Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sabrina nimah

Farmasi 4.0 Memanfaatkan Peran Artificial Intelligence

Teknologi | Monday, 29 May 2023, 15:52 WIB

Dunia medis akan terus melakukan fungsi kesehatan sampai kapanpun. Tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak akan selesai sampai akhir peradaban manusia. Banyaknya praktek kesehatan yang tidak asing lagi untuk kita. Salah satu lini bidang kesehatan ialah farmasi atau pelayanan pengobatan. Dalam praktek kefarmasian, apoteker memiliki tugas untuk pengendalian ketersediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat hingga obat sampai kepada pasien, yaitu saat pelayanan obat atas resep dokter, serta pelayanan informasi obat. Disayangkan masih banyak ditemukan beberapa kesalahan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Tidak jarang terjadi adanya penemuan kasus kesalahan dalam memberikan resep obat maupun kesalahan membaca resep dokter oleh apoteker. Pentingnya obat untuk menunjang dan menstimulus kesehatan pada pasien tentu membuat hal ini akan berdampak buruk dan semakin memburuk jika tidak segera ditangani dengan baik. Kesalahan medikasi dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang merugikan pasien akibat penggunaan obat selama penanganan tenaga kesehatan, padahal pada dasarnya kejadian tersebut dapat dihindari. Selain itu, kesalahan medikasi juga berarti kejadian atau fenomena yang menyebabkan ketidaktepatan pelayanan dan penggunaan obat, sehingga dapat membahayakan pasien. Terdapat empat fase kesalahan medikasi, yaitu peresepan (terjadi kesalahan saat penulisan resep), transkrip (terjadi kesalahan saat membaca resep), dispensing (terjadi kesalahan saat penyiapan dan penyerahan obat), dan administrasi. Terdapat banyak kasus yang ditemukan terkait kesalahan medis pada apoteker bahkan farmasi. Mereka menafsirkan sendiri resep tersebut lewat pengamatan terhadap penyakit dan kondisi pasien, hingga menentukan sendiri apakah resep tersebut telah tepat (Marishkana 2020). Tindakan ini dinilai dapat membahayakan pasien apabila obat yang diberikan tidak tepat atau mengalami kesalahan pada pelaporan medis. Pemberian resep dan kesalaha pembacaan resep yang sering mengalami kesalahan adalah masalah utama yang sering terjadi dalam kesalahan pengobatan. Kesalahan ini terjadi sebab terjadinya transfer informasi yang salah atau tidak lengkap dari resep. Selain itu jga terdapat tulisan yang tidak terbaca telah menjangkiti perawat dan apoteker selama beberapa dekade (Tariq et al 2022). Dokter juga pernah bahkan sering menuliskan perintah yang tidak terbaca; ini sering mengakibatkan kesalahan pengobatan yang besar. Karena tidak terbaca, para apoteker seringkali sekadar menebak tulisan maksud tulisan dan mengambil keputusan sendiri berdasarkan pada informasi yang diberikan oleh pasien. Hal-hal terkait kesalahan dalam dunia farmasi, dewasa ini telah menemukan solusi yang cukup efisien. Teknologi yang berkembang kian pesat salah satunya dapat digunakan dalam membentuk resep elektronik adalah artificial intelligence (AI) kecerdasan buatan. AI secara umum adalah kemampuan mesin untuk meniru perilaku manusia atau menggunakan perangkat lunak komputer untuk melakukan tugas-tugas khusus yang biasanya memerlukan kecerdasan otak manusia (Redy et al 2019). Dalam hal ini, implementasi ai pada bidang kesehatan dapat berupa fisik seperti dalam operasi robotik atau virtual yang berkaitan dengan manipulasi gambar digital, jaringan saraf, dan pembelajaran mesin.

Bentuk bantuan AI saat ini mungkin tidak terkait dengan pengambilan keputusan yang efisien, karena algoritme AI tidak selaras dengan penalaran subjektif manusia dalam diagnosis klinis. Hah H, dkk menjelaskan diagnosis yang direkomendasikan sebaiknya masih tetap dalam supervisi dari para dokter karena meskipun teknologi ini terbilang canggih dan memiliki algoritme khusus, tetap sentuhan dokterlah yang menentukan hasil akhirnya. Pengembang dan pembuat kebijakan di bidang kesehatan dapat mengumpulkan data perilaku dari dokter di berbagai disiplin ilmu untuk membantu menyelaraskan algoritme AI dengan pola penalaran subjektif unik yang digunakan manusia dalam diagnosis klinis sehingga hasilnya akan bisa lebih akurat. Hal tersebut dapat meminimalisir adanya kesalahan dalam proses pengobatan secara efektif. Bot pengetahuan berbasis AI dapat berfungsi sebagai penasihat layanan mandiri yang dipersonalisasi untuk pasien atau pelanggan, dengan memberikan jenis bimbingan dan bantuan dari para ahli terbaik dunia. Tidak hanya itu, teknologi ini memberi informasi pasien serta mengirimkan informasi pasien ke apotek eksternal, yang dilengkapi dengan rekomendasi obat terbaik menurut sistem yang berkaitan dengan penyakitnya (Kalyane dkk, 2020).

Referensi

Kalyane, D., Sanap, G., Paul, D., Shenoy, S., Anup, N., Polaka, S., dkk. (2020). Artificial intelligence in the pharmaceutical sector: current scene and future prospect. Advances in Pharmaceutical Product Development and Research, 73-107.

Khairurrijal, M. A., & Putriana, N. A. (2017). Review : Medication Error Pada Tahap Prescribing, Transcribing. Majalah Farmasetika, 2(4), 8-13.

Tariq, R. A., Vashisht, R., Sinha, A., & Scherbak, Y. (2022). Medication Dispensing Errors And Prevention. Statpearls.

Reddy, S., Allan, S., Coghlan, S., & Cooper, P. (2019). A governance model for the application of AI in healthcare. Journal of the American Medical Informatics Association, 27(3), 491-497.

Lubis, M. S. (2021). Implementasi Artificial Intelligence Pada System Manufaktur Terpadu. Seminar Nasional Teknik (SEMNASTEK) UISU. Gresik: Universitas Internasional Semen Indonesia.

Maalangen, T. V., Citraningtyas, G., & Wiyono, W. I. (2019). Identifikasi Medication Error Pada Resep Pasien Poli Interna di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Tk. Iii Manado. PHARMACON, 8(2), 434-441.

Mariskhana, K. (2020). Webinar: Artificial Intelligence In Healthcare. Jakarta: Universitas Bina Sarana Informatika

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image