Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Widya Rahma Tina

Dikit-Dikit Mental Illness, Ketahui Bahayanya Self-Diagnosis

Edukasi | Thursday, 25 May 2023, 22:28 WIB
https://osccdn.medcom.id/images/content/2022/04/03/ecf44950ba324b61710c6a23a903793e.jpg

Seberapa sering kalian melihat konten-konten kesehatan mental di media sosial?

Apakah kalian pernah melihat respon netizen yang dengan mudah menyatakan dirinya mental illness tanpa konsultasi profesional?

Di era yang sangat menomorsatukan kesehatan mental, tak heran jika banyak ditemui edukasi mengenai kesehatan mental dan banyak orang yang peduli terhadap mentalnya masing-masing.

Fenomena yang semakin marak beredar di masyarakat terutama melalui media sosial saat ini adalah kondisi dimana konten-konten mengenai kesehatan mental merajalela hingga memunculkan perilaku self-diagnosis di kalangan pengguna medsos. Jadi, apa itu self-diagnosis? Apa masalah dan dampak negatif yang ditimbulkan? Berikut ini pembahasannya.

Self-Diagnosis

Self-diagnosis sendiri adalah kegiatan dimana seseorang berusaha untuk mendiagnosis kondisi medis atau kesehatan mereka sendiri tanpa bantuan profesional medis. Dalam hal ini, sumbernya dapat diperoleh darimana saja melalui internet.

Media sosial adalah salah satu yang paling berperan dalam maraknya self-diagnosis. Beberapa akun platform media sosial seperti Tik-Tok, Instagram, Twitter, maupun Facebook kerap kali menyebarkan konten kesehatan mental yang kurang jelas sumbernya. Konten tersebut seringkali dipercaya dan berujung self-diagnosis oleh pembacanya.

Self-diagnosis dapat digunakan sebagai langkah awal untuk memahami gejala atau kondisi kesehatan. Namun, yang menjadi masalah adalah ketidak akuratannya dan dapat mengarah pada kesalahan yang berbahaya dalam pengidentifikasian gejala kesehatan mental.

Bahaya Self-diagnosis

Berikut ini adalah alasan mengapa kamu harus mengurangi kecenderungan self-diagnosis kesehatan mental.

1. Kecemasan dan Stress

Self-diagnosis yang dilakukan atas dasar persepsi sendiri sudah tentu kurang akurat dan menciptakan ketidakpastian hingga kepanikan bagi pelakunya. Kepanikan dapat terjadi akibat keinginan untuk segera menemukan solusi dari masalah mentalnya namun pengetahuan yang dimilikinya terbatas.

Ketidakpastian dan kepanikan tersebut akhirnya berujung pada kecemasan dan stress yang tidak perlu. Orang yang mungkin sudah mengalami gejala-gejala awal mental illness, rasa kecemasan tersebut akan memperparah keadaan mereka.

2. Stigmatisasi dan Labelling

Stigma masyarakat zaman dulu, bahwa orang yang memiliki penyakit mental selalu mendapat prasangka dan label tidak baik masih berlanjut hingga sekarang. Hal tersebut dapat memicu ketakutan penderita mental illness untuk bersuara mengenai keadaan dirinya kepada orang sekitar maupun psikolog.

Self-diagnosis berpotensi dalam peningkatan stigma dan kesalahpahaman. Pelakunya akan cenderung berprasangka buruk terhadap kesehatan mentalnya karena informasi yang didapatnya di media sosial bisa saja berlebihan atau kurang akurat.

3. Merusak Hubungan Sosial

Sering ditemui di media sosial, komentar yang mendiagnosis dirinya sendiri sebagai pengidap depresi setelah melihat konten mengenai gejala depresi secara umum dan paling mendasar.

Masalah yang serius apabila orang tersebut mengatakan kepada orang lain bahwa dirinya mengidap depresi hingga memaksa orang lain untuk mengerti dan memahami keadaan dirinya dengan dalih depresi. Padahal masalah mental terkait depresi tidak dapat diklaim begitu saja tanpa konsultasi ke psikolog atau ahli mental lain.

Hal ini juga berlaku apabila orang yang merasa dirinya mengidap depresi atau mental illness enggan menceritakan keadaanya ke orang lain dan berujung pada stres yang disebabkan perasaan kurang mendapat dukungan.

4. Memperparah Mental Illness

Self-diagnosis kondisi mental yang tidak segera dipastikan kembali kepada ahli atau psikolog hanya akan mengulur waktu penyembuhan. Waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk segera berkonsultasi dan berobat terbuang untuk memikirkan kondisi yang tidak pasti. Hingga akhirnya kondisi mental dapat semakin parah.

Penting bagi kita untuk mengetahui bahaya-bahaya dari kecenderungan self-diagnosis tersebut sehingga dapat mencegah akibat-akibat buruknya. Melakukan self-diagnosis diperbolehkan asalkan hanya untuk mengetahui gejala awalnya saja, bukan untuk mendiagnosis permanen diri sendiri tanpa bantuan medis. Perlu juga untuk menyaring informasi konten-konten media sosial sebelum mempercayainya

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image