Bullying di Kehidupan Sosial
Edukasi | 2023-05-29 09:08:57Kasus bullying adalah perilaku agresif dan tidak sopan yang disengaja dilakukan oleh satu individu atau sekelompok individu terhadap orang lain yang lebih lemah atau tidak berdaya secara fisik atau emosional. Bullying dapat terjadi secara verbal (seperti mengolok-olok, memfitnah, atau mengancam), fisik (seperti meninju, menendang, atau merusak barang milik seseorang), atau secara online atau cyber (seperti mengirim pesan teks yang tidak sopan, menyebarkan foto atau video memalukan, menyebarkan aib ataupun hoax ke ranah publik). Kasus bullying dapat terjadi di sekolah, tempat kerja, atau di lingkungan sosial lainnya. Hal tersebut dapat memiliki efek yang merusak pada kesehatan mental dan fisik korban.
Berdasarkan pada data yang dirangkum oleh KPAI, kasus bullying di Indonesia memiliki angka yang fluktuatif dengan rincian di tahun 2019 mencakup 4.369 kasus, tahun 2020 mencakup 6.519 kasus, serta di tahun 2021 mencakup 5.953 kasus (KPAI, 2022). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemendikbud, sejumlah 24,4% kasus bullying dilakukan di sekolah (Kumparan, 2022). Tidak hanya di dunia tatap muka, dunia tatap maya juga sudah menjadi tempat dimana bullying marak dilakukan, bahkan melebihi jumlah di dunia tatap muka. Data pada tahun 2020 menunjukkan 54% kasus pada kaum remaja atau milenial, 47% kasus pada Generasi Z, 39% kasus pada kaum Generasi X, serta 18% kasus pada kaum Baby Boomers (Wiradhana, 2021).
Dari data diatas, penulis sungguh amat menyayangkan bahwasannya isu kasus bullying bukanlah menjadi isu yang bisa dihindari, melainkan menjadi isu yang secara mau atau tidak mau, sadar atau tidak sadar, harus dihadapi. Bullying kini menjadi kasus yang tidak memperhatikan kalangan usia serta tempat, sebab tempat pendidikan yaitu sekolah saja bisa menjadi sarana, yang padahal hal tersebut dapat mengganggu proses pembelajaran dan mengurangi kualitas pendidikan. Sama halnya juga dengan kasus – kasus di tempat lain seperti kantor ataupun fasilitas umum.
Sejalan dengan kehidupan berkembangnya zaman, modifikasi cara bullying menjadi dampak negatif atas arus tersebut. Hal itu ditunjukkan dari data kasus yang cukup tinggi. Menurut penulis, kini masyarakat (secara keseluruhan) terlalu leluasa dalam meluapkan apapun tanpa memperhatikan etika serta moral dalam kebebasan berpendapat sosial, sebab yang ada dipikirannya hanyalah ujaran kebencian dan meluapkannya dengan tanpa menyaring kata apapun. Sungguh, hal tersebut merupakan tindakan yang salah serta melewati batas sebab dengan begitu, maka akan ada hati / mental / jiwa orang lain (korban) yang tersakiti dan dirugikan sebelah pihak. Dari rasa sakit yang dirasakan tersebut, dapat timbul sebuah tindakan yang akan berdampak tidak baik bagi kehidupan korban.
Menurut penulis, individu yang membully individu lainnya bukanlah tanpa suatu alasan. Melainkan, bisa saja karena adanya rasa iri hati, rasa tersaingi, rasa cemburu, pengalaman trauma yang ingin dilampiaskan, pelampiasan amarah yang terpendam, kurangnya perhatian, tidak acuh akan mental, dan lainnya. Hal tersebutlah yang akan memicu timbulnya risiko konflik dalam kasus pembullyan.
Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat penulis rangkum adalah kasus bullying menjadi hambatan bagi sebuah individu maupun kelompok sebab bullying sangat berpengaruh besar dalam mengganggu mental bagi orang – orang yang dibully sehingga merusak kepercayaan diri dan kesejahteraan psikologis individu serta mengganggu keseimbangan sosial di masyarakat. Terdapat banyak faktor penyebab pembullyan yang mempengaruhi kejadian tersebut. Jika penulis boleh menyarankan, maka pencegahan dan penanganan bullying merupakan upaya penting untuk menjaga keseimbangan sosial, melindungi individu dan kelompok yang rentan, serta menciptakan lingkungan sosial yang aman dan damai.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.