Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Berdamai dengan Inner Child

Edukasi | Friday, 26 May 2023, 15:46 WIB
sumber : dokumen pribadi

Inner child tumbuh melalui pemahaman seseorang terhadap pengalaman masa kecil yang dialami. Pengalaman atau peristiwa semasa kecil setiap individu tentu berbeda – beda. Tidak semua orang memiliki masa kecil yang ideal atau bahagia. Saat kecil, setiap individu bisa memiliki pengalaman atau peristiwa yang menyenangkan atau bersifat positif dan juga sebaliknya. Pengalaman atau peristiwa tersebut akan memengaruhi perkembangan kognitif dan emosional seseorang hingga beranjak dewasa.

Tanpa disadari, pengalaman atau peristiwa yang tidak menyenangkan atau bersifat negatif semasa kecil seperti pengabaian, kekerasan, dan kehilangan mampu melahirkan inner child yang terluka. Psikolog Diana Raab mengatakan, luka akibat trauma masa kecil akan terus terikat menjadi bagian dari alam bawah sadar dan memengaruhi kesehatan mental seseorang. Jika tidak dipulihkan, inner child dapat menghambat pengembangan diri dan masa depan seseorang.

Seseorang dengan inner child yang terluka cenderung merasa tidak aman, stres, insecure, defensif, dan sensitif . Perasaan tersebut terus terbawa hingga dewasa dan tubuh akan menyimpan segala luka emosional maupun fisik. Luka yang tumbuh secara tidak sadar akan membentuk dan mengontrol perilaku seseorang dalam menghadapi berbagai situasi.

Berdamai dengan inner child yang terluka memang tidak mudah, tetapi bisa dilakukan dengan menyembuhkan dan memaafkan bukan dengan cara melupakan pengalaman yang membuat inner child menjadi terluka. Melupakan hanya akan menciptakan rasa sakit yang mendalam ketika terdapat hal yang memicu luka tersebut kembali timbul dan tidak akan ada ujungnya. Luka tersebut tetaplah menetap dan menjadi bagian dari diri.

Maka dari itu, diperlukan usaha agar bisa berdamai dengan inner child. Proses untuk bisa berdamai dengan inner child dapat diawali dengan menyadari, mengenali, dan memahami luka yang pernah dialami agar mampu menerima luka yang pernah terjadi pada masa lalu. Setelah itu, emosi negatif yang pernah dirasakan dapat dituliskan, dicurahkan, dan validasi setiap emosi tersebut. Dengan kedua hal tersebut, seseorang dapat mengetahui apa yang dibutuhkan untuk bisa berdamai dengan inner child. Jika seseorang masih sulit untuk bisa memahami apa yang dirasakan dan terjadi pada masa lalu dapat berkonsultasi dengan psikolog yang akan membantu seseorang untuk bisa mengenali inner child.

Kemudian, proses memaafkan inner child dapat dilakukan dengan metode ho’oponopono. Ho’oponopono merupakan sebuah metode yang berasal dari Hawaii. Metode ho’oponopono dilakukan dengan cara meluangkan waktu sendiri dan mengafirmasi diri menggunakan empat kata, yaitu :

“I am sorry”, kata tersebut diucapkan sebagai rasa maaf karena telah menyimpan luka dan tidak pernah diungkapkan.

“Please forgive me”, kata tersebut sebagai ungkapan permintaan maaf yang mendalam karena telah mengabaikan inner child dan tidak berusaha menyembuhkannya.

“I love you”, sebagai ungkapan cinta pada diri sendiri yang telah berjuang dan bertahan di tengah luka.

“Thank you”, sebagai rasa terima kasih dan bersyukur atas segala pengalaman yang terjadi dan membentukmu menjadi pribadi yang sekarang.

Perlu diingat, proses menyembuhkan dan memaafkan inner child adalah proses seumur hidup. Setiap orang memiliki waktu yang berbeda – beda sesuai kapasitas untuk bisa menyembuhkan dan memaafkan inner child. Tetapi, penting bagi setiap individu bisa berdamai dengan inner child dan menikmati setiap prosesnya karena tidak semua hal tentang inner child bersifat buruk jika seseorang mampu memandangnya sebagai pembelajaran kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image