Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kiki Aja

Makna Lingsir Wengi dan Mitos Tembangnya

Agama | Tuesday, 30 May 2023, 00:45 WIB

Ketika seseorang mulai mendengar kalimat “lingsir wengi” mungkin yang terbayang dibenak pertama kali adalah hal-hal mistis. Hal ini dari tahun 2006 dimana lagu “lingsir wengi” ini mulai popular di masyarakat Indonesia melalui film horor berjudul Kuntilanak yang rilis pada tahun tersebut.

Dalam film ini, lagu “lingsir wengi” dinyanyikan secara pelan serta bernada yang membuat seseorang menjadi merinding. Benarkah bahwa lagu ini adalah lagu untuk memanggil makhluk halus? Atau malah digunakan untuk mengusirnya?

https://www.youngontop.com/kisah-kanjeng-sunan-kalijaga-berdakwah-melalui-kesenian-wayang/

Tidak sedikit hal dalam film yang dialih fungsikan kegunaannya. Yang dimana dalam kenyataannya tidak demikian.

Banyak sumber yang mengatakan bahwa lagu “lingsir wengi” ini merupakan ciptaan dari salah satu wali songo yaitu Raden Said yang dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga diketahui bahwa beliau juga merupakan seorang budayawan. Beliau sering kali menggunakan tradisi kejawen dalam memperkenalkan ajaran agama islam kepada masyarakat jawa yang buta tentang agama pada masanya.

Banyak macam tradisi kejawen yang digunakan Sunan Kalijaga untuk mendakwahkan agama Islam kepada masyarakat. Contohnya seperti seni wayang kulit, seni ukir, gamelan, dan terciptanya lagu khas jawa salah satunya “lingsir wengi”. Lagu ini biasanya dinyanyikan Sunan Kalijaga selepas melaksanakan sholat malam. sehingga sesuai dengan judulnya yaitu “lingsir wengi” yang artinya adalah menjelang tengah malam.

Seperti halnya lagu yang diciptakan oleh ulama-ulama, lagu ini berisikan tentang doa-doa dan pujian. Yang sangat berbanding dengan pemikiran orang banyak saat ini. Yang mana lagu ini diciptakan pertama kali sebagai doa penolak bala serta doa untuk menjauhkan seseorang dari makhluk halus. Namun mungkin karena lagu ini menggunakan Pakem Durmo, sehingga seiring waktu terjadilah pergeseran persepsi mengenai lagu ini.

Pakem Durmo sendiri terkenal akan lagu yang penuh sifat keras, sangar, suram, dan kesedihannya. Sehingga pakem ini yang membuat lagu dinyanyikan dengan tempo pelan dan dengan perasaan menjadikannya memiliki kesan yang mistis.

Mungkin hal ini yang membuat Sebagian orang menganggap lagu ini adalah lagu mistis, dan juga banyak orang yang belum memahami arti dalam Bahasa Indonesia lagu ini, sehingga menimbulkan rasa takut Ketika mendengarkan. Padahal, daripada bertujuan memanggil makhluk halus lagu ini malah ditujukan untuk mengusir makhluk gaib agar tidak menggangu tidur malam.

Lagu yang tidak lain adalah ungkapan doa dan dakwah dari sang pembawa ajaran agama islam akhirnya dianggap menjadi sebuah metode untuk memanggil roh halus. Pandangan seperti ini pun tidak didasari dengan pemahaman dan telaah yang mendalam. Sehingga, memunculkan persepsi yang berbeda dari awalnya. Dan lagi tembang ini dijadikan sebagai salah satu alunan music film horror.

Perspektif tembang ini yang berkembang dalam masyarakat khususnya jawa sekarang lebih merujuk pada hal negative, sebagai sarana pemanggilan makhluk gaib. Dimana stigma ini tidak bersumber dan tidak bisa dipercaya seutuhnya. Namun sayang perspektif ini sudah melekat di masyarakat umum. Sehingga memberikan pemahaman minor bahwa tembang ini adalah tembang yang memiliki fungsi negative.

Awalnya sebelum tembang ini digunakan untuk pemanggil setan dalam film horror, persepsi masyarakat tidak seperti sekarang yang melihat sebagai lagu mistis. Awalnya masyarakat melihat lagu “lingsir wengi” sebagai “kidung Rumekso ing Wengi”. Dimana artinya Rumekso sendiri merupakan lawan dari terpaksa yaitu iklhas, sedangkan ing wengi adalah malam. sehingga jika digabungkan menjadi iklhas tengah malam.

Dengan begini, lagu ini pada awalnya dianggap sebagai lagu pujian yang mendekatkan seseorang kepada tuhannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image