Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Panjat Sosial

Gaya Hidup | Sunday, 04 Jun 2023, 20:14 WIB
Camat Cikalongwetan Kab. Bandung Barat. (istimewa)

Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)

Dalam beberapa minggu ini, pada berbagai media ramai diberitakan tentang seorang anak sekolah jenjang SMA yang marah-marah karena tidak terima dibelikan motor matic oleh ayahnya. Padahal, keinginannya dibelikan motor jenis trail. Dalam tayangan, diperlihatkan bagaimana Sang anak merusak motor matic yang dihadiahkan Sang ayah untuk anaknya. Setelah ditelisik, ternyata tayangan itu bukanlah kejadian sebenarnya. Menurut pengakuan pembuatnya, tayangan itu merupakan produk film pendek yang disiapkan oleh pemiliki showroom motor sebagai bagian dari promosinya. Fenomena menambah daftar panjang orang-orang yang pansos (panjat sosial) memalui kanal media sosial. Sebelumnya, masih dalam kanal media sosial diungkapkan seorang siswa yang hampir pingsan karena berjalan sejauh belasan kilo meter dari sekolah menuju rumah. Setelah ditelusuri, ternyata merupakan tayangan bohong pula.

Kanal media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat kekinian. Dinamika kehidupan keseharian masyarakat sudah tidak bisa terlepas dari pergumulan dengan berbagai kanal media sosial—instagram, whatapps, twitter, tiktok, michat, facebook, dan media sosial lainnya. Kanal media sosial telah menjadi sarana efektif dan efisien bagi setiap orang untuk berkomunikasi dan berburu informasi. Pergumulan mereka dalam kanal media sosial telah menghiasi hari-hari yang dijalani.

Pergumulan mereka melahirkan keberagaman asupan informasi dari berbagai sumber dengan heterogenitas kadar faktual, aktual, dan orisinalitasnya. Karena asupan informasi yang diperoleh tanpa batasan yang jelas, masyarakat pengonsumsinya harus mampu meng-assessment setiap masukan informasi yang singgah. Berbagai informasi dengan nuansa positif dan negatif sangat banyak berseliweran pada kanal media sosial.

Layaknya makanan siap saji, masyarakat diberi pilihan untuk mengonsumsinya. Untuk menetapkan pilihan tersebut, masyarakat harus mampu meng-assessment-nya. Diperlukan kepiawaian masyarakat dalam meng-assessment sehingga informasi yang diendapkan adalah informasi positif, bukanlah informasi negatif—ujaran kebencian, fitnah, radikalisme, perjudian, penipuan, pornogafi, informasi hoax, dan lainnya.

Pada sisi lain, kanal media sosial telah menjadi arena yang cukup efektif bagi setiap orang untuk memuaskan syahwatnya ke-manusia-annya. Salah satu yang dilakukan adalah memuaskan syahwat keterkenalan. Kanal ini telah menjadi sarana untuk melakukan pansos (panjat sosial) dari segelintir orang. Pansos yang menjadi refleksi peng-eksis-an diri di tengah kehidupan masyarakat.

Keinginan setiap orang untuk melakukan pansos, merupakan upaya yang sah-sah saja dilakukan. Namun cara yang ditempuh harus dilandasi oleh kepemilikan dasar yang jelas dan layak dijadikan pijakan. Kenyataan telah memperlihatkan bahwa cara-cara yang dilakukan segelintir orang sangatlah tidak etis, di luar nalar normal. Pansos yang dilakukannya tanpa dasar yang jelas sehingga yang terjadi bukanlah lahirnya kekaguman dari masyarakat, melainkan nyinyiran dan cemoohan semata. Bahkan lebih luas lagi, upaya pansos yang dilakukan berdampak pada kerugian bagi orang lain.

Sesuai dengan fitrah yang dimilikinya, setiap manusia diberi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Fitrah yang paradoks tersebut akan selalu ada pada setiap manusia. Tidak sedikit manusia yang lebih cenderung untuk suntuk bergumul dalam kepemilikan kekurangan, sehingga mereka lupa akan kepemilikan kelebihannya. Kesuntukan akan kepemilikan kekurangan akan berdampak pada ketidakpercayaan diri dalam kehidupan. Kesadaran untuk mengoptimalkan kepemilikan kelebihan inilah yang harus diangkat sehingga menjadi potensi yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh orang banyak.

Berkait dengan kepemilikan kelebihan, ketika hal itu diasah dengan baik atau dikelola dengan optimal akan terbentuk menjadi sebuah kompetensi diri yang sangat bermanfaat bagi dirinya, maupun orang lain. Selanjutnya, kepemilikan kompetensi tersebut harus diupayakan didorong menjadi branding tersendiri, sehingga branding diri tersebut akan melekat kuat.

Kelebihan yang terbentuk menjadi branding diri, merupakan kompetensi diri yang tidak sepatutnya disembunyikan tetapi harus dimaklumatkan kepada banyak orang. Melalui pemaklumatan ini setiap orang akan mengetahui dan memanfaatkan kompetensi yang dimilikinya. Melalui pemaklumatan setiap orang lain akan tahu lebih banyak dan lebih dalam tentang kompetensi yang dimiliki. Kalau mau, pemaklumatan branding diri inilah yang dapat dijadikan pijakan dalam melakukan pansos.

Alhasil, pansos yang dilakukan setiap orang pada berbagai kanal media sosial harus didasari kepemilikan kompetensi sebagai pijakannya, bukan pansos yang didasari pemaksaan diri, apalagi yang didasari kekurangan orang lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image