Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Theresha Roida Nathania Merpaung

Kebaya: Dimana Eksistensi Penggunaannya?

Lainnnya | Friday, 02 Jun 2023, 01:08 WIB
https://images.app.goo.gl/VfeivJS7FucEbPYC6" />
https://images.app.goo.gl/VfeivJS7FucEbPYC6

Kebaya adalah pakaian yang telah ditetapkan sebagai busana nasional perempuan Indonesia dalam lokakarya di Jakarta pada 1978, diikuti oleh perwakilan seluruh provinsi di Indonesia. Pada momen itu, model busana nasional Indonesia adalah kebaya pendek dengan kain batik panjang, dilengkapi dengan selendang, alas kaki, tata rias wajah, dan sanggul. Menurut dari lansiran berita https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190815170518-277-421681/melestarikan-kebaya-sebagai-busana-nasional-indonesia kebaya sebagai busana nasional juga terdapat di dalam Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Djenis-Djenis Pakaian Sipil dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan. Namun sayangnya, kini eksistensi kebaya sebagai busana nasional patut dipertanyakan kembali. Mengapa begitu? Tidak perlu sulit dengan harus membicarakan soal sejarah hingga filosofi, orang berkebaya di kehidupan sehari-hari saja makin jarang ditemui. Eksistensi kebaya bahkan tertinggal jauh dengan tren mode busana lain. Jika dibandingkan dengan pakaian sari dari India yang dikenal luas sebagai pakaian nasional India, maka Indonesia dengan kebayanya sudah sangat jauh tertinggal.

Sebuah kalimat penjelas dari Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) Indonesia, Rahmi Hidayati mengatakan "Kebaya merupakan busana yang memiliki nilai sejarah panjang, punya andil dalam proses kemerdekaan. Mengapa enggak kita pakai? Kenapa enggak diangkat jadi pakaian identitas, seperti pakaian sari di India. Maunya kebaya jadi seperti itu," Untuk melestarikan kebaya sebagai busana nasional, Rahmi juga bersama sejumlah anggota KBP lainnya sudah mulai menggunakan kebaya setiap hari sebagai bentuk deklarasi penggunaan kebaya untuk aktifitas sehari-hari. Komunitas itu juga menggaungkan gerakan Selasa Berkebaya yang dimana ajakan tersebut untuk memakai kebaya setiap hari Selasa sangat mengundang penasaran serta menaikkan kembali eksistensi kebaya.

Meski begitu, gerakan ini saja dinilai belum cukup untuk bisa melestarikan kebaya tanpa ada campur tangan dari pemerintah. KBP akhirnya mengajukan agar terdapat satu hari khusus untuk memeringati kebaya, seperti halnya Hari Batik Nasional dan mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. Seorang pengamat berbincang terkait peran pemerintah pada saat bersama CNNIndonesia.com bahwa peran pemerintah harus mendukung dan terus membersamai komunitas, akademisi, pebisnis agar terus bersinergi bergerak bersama di bidangnya masing-masing. Tentunya, perlu ada gerakan bersama yang menyatakan bahwa kebaya itu memiliki sejarah panjang sebagai busana nasional.

Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid juga menyatakan akan memfasilitasi pengajuan peringatan hari kebaya. Hilmar Farid mengatakan bahwa mereka akan memfasilitasi pengajuan saja karena keputusan ada di Presiden untuk menetapkan penggunaan kebaya sebagai hari nasional. Sedangkan untuk menetapkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO, Hilmar hanya menjelaskan jika masih belum terdapat wacana untuk itu. Hal itu disebabkan karena membutuhkan persiapan panjang dan matang untuk bisa sampai ke UNESCO.

Oleh sebab itu, mari kita sebagai penggerak penerus bangsa dapat berinisiatif lebih giat dalam menerapkan budaya bangsa di kehidupan sehari-hari. Karena jika tidak dimulai dari para generasi emas penerus Indonesia, sejarah dan kebudayaan akan luntur begitu saja. Mulai dari hal kecil sebagai pengingat serta kebiasaan baik maka akan menjadi sebuah tradisi hingga seterusnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image