Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sevina Nabilah Khansa

Fenomena Pernikahan Dini : Pemahaman Keagamaaan dan Pendidikan Seksual

Edukasi | Thursday, 01 Jun 2023, 13:44 WIB
source: https://www.canva.com/

A. Fenomena Pernikahan Dini

Maraknya fenomena pernikahan dini menjadai sebuah masalah baru yang harus segara ditangani baik oleh pemerintah dan juga berbagai pihak terkait lainnya. Bagaimana tidak, saat ini Indonesia menduduki posisi ke-8 dunia sebagai negara dengan pernikahan dibawah umur terbanyak. Menurut data yang disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak, pada tahun 2022 terdapat 55 ribu ajuan pernikahan yang dilakukan oleh anak dengan usia dibawah umur.

Bahkan, baru-baru ini melalui salah satu surat kabar terdapat berita bahwa pernikahan anak dibawah umur di Banyuwangi meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya 206 permohonan dispensasi nikah dengan dua permohonan dicabut dan 204 lainnya dikabulkan. Jika dilihat dari segi usia pemohon, terdapat lima ajuan dengan usia pemohon kurang dari 15 tahun dan yang paling banyak adalah pemohon dari usia 15 sampai 19 tahun yaitu sebanyak 201.

Sedangkan jika ditinjau dari latar belakang pendidikan, terdapat 5 pemohon yang tidak sekolah, 65 pemohon tamatan SD, 117 pemohon tamatan SMP, 19 tamatan SMA, 126 pemohon belum bekerja, dan sisanya adalah pekerja swasta.Kejadian tersebut berasal dari salah satu daerah saja, yang pastinya tidak menutup kemungkinan di daerah lain pun terjadi hal serupa atau justru lebih banyak.

Mengapa di era modern masih banyak yang melakukan pernikahan di usia muda? Beberapa alasan mendukung pernyataan tersebut, seperti masih terikatnya adat dan tradisi, faktor ekonomi, faktor lingkungan keluarga maupun masyarakat, pergaulan bebas, serta pengetahuan yang kurang. Tentu saja hal ini membawa berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat.

B. Dampak Pernikahan Dini

Pada umumnya, pernikahan dini hanya akan membawa dampak negatif bagi para pelaku. Hal ini diakibatkan ketidaksiapan dalam berbagai aspek baik secara fisik, biologis, dan psikologis. Ketidaksiapan tersebut akan berdampak pada berbagai permasalahan yang akan muncul, khususnya bagi kaum perempuan. Terjadinya peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan dapat menimbulkan berbagai keluhan kesehatan. Salah satunya risiko mengalami hipertensi sehingga mengakibatkan anemia yang dapat menurunkan daya tahan tubuh remaja perempuan.

Ketika kurangnya edukasi, maka akan timbul masalah semisal stunting, memiliki banyak anak tanpa pertimbangan, dan macam permasalahan lainnnya. Sedangkan dari sisi finansial ataupun psikologi pada orang yang menikah di usia dini juga tidak dapat dikatakan matang. Dengan hal itu akan menimbulkan terbukanya permasalahan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga begitupun kasus perceraian.

Selanjutnya, dampak yang berkepanjangan yakni tekait kondisi psikologis. Tekanan batin akibat ketidaksiapan menghadapi problematik rumah tangga, dapat mengganggu kondisi psikologis. Emosi yang belum stabil menjadi pemicu besar dalam permasalahan rumah tangga di usia dini. Mereka dituntut untuk belajar dan mengembangkan kemampuan diri untuk mendapatkan kondisi finansial yang baik di usia muda.

C. Pemahaman Keislaman dalam Pernikahan Dini

Indonesia adalah salah satu negara yang dinilai memiliki nilai religiusitas yang baik. Penduduk Indonesia paling banyak memeluk Agama Islam, yaitu sekitar 87%. Dengan jumlah terbesar tersebut juga turut mempengaruhi pada beberapa kegiatan ataupun perilaku serta pemahaman mayoritas penduduk Indonesia termasuk dalam pernikahan dini. Dalam Islam, menikah memanglah sebuah perilaku manusia yang pada dasarnya mengandung nilai ibadah. Dengan ikatan pernikahan, Islam menginginkan manusia itu terjaga dari segala keburukan dan akan memunculkan manfaat. Namun, sebagaian pemeluk Agama Islam, masih meyakini ibadah dalam pernikahan ini hanya secara pendek. Maka dari itu, dengan keyakinan menikah akan menyempurnakan separuh agama, maka mereka rela untuk bersegera menikah tanpa memperhatikan aspek-aspek yang juga sangat penting.

Sebagaimana dalam maqasid syariah atau tujuan adanya syariah diantaranya adalah untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, maka pernikahan pun harus disipakan secara matang agar tujuan syariat itu tercapai. Namun jika pernikahan dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, finansial, bahkan juga edukasi maka hal tersebut dapat menimbulkan madharat yang sudah pasti bertentangan dengan tujuan syariat Islam itu sendiri.

Selain itu, pemahaman keislaman yang memunculkan terjadinya pernikahan dini yaitu dengan memahami hadis bahwa Rasulullah saw. menikahi ‘Aisyiyah RA saat beliau masih usia dini. Hadis tersebut ditelan mentah-mentah tanpa mengkontekstualisasikan serta melakukan penilitian kritis terhadap hadis. Bahkan ketika pernikahan dini ini juga memiliki keadaan finansiaal yang kurang, mereka mengatakan bahwa Tuhanlah yang telah menjamin rejeki seluruh manusia. Padahal Allah pula lah yang mendorong manusia untuk berusaha untuk menjemput rejeki itu, bukan berarti pasrah tanpa usaha.

Berbagai pemahaman keagamaan sekalipun menggunakan dasar-dasar primer agama, namun hanya dipahami secara tekstual dan sempit justru akan dapat memunculkan berbagai perkara yang jauh dari maqasid syariah atau tujuan syariah yang diantara menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dengan itu, perlu dihadirkan pula kerjasama dari golongan agamawan seperti ulama, ustad, kiai, untuk mengedukasi umat tentang hal tersebut baik secara lisan dalam ceramah ataupun keteladanan dalam bertindak.

D. Peran Pendidikan Seksual

Selain tentang pemahaman keagamaan, pendidikan seksual juga memiliki peran yang penting sebagai sarana edukasi masyarakat termasuk yang berkaitan tentang permasahalan pernikahan dini. Di Indonesia, pendidikan seksual kadang masih dianggap hal yang tabu karena pendidikan seksual dianggap hanya membahas tentang permasalahan seks saja. Dengan itu sering terjadi kesalah pahaman dalam beberapa permasalahan penting termasuk pernikahan dini ataupun kasus penting lainnya seperti kekerasan seksual.

Pada kenyataanya, pendidikan seksual bukanlah sebuah pembelajaran yang hanya menjelaskan perkara seks saja. Namun juga mengajarkan berbagai pemahaman tentang ketubuhan dan sejenisnya. Ketika Indonesia meluaskan pendidikan seksual maka akan terjadi pemahaman yang lebih maju dan ruang aman bagi semuanya. Pendidikan seksual dapat diberikan kepada seluruh usia dengan porsi masinng-masing sesuai proses perkembangannya. Dengan adanya pendidikan seksual juga kan membantu menyelesaikan salah satunya permasalahan pernikahan dini, karena masyarakat akan teredukasi dalam sisi biologis, psikologis, dan beberapa hal lainnya. Hal tersebut akan memunculkan kesadaran-kesadaran yang membawa proses penyelesaian dalam kasus pernikahan dini atau bahkan ke beberapa kasus permasalahan lainnya seperti kekerasan seksual, stunting, dan hal lain yang berkaitan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image