Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Ironi, Jabatan untuk TKA Makin Terbuka Lebar

Info Terkini | Saturday, 27 May 2023, 16:16 WIB
Ilustrasi kedatangan TKA lewat jalur istimewa (khusus)

Bagaimana masa depan dan karir generasi muda bangsa terkait dengan eksistensi tenaga kerja asing (TKA) yang bebas masuk ke Indonesia dan terbuka lebar untuknya menduduki bermacam jabatan. Sedangkan aturan yang melarang jenis jabatan untuk TKA kurang berarti posisinya dalam perusahaan atau lembaga.

Eksistensi Kepmenaker Nomor 228/2019 tentang jabatan yang dapat diduduki TKA sangat melukai tenaga kerja lokal. Persoalan mengenai TKA bagaikan bara dalam sekam, terlebih dalam Undang-Undang Cipta Kerja esensinya sangat mengistimewakan kepentingan TKA. Di dalam Bab IV mengenai ketenagakerjaan Pasal 89 UUCK menjelaskan mengenai perubahan terhadap Pasal 42 ayat 1, 3, 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

TKA cuma dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia saja. Boleh dibilang ini jabatan yang kurang strategis. Seperti Direktur Personalia (Personnel Director);Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relation Manager);Manajer Personalia (Human Resource Manager);Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development Supervisor).

Selain jabatan terlarang diatas, TKA diberi kebebasan untuk menduduki bermacam jabatan kelas berat alias jabatan yang strategis bagi perusahaan atau lembaga. Terdapat banyak sekali kategori sektor jabatan yang dapat diduduki oleh TKA, yang diatur di dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019.

Kepmenaker juga menyebutkan bahwa Jabatan Komisaris atau Direktur yang tidak mengurus mengenai personalia diizinkan untuk diduduki oleh TKA. Selain itu, untuk sektor perusahaan dalam bidang pertambangan dan penggalian, sesuai dengan Kepmenaker 228/2019 dituliskan bahwa jabatan Direktur Utama dapat diduduki oleh TKA.

Hal ini patut menjadi perhatian seksama mengingat umumnya,dalam proses hubungan industrial, ada kalanya dilakukan perundingan dalam penyelesaian perselisihan. Termasuk di dalamnya proses perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Hal ini terkait erat dengan penentuan upah, jam kerja dan ketentuan ketenagakerjaan lainnya.Betapa krusialnya proses perundingan perselisihan antara pekerja atau serikat pekerja/buruh yang notabene warga negara Indonesia (WNI) dengan TKA.

Untuk kategori Konstruksi misalnya, dalam Kepmenaker itu ditentukan terdapat 181 jabatan yang bisa diisi oleh Tenaga Kerja Asing, mulai dari Manajer, Ahli Geofisika, Ahli Geokimia, Ahli Teknik hingga Arsitek, Tenaga Survei dan Topografer. Dalam ketentuan sebelumnya pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor 247/MEN/X/2011, hanya terdapat 66 pos jabatan pekerja asing di bidang konstruksi.

Demikian juga dalam kategori Pendidikan, kini terdapat 143 jabatan yang dapat diduduki oleh Tenaga Kerja Asing, mulai dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Pustakawan, Manajer Penerimaan Siswa, Dosen, Guru, hingga Instruktur Keterampilan. Pada ketentuan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam Kepmenakertrans 462 Tahun 2012 hanya terdapat 115 pos pekerjaan.

Sementara untuk jabatan pada industri kimia dan barang dari bahan kimia, dalam Kepmenaker in terdapat 33 jabatan yang dapat diduduki oleh Tenaga Kerja Asing. Sebelumnya sesuai Kepmenakertrans Nomor 463 Tahun 2012 hanya terdapat 14 jabatan.

Disebutkan juga pada saat Kepmenaker Nomor 228 Tahun 2019 ini berlaku, maka: a. Kepmenakertrans Nomor: 247/2011; b. Kepmenakertrans Nomor 462/2012; c. Kepmenakertrans Nomor 463/2012; d. Kepmenakertrans Nomor 463/2012; e. Kepmenakertrans Nomor 707/2012; dan sejumlah keputusan menteri yang mengatur jabatan-jabatan tertentu yang bisa diduduki oleh Tenaga Kerja Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Regulasi terkait TKA sangat merugikan kaum pekerja anak negeri saat ini dan generasi mendatang. Beberapa pasalnya berpotensi merugikan pekerja Indonesia, yakni :

Pertama; ketentuan tentang RPTKA (Rencana Penggunaan TKA) dan izin amat sangat longgar, seenaknya pemberi kerja/pengusaha. Mestinya RPTKA harus dinilai oleh lembaga profesi,kampus dan lembaga yang selama ini bertugas melakukan audit teknologi yang terkait dengan pengembangan lapangan kerja bagi SDM lokal.

Kedua, ketentuan tentang TKI Pendamping TKA juga sangat longgar dan tidak jelas/kabur kriterianya. Kewajiban alih teknologi dan alih keahlian tidak ada target dan ukurannya. Bagaimana mungkin TKA dari China yang selama ini notabene buruh kasar proyek infrastruktur bisa alih teknologi. Mestinya ada tes khusus terhadap TKA untuk mengukur keahliannya.

Ketiga; pasal ketentuan tentang pendidikan TKA dan TKI pendamping juga tidak jelas ukurannya. Ketentuan tentang sistem pengawasan dan pelaporan TKA sangat lemah. Pasal tentang sanksi sangat ringan.

Keempat; dalam UU 13/ 2003 diwajibkan ada Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) tetapi kemudian dibuat kelonggaran bagi beberapa jabatan yang tidak dibutuhkan RPTKA seperti jabatan komisaris dan direksi, serta pekerja yang dibutuhkan pemerintah. Pasal ini jelas bertentangan dengan UU. Mestinya pemerintah mematuhi Pasal 42 sampai 49 UU 13 / 2003.

Kelima, keberadaan Pasal 6 ayat (1) berpotensi menutup ruang pekerja profesional Indonesia untuk menduduki jabatan di perusahaan karena TKA boleh menduduki jabatan yang sama di beberapa perusahaan.

Keenam, ada pasal 9 yang menyatakan pengesahan RPTKA adalah izin menggunakan TKA adalah sebuah kekeliruan karena RPTKA itu beda dengan izin TKA yang di Perpres 72 Tahun 2014 disebut Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Perpres 20 ini menghapuskan IMTA padahal rencana kerja dan izin adalah hal yang berbeda.

Ketujuh, ketentuan Vitas dan Izin Tinggal Terbatas (Itas) membuka ruang TKA bekerja tanpa adanya pemberi kerja sehingga berpotensi TKA dipekerjakan oleh perseorangan. Padahal Pasal 42 ayat (2) UU 13 / 2003 melarang perseorangan mempekerjakan TKA.

Peraturan buldoser asing menimbulkan paradoks. Karena selama ini perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global alias usang.Perlu mengembangkan jenis profesi yang berdaya saing regional dan global. Pemerintah pusat dan daerah masih gagal mengembangkan portofolio profesi. Jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia usaha di masa depan belum dipersiapkan secara baik. Oleh sebab itu TKA akan terus datang berbondong-bondong ke Indonesia.

*) Arif Minardi, Sekjen KSPSI, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronika dan Mesin ( FSP LEM SPSI ).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image