Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Agar Hidup Semakin Sehat, Kita Selayaknya Dapat Masuk ke Zona Biru

Agama | Friday, 24 Dec 2021, 17:49 WIB

SEHAT dan sakit sudah menjadi bagian dari perjalanan kehidupan setiap orang. Tak akan ada orang yang selamanya menderita sakit karena suatu penyakit, dan tidak akan ada pula orang yang selamanya sehat.

Kita dianjurkan untuk berobat ketika menderita suatu penyakit, dan senantiasa menjaga kesehatan agar kita dapat terhindar dari suatu penyakit. Untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit singgah di tubuh kita, mengkonsumsi makanan yang baik, bergizi, dan teratur, seraya selalu bergerak menjadi upaya utama yang harus kita lakukan setiap hari.

Buku karya Gene Stone, The Secrets of People Who never Get Sick, What They Know, Why It Works, and How It Can Work for You (2010 : 21) yang diterbitkan Workman Publishing Company, Inc, USA memaparkan tema besar rahasia kehidupan orang-orang yang hidup sehat, nyaman, dan penuh ketentraman. Salah satu bagian dari buku tersebut saya pinjam untuk dijadikan judul dalam tulisan ini, yakni zona biru alias blue zones.

Perlu digarisbawahi, zona biru dalam tulisan ini memiliki makna yang berbeda dengan istilah zona biru dalam sebaran pandemi Covid-19 yang berarti ada kasus Covid-19 secara sporadis baik kasus impor (imported case) atau penularan lokal.

Blue zones atau zona biru dalam tulisan ini merupakan wilayah yang penduduknya hidup dalam keadaan lebih sehat dan berusia lebih panjang jika dibandingkan dengan penduduk di daerah-daerah lainnya. Berdasarkan informasi dari buku tersebut terdapat lima wilayah yang termasuk blue zones, yakni Barbagia, Sardinit, Itali; Okinawa-Jepang; Loma Linda-Los Angeles, Amerika; Icaria-Yunani; dan Nicoya-Peninsula yang berlokasi di sebelah barat laut Costa Rica, Amerika.

Ada beberapa rahasia penyebab kehidupan penduduk yang berdomisili di wilayah blue zones tersebut lebih sehat dan berusia panjang. Rahasia-rahasia tersebut adalah menjaga pola makan (tidak berlebihan mengkonsumsi makanan) seraya memperhatikan porsi dan kadar gizinya.

Gizi makanan yang mereka peroleh pun ditunjang dengan aktivitas lainnya, yakni interaksi sosial yang baik. Mereka senantiasa menjaga persaudaraan, hidup bermasyarakat, dan saling menolong sehingga mereka dapat mengurangi perselisihan dan permusuhan diantara mereka.

Mereka menyadari, sebaik apapun porsi dan gizi makanan yang mereka peroleh tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kesehatan manakala kehidupannya merasa tertekan oleh lingkungan sekitarnya . Meningkatnya perselihan dan permusuhan antar sesama hanya akan menimbulkan kehidupan yang tertekan alias stres.

Sementara selalu melakukan kesibukan dengan berbagai aktivitas positif; selalu bergerak, baik dengan melakukan jalan kaki maupun berolahraga secara rutin; konsisten menjaga nilai-nilai sosial dan spiritual dalam kehidupan merupakan penunjang kehidupan yang sehat dan nyaman. Dengan memiliki kesibukan dan tetap konsisten memelihara berbagai aktivitas positif sosial-spiritual telah menjauhkan mereka dari stres yang merupakan pangkal dari segala penyakit.

Apabila kita renungkan secara mendalam, apa yang dilakukan orang-orang yang berada di blue zones sebenarnya telah digariskan dalam ajaran Islam. Oleh karena itu, terdapat beberapa pelajaran yang bisa kita raih yakni, pertama, sebagai bukti ajaran Islam itu rahmatan lil’alamin, menjadi rahmat, membawa keselamatan bagi semua orang.

Rahmatan lil’alamin berarti pula bersifat universal, artinya siapapun orangnya yang mengimplementasikan prinsip-prinsip ajaran Islam, ia akan memperoleh manfaat, ketentraman dan kenyaman hidup, sekalipun ia bukan seorang muslim. Ia akan bisa memperoleh keselamatan hidup meskipun hanya di dunia saja. Sebaliknya, penderitaan dan dosa akan diperoleh seseorang yang melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam sekalipun ia mengaku seorang muslim. .

Kedua, menjaga pola makan. Rasulullah saw telah menganjurkan agar kita hanya mengisi dua pertiga dari kapasitas lambung kita, dan sisanya untuk bernafas. Ia menekankan aktivitas makan dan minum bagi umatnya harus bernilai ibadah, bukan sekedar memenuhi kebutuhan perut saja.

Apa yang dicontohkan Rasulullah saw tersebut dipraktekan orang Okinawa – Jepang, salah satu kota yang berada di wilayah zona biru. Mereka memiliki kearifan lokal yang disebut hara hachi bu. Kearifan ini secara garis besarnya bermakna makan setelah lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang. Lambung hanya diisi 80% dari kapasitasnya, dan 20% sisanya untuk bernafas. Kearifan ini terbukti membuat mereka lebih sehat, lebih bahagia, dan berumur panjang.

Terlalu banyak mengkonsumsi makanan hanya akan memperoleh kenikmatan dan kesenangan sesaat, dan pada suatu saat nanti akan berujung kepada penderitaan. Konon kabarnya, 70% penyakit manusia modern pada saat ini disebabkan berlebihan dalam mengkonsumsi makanan. Pada tahun 2030 diperkirakan setengah dari populasi manusia akan menderita obesitas, demikian kata Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus A Brief History of Tomorrow (2015 : 4).

Ketiga, interaksi sosial. Jika diterjemahkan secara sederhana, interaksi sosial dalam ajaran Islam adalah silaturahmi, mempererat persaudaraan, dan menjauhi permusuhan. Rasulullah saw pernah bersabda, orang-orang yang senantiasa menjaga silaturahmi dan persaudaraan selain akan diberi keluasan rezeki juga akan berumur panjang.

Orang-orang yang berdomisili di wilayah blue zones telah membuktikannya. Sungguh naif, jika kita yang memiliki ajaran Islam yang memerintahkan untuk melakukan interaksi sosial dengan baik tersebut tak mengimplementasikannya dalam kehidupan.

Keempat, menyibukkan diri dengan aktivitas positif. Melakukan kesibukan dengan melakukan berbagai aktivitas positif berarti banyak bergerak. Secara bahasa, bergerak identik dengan hijrah, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Setelah kita selesai melakukan ibadah shalat, kita diperintahkan Allah untuk bergerak, bertebaran di muka bumi untuk mencari sebagian karunia-Nya (Q. S. al Jum’ah : 10).

Demikian pula, setelah kita selesai mengerjakan suatu aktivitas, kita diperintahkan untuk melakukan aktivitas positif lainnya (Q. S. Al-Insyirah : 7). Intinya, ajaran Islam memerintahkan kita untuk terus bergerak, sibuk melakukan aktivitas amal positif sampai ajal menjemput. Keberkahan hidup dapat diperoleh melalui berjamaah, persaudaraan, dan banyak bergerak.

Kelima, senantiasa merawat nilai-nilai spiritual. Seluruh ajaran Islam memiliki nilai-nilai spiritual. Artinya seluruh aktivitas positif apapun yang dilakukan harus memiliki sandaran nilai untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karenanya, dalam ajaran Islam ada unsur niat lillahi ta’ala dalam setiap melakukan aktivitas. Berpahala atau tidaknya suatu aktivitas kita di hadapan Allah, tergantung kepada niat. Jika niatnya lillah, maka rasa lelah selama melakukan aktivitas akan berbuah pahala, rahmat, dan keridaan-Nya.

Seperti dikatakan Gene Stone yang telah disebutkan pada awal tulisan, blue zones tidak terbatas di kelima zona seperti yang telah disebutkan, kita pun bisa menciptakannya, bahkan pada diri kita sendiri.

Sungguh-sungguh dalam mengimplementasikan ajaran Islam merupakan upaya menciptakan zona biru kehidupan. Islam telah menjamin kebahagian hidup di dunia dan akhirat bagi seorang muslim yang berupaya keras mengimplementasikan seluruh ajarannya dalam kehidupan.

Persoalannya terletak dalam tekad dan kemauan kita untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Harus diakui, sampai detik ini, kita masih lebih banyak membicarakan konsep dan nilai-nilai keluhuran Islam, seraya miskin dengan penerapannya pada seluruh aspek kehidupan nyata.

Ilustrasi : Wilayah Blue Zones (sumber gambar : www.bodycoachfitness.com)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image