Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image shifa aliya

Fenomena Praktik Childfree Dalam Sudut Pandang Ekonomi

Eduaksi | Saturday, 27 May 2023, 00:55 WIB

Childfree merupakan kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami istri untuk tidak memiliki anak selama masa pernikahan. Tidak ada yang salah dengan konsep childfree, setiap orang tentunya punya pilihan masing-masing dalam hidupnya. Bagi pasangan suami-istri, chlidfree tentunya membuat lepas dari berbagai macam biaya membesarkan anak yang nilainya tidak sedikit di jaman sekarang. Bahkan, dengan kondisi dunia yang umat manusianya sudah membludak, perubahan iklim hingga krisis pangan, konsep childfree tentunya bisa membantu mengurangi tekanan-tekanan tersebut. Namun bagaimanakah dampak besar dari praktik childfree ini terhadap ekonomi, khusus nya di negara Indonesia?

Dalam dua tahun terakhir di Indonesia sendiri konsep childfree ini sudah menjadi bahan perbincangan publik ditambah ada nya berita mengenai sosok influencer yang sangat dikenal oleh para kalangan muda yang telah memutuskan untuk melakukan childfree. Berita ini sempat menjadi topik utama dalam media sosial bahkan tak sedikit dari masyarakat yang menyayangkan dan menilai negatif terhadap keputusan childfree ini, di Indonesia sendiri praktik childfree masih di anggap tabu karena hal tersebut adalah budaya barat dan dianggap menolak suatu rezeki yang diberikan oleh Tuhan dan kebanyakan masyarakat Indonesia meyakini istilah “banyak anak banyak rezeki”.

Pada praktiknya childfree seringkali banyak menyoroti pihak wanita karena memang pada hakikat nya yang mengandung, melahirkan dan menyusui anak itu adalah wanita sehingga tak sedikit orang yang lebih menyalahkan pihak wanita karena dianggap tidak menjalankan kodratnya. Sehingga wanita yang mengambil jalan childfree menganggap tubuh dan hidup mereka adalah milik mereka sendiri. Wanita semata-mata dinilai sebagai individu tanpa harus terikat dengan aturan orang lain.

Pada faktanya memperjuangkan hak-hak perempuan memang sangat sulit apalagi konstruksi sosial budaya yang ada membentuk batasan atau ketentuan masyarakat berdasarkan gender. Hal tersebut membuat hak-hak perempuan atau gerakan feminis sering di salah artikan oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan konstruksi sosial budaya yang telah ada sejak zaman dahulu.

Dalam perspektif ekonomi, keputusan childfree ini tidaklah begitu buruk bagi sebagian pihak. Sebagai contoh wanita yang memilih untuk tidak memiliki anak, akan bertambah keproduktifannya dalam bekerja. Tentu saja hal tersebut akan menguntungkan perusahaan tempat ia bekerja. Hal ini bisa saja menguntungkan bagi pengusaha karena apabila tenaga kerja wanita tidak tersebut tidak memiliki anak maka pekerjaan bisa lebih efektif dan perusahaan tidak perlu memberikan cuti melahirkan maupun tunjangan untuk anak. Sebenarnya, banyak hal yang bisa dilakukan dan menjadi solusi bagi wanita yang ingin tetap bekerja walaupun mempunyai anak. Misalnya, dengan menitipkan anak di childcare hingga meminta bantuan kepada orang terdekat. Namun bagaimana dampak ekonomi yang akan di rasakan oleh negara akibat dari maraknya praktik childfree ini?

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi juga oleh jumlah penduduk. Apabila pertumbuhan penduduk terlalu cepat, di satu sisi akan dapat menjadi modal untuk perekonomian. Tetapi dapat juga menjadi beban karena banyak penduduk yang harus ditanggung negara. Pertumbuhan penduduk yang lambat bisa menjadi beban karena pada suatu waktu nanti jumlah penduduk produktif akan lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk yang tidak produktif. Maka dari itu lebih baik jika pertumbuhan penduduk dapat terkendali. Apalagi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar di Indonesia masih dari konsumsi oleh rumah tangga yakni sebesar 3,71% pada triwulan 2 tahun 2021 mungkin saat ini dampak dari fenomena childfree belum dapat dirasakan di Indonesia.

Dikarenakan Indonesia masih menikmati adanya bonus demografi, tetapi apabila fenomena ini terus bertahan dan semakin berkembang di masyarakat, Indonesia bisa merasakan dampaknya pada masa depan. Seperti yang dialami negara-negara maju, angka kelahiran akan turun karena pendidikan dan prioritas lain seperti karier. China sekarang bahkan memperbolehkan pasangan suami-istri punya hingga tiga anak hal ini dilakukan, setelah hasil sensus terakhir di China memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di China saat ini berada pada tingkat paling lambat dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan di Jepang memberikan uang sebesar Rp 57 juta kepada wanita yang baru melahirkan. Langkah tersebut diambil Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang untuk meningkatkan angka kelahiran di negaranya akibat minim nya angka kelahiran di negara tersebut. Untuk itu perlu adanya tindakan-tindakan pencegahan perlu dilakukan agar di masa depan Indonesia tidak mengalami kekurangan penduduk usia produktif. Misalnya dengan kombinasi pendekatan keagamaan dan kebijakan pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, agar nantinya Indonesia tidak terbebani dengan dampak negatif dari angka kelahiran yang semakin menurun.

Memilih memiliki atau tidak memiliki anak adalah bentuk pertanggungjawaban atas dirinya untuk menemukan kebahagiaan yang dikehendaki setiap orang mempunyai hak untuk menentukan kebahagiannya, termasuk dalam hal punya atau tidak punya anak. Pilihan-pilihan itu perlu dihormati. Semua pilihan ada konsekuensinya. Oleh karena itu, ketika pilihan itu jatuh pada pilihan untuk mempunyai anak, baik karena didorong oleh perintah agama ataupun karena kepentingan lainnya, sudah seharusnya pilihan perempuan untuk menjalankan fungsi kodratinya itu diringankan oleh anggota keluarga lain, terutama oleh pasangannya. Selain itu dampak dari keputusan melakukan childfree ini akan terasa di masa yang akan datang yang dapat mempengaruhi tidak hanya pada sosial budaya namun dapat pula berdampak kepada ekonomi bahkan politik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image