Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aisyah Putri Rahmawati

Mendorong Kesetaraan Gender pada Sektor Ketenagakerjaan di Indonesia

Gaya Hidup | Thursday, 01 Jun 2023, 23:26 WIB

Konsep gender lahir akibat dari adanya proses sosiologi dan budaya yang berkaitan dengan pembagian peranan dan kedudukan antara laki – laki dan perempuan dalam sebuah lingkungan bermasyarakat. Sebagian besar masyarakat menganggap peran sosial perempuan lebih bersifat pasif dibandingkan dengan laki – laki, hal ini tidak seharusnya terjadi melainkan akibat adanya pengaruh budaya. Budaya dan norma yang berlaku pada sebagian masyarakat Indonesia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pekerja perempuan lebih banyak dipekerjakan di sektor domestik dibandingkan di sektor publik, meskipun setiap perempuan Indonesia memiliki hak untuk memilih menjalani peran di sektor domestik maupun di sektor publik. Permasalahan kesetaraan gender dalam bidang ketenagakerjaan masih banyak diperbincangkan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Walaupun berbagai perlindungan telah diupayakan melalui produk-produk hukum internasional maupun nasional namun latar belakang budaya di suatu negara akan tetap berperan penting dalam upayamencapai kesetaraan gender dalam bidang ketenagakerjaan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam waktu yang dihabiskan di rumah, bakat dan keterampilan, pembatasan sosial budaya, segregrasi sektoral dan pekerjaan, dan migrasi laki – laki, semuanya mengarah pada ketimpangan gender dalam partisipasi pekerjaan yang layak.

Ketimpangan gender di Indonesia dalam sektor ketenagakerjaan dapat ditunjukkan dengan lebih rendahnya akses perempuan terhadap lapangan kerja dibandingkan dengan laki – laki dan perempuan cenderung mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan laki – laki. Salah satu penyebab masih rendahnya tingkatan partisipasi perempuan dalam pekerjaan adalah faktor budaya dan norma yang masih berlaku di sebagian besar masyarakat yang membuat peran perempuan cenderung untuk tetap di rumah dan merasa bertanggung jawab untuk mengurus keluarga di rumah. Faktor lain yang tidak kalah penting pengaruhnya adalah masih rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan perempuan Indonesia untuk dapat memasuki pasar kerja serta masih banyak terjadi pernikahan dini. Masih terjadinya diskriminasi gender dalam bidang ketenagakerjaan disebabkan masih terdapat keyakinan yang salah dalam masyarakat berhubungan dengan konsep marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan dan beban kerja.

Pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan adanya kesetaraan gender melalui berbagai program maupun mengeluarkan undang - undang hukum dan melakukan ratifikasi terhadap peraturan hukum internasional. Salah satu program yang terus didorong oleh pemerintah adalah Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). Di tingkat Global pemerintah Indonesia juga sudah melakukan komitmen global sebagai upaya mewujudkan kesetaraan gender salah satunya dengan menghadiri Pertemuan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) untuk Perempuan IV di Beijing tahun 1995 yang dihadiri oleh 189 negara. UUD 1945 telah mengatur kesamaan setiap warga negara Indonesia dan menentang adanya diskriminasi yang kemudian tercantum pada Pasal 27. Pasal ini yang menjadi landasan bagi UU Ketenagakerjaan untuk mencantumkan pasal-pasal larangan diskriminasi terhadap pekerja perempuan dan perlindungannya. Perlindungan hukum tindakan diskriminasi terhadap pekerja perempuan sudah tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 6 yang mengatur larangan diskriminasi dalam aspek memperoleh pekerjaan dan jabatan antara pekerja laki-laki dan perempuan. Salah satu upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan adalah dengan memberikan perlindungan khusus kepada pekerja perempuan sesuai dengan kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki oleh pekerja perempuan yang harus dipahami oleh perusahaan seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan sesuai dengan kodrat perempuan. Selain memiliki kekhususan pekerja perempuan juga harus dilindungi dari perlakuan diskriminasi dalam hubungan kerja, pemberian upah, tunjangan dan jaminan sosial, kesempatan untuk mengembangkan diri melalui pelatihan serta mendapatkan kesempatan untuk promosi jabatan.

Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, kesetaraan gender di lingkungan universitas terkadang masih menjadi suatu permasalahan yang belum ditemukan solusinya. Hal ini sangat terikat dengan norma dan budaya masyarakat yang masih cenderung partriarkis. Meski mahasiswa perempuan mendapatkan hal yang adil dalam menuntut ilmu dan mengembangkat bakatnya, mereka terkadang masih mendapatkan hal – hal diskriminatif dalam berbagai bidang seperti keorganisasian. Selain itu perempuan juga sangat rawan mengalami pelecehan seksual baik secara verbal maupun non – verbal dan terkadang perempuan tidak mendapatkan keadilan dalam penyelesaiannya. Mahasiswa memliki peranan untuk ikut serta mengkampanyekan kesetaraan gender agar nantinya hak yang didapatkan oleh perempuan menjadi lebih adil sehingga tidak terjadi ketimpangan gender pada sektor apapun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image