Lenong Sebagai Warisan Masyarakat Betawi
Sejarah | 2023-05-29 11:09:57Seni pertunjukan merupakan suatu pementasan yang dilakukan oleh sekelompok orang maupun individu. Dalam pertunjukan, terdapat empat unsur yang terkandung di dalamnya, di antaranya: ruang, waktu, pelaku, dan penonton. Salah satu seni pertunjukan yang ada pada masyarakat Betawi yakni seni Lenong. Lenong sendiri merupakan seni teater tradisional yang dibawakan dalam dialek Betawi. Saat pementasannya, lenong diiringi musik gambang kromong. Ciri khas dari pertunjukan ini yaitu pembawaan dialog yang spontan dan ceplas-ceplos yang dibalut humor. Selain bertujuan untuk menghibur, lenong Betawi juga menunjukan identitas masyarakat Betawi yang apa adanya, jujur, bersahabat, juga keterbukaan terhadap perbedaan yang ada.
Menelisik lebih dalam sejarah pertunjukan lenong Betawi, di mana pertunjukan ini mulai eksis pada abad ke-19 yang dipengaruhi oleh pertunjukan opera Melayu, Eropa, hingga Tionghoa. Ada pula yang mengatakan bahwa seni ini muncul dari obrolan-obrolan pedagang di pasar sehingga membentuk suatu kelompok yang ditambah dengan unsur bunyi-bunyian. Sebab bunyi, obrolan, dan candaan para pedagang tersebut masyarakat Betawi menyebutnya dengan sebutan lenong.
Dalam perkembangannya, pertunjukan ini digelar di tempat terbuka. Lakon atau skenarionya mengandung pesan moral seperti; menolong yang lemah, membenci keserakahan, dan perbuatan tak terpuji. Namun, lenong Betawi tidak seperti pada seni pertunjukan pada umumnya yang memiliki naskah, justru para pemain lenong Betawi tidak memiliki naskah sehingga sampai dimainkan semalaman suntuk.
Hal yang menarik ketika pertunjukan berlangsung terletak pada saat interaksi antara pemain dengan penonton. Pemain seringkali mengajak penonton berinteraksi saat berjalannya pertunjukan dengan candaan khas yang membuat suasana meriah, tidak membosankan, dan apa yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik.
Ada dua jenis (aliran) dalam seni pertunjukan lenong Betawi, yakni lenong preman dan lenong denes. Lenong denes sendiri dianggap sebagai perkembangan dari teater rakyat Betawi yang sudah punah. Disebut sebagai lenong denes karena para tokoh-tokohnya berkedudukan tinggi: orang-orang dines. Lenong denes memiliki format yang kaku, dengan menggunakan busana yang rapi serta penggunaan bahasa yang halus. Biasanya, dalam pertunjukannya membawakan cerita kerajaan atau kebangsawanan.
Sementara lenong preman adalah kebalikannya. Dalam pertunjukannya, lenong preman membawakannya dengan begitu cair, lepas, bebas, serta dalam alurnya pun menampilkan cerita yang menggambarkan keseharian masyarakat seperti drama dalam rumah tangga. Dan bahasa yang digunakannya pun menggunakan bahasa sehari-hari. Lenong ini juga sering disebut lenong jago, karena selain membawakan cerita tentang keseharian masyarakat, lenong ini juga menampilkan kisah para jagoan seperti: si Pitung, Mirah dari Marunda atau pendekar sambuk wasiat, dan kisah para kepahlawan lainnya.
Demikianlah yang bisa penulis sampaikan mengenai seni pertunjukan lenong Betawi. Sebagai warga yang peduli terhadap budaya sudah sepatutnya kita melestarikan juga menjaga warisan bangsa. Jangan sampai bangsa yang kaya akan kebudayaan dari berbagai macam suku bangsa ini terkikis oleh perkembangan zaman yang dapat menyebabkan punahnya kebudayaan yang sudah ada.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.