Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Safira

Apakah Kenaikan PPN Memulihkan Ekonomi ?

Edukasi | Monday, 05 Jun 2023, 15:28 WIB
sumber :plannerstaxuae.com

Pajak merupakan hal yang sangat penting bagi suatu negara. Ibaratnya pajak merupakan tulang punggung untuk bisa membiayai pembangunan suatu negara agar bisa menjadi lebih maju dan berkembang. Penerimaan negara yang kuat tentu juga berdampak pada APBN yang sehat. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat merupakan kata – kata yang pas untuk menggambarkan pajak. Menurut Organization of Economic Co-Operation And Development (OECD), rasio pajak kita masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara negara lain, yaitu hanya sekitar 9,11 persen PDB berbeda jauh dengan negara negara berkembang lain yang rata rata mencapai 27,8 persen, salah satu penyebab dari rendahnya rasio pajak kita adalah kepatuhan yang buruk, insentif dan pengurangan pajak yang meluas, serta minimnya orang yang membayar pajak pribadi (PPh Pribadi).

Salah satu jenis pajak yang saat ini menjadi topik pembicaraan di semua kalangan adalah pajak pertambahan nilai atau yang biasa kita sebut PPN. Topik ini mencuat ke publik karena dalam rancangan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada pasal 7 disebutkan bahwa tarif PPN akan mengalami kenaikan. Dari yang awalnya 10 persen kini menjadi 11 persen per 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025. Tentu saja hal tersebut membuat masyarakat terbagi menjadi dua golongan yaitu pro dan kontra atas berita akan naiknya pajak pertambahan nilai atau PPN.

Menurut sukardji (2009), pajak konsumsi adalah pajak yang dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi. Di banyak negara PPN dijadikan sebagai salah satu pilihan pajak karena memiliki karakterisitik positif, seperti : 1) Pajak atas konsumsi, 2) Pajak tidak langsung, 3) Netral, 4) Non cumulative (terra,1988).

Saat terjadi pandemi, realisasi APBN Indonesia mengalami defisit sebesar 947,6 trilliun lebih dari 6 persen PDB Indonesia. Selama masa pandemic banyak re-strukturisasi anggaran terjadi demi menyelamatkan kepentingan bersama. Di tahun 2020, rasio pajak kita berada di angka 8,33 persen dan mengalami kenaikan pada 2021 menjadi 9,11 persen. Hal ini membuktikan bahwa terjadi kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat di tengah krisis. Maka dari itu pemerintah berharap agar kenaikan ini terus berlanjut dengan mengimpletasikan UU Harmonisasi Peraturan Pajak atau HPP.

Pengimplementasian UU Harmonisasi Peraturan Pajak ini tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi kita yang semakin baik. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 ini saja diproyeksikan sebesar 4,8 hingga 5,5 persen sangat meningkat bila dibandingkan pada kondisi di tahun 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen. Kondisi inilah yang membuat pemerintah tergerak untuk melakukan kebijakan fiskal dengan meningkatkan penerimaan pajak.

Kenaikan tarif pajak tidak serta merta dikenakan pada seluruh barang dan jasa, terdapat beberapa hal yang diberikan fasilitas bebas PPN antara lain barang kebutuhan pokok, jasa Kesehatan, jasa pendidikam, jasa sosial, dan lain lain.

Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah kenaikan pajak merupakan bentuk penyesuaian optimalisasi penerimaan pajak untuk meningkatkan rasio pajak agar tercapai fondasi perpajakan yang kuat. Pemerintah dalam menaikkan pajak juga memilih momentum yang tepat, yakni ketika roda perkonomian membaik atau mengalami kenaikan setelah sebelumnya sempat menurun. Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan berbagai dukungan untuk masyarakat ekonomi rentan dan UMKM. Dalam pengimpletasian UU HPP ini pemerintah diharapkan tetap mempertahankan atau bahkan memperbaiki fasilitas yang ada jangan sampai lalai atau bahkan melupakan masyakarat dengan ekonomi rentan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image