Literasi Digital bagi Penikmat Media Sosial
Edukasi | 2025-01-06 01:31:43Di era modernisasi dan digitalisasi seperti sekarang ini, sudah banyak sekali anak-anak muda yang memiliki akun media sosial. Diantaranya adalah Instagram, TikTok, Threads, bahkan pada platform X pun masih banyak digandrungi para Gen Z. Isi konten yang digemari pun sudah beragam, seperti konten "get ready with me" atau pun "unboxing package" yang membuat sifat konsumerisme pada kalangan muda pun meningkat. Mereka juga tidak segan untuk melakukan berbagai cara agar memiliki banyak waktu luang agar selalu aktif di berbagai platform media social tersebut. Oleh sebab itu, tidak sedikit Gen Z yang sudah banyak menjadi selebgram, selebtok, dan lain sebagainya.
Pandangan dan minat anak muda generasi anak 1997 sampai 2012 mengenai dunia sosial media memang sudah mendarah daging pada kehidupan saat ini. Tidak dapat dipungkiri, sosial media sudah sedikit menggeser ketertarikan literasi yang biasa dilakukan oleh kawula muda. Dilansir dari UNESCO, Indonesia menempati peringkat kedua dari bawah untuk literasi dunia yaitu pada angka 0,001%. Yang artinya, hanya 1 orang dari 1000 orang yang ada di Indonesia yang gemar membaca. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran berlanjut tentang bagaimana nasib masa depan Indonesia di tangan anak muda.
Keberadaan konten-konten media sosial yang semakin memanjakan mata memang memiliki pasar tersendiri bagi para Gen Z. Seperti yang sudah disebutkan diatas, konten-konten tersebut tidak membutuhkan cara berpikir kompleks yang melatih otak. Sebaliknya, konten-konten tersebut memang sudah marak dan memang terkadang,menjadi suatu acuan seorang influencer agar namanya ,melejit dan semakin dikenal banyak orang. Karena ketika terdapat satu influencer yang membuat suatu konten yang menarik, influencer lain akan mengikuti dan otomatis viewers yang ia dapat pun akan sama bahkan terkadang melebihi angka si pencetus ide.
Menjadi selebgram, selebtok, maupun influencer lain pada media sosial yang beredar memang menjadi suatu keuntungan yang bahkan dapat menyaingi pekerjaan lain. Bayangkan saja, hanya untuk 1 endorsan, terkadang seorang selebgram bisa dibayar Rp10.000.000,00 bahkan lebih jika ia seorang selebgram kondang. Karena hal itulah, banyak orang berbondong-bondong mencoba menjadi influencer dengan berbagai cara dan media yang ia gunakan. Seperti menjadi make up enthusiast, bookstagram, review makanan, maupun konten semacam prank dan social experiment.
Namun dibalik itu semua, terdapat satu hal yang tidak bisa lepas dari dunia gemerlap seorang influencer, yaitu haters. Haters selalu menjadi momok menakutkan yang selalu menghantui seorang influencer apapun keahliannya. Sebaik apapun citra yang dibangun seorang influencer, akan selalu terdapat haters yang pandai mencari celah untuk dijadikan bahan cemoohan. Bagi sebagian orang yang tidak benar-benar mengenal seluk beluk tentang dunia media sosial, mungkin haters bukanlah suatu hal yang besar. Ia akan hilang seiring berjalannya waktu. Namun sebenarnya masalah tentang haters tidak se-sepele itu. Ia, amat sangat menakutkan.
Beberapa hal yang mungkin tidak akan bisa menghilangkan haters, tetapi setidaknya dapat mengurangi angka peluang komentar-komentar jahat bermunculan adalah sebagai berikut:
1. Membangun personal branding dan citra yang baik
Personal branding yang kita bangun, tentunya akan menjadi ciri khas dan suatu hal yang unik bagi sebagian influencer. Semakin bagus personal branding yang kita bangun, semakin baik pula citra yang akan muncul di publik. Hal ini tentu saja merupakan suatu tindakan pencegahan paling dini yang dapat dilakukan oleh seorang ‘calon’ influencer.
2. Mengikuti trend terkini
Seperti yang disebutkan diatas, seorang influencer akan mengikuti konten influencer lain yang mendapatkan views tinggi maupun respon yang baik dari masyarakat. Untuk membangun citra yang lebih baik, konten tersebut bisa dikemas dengan lebih positif dan menarik agar mendapat respon yang lebih positif pula dari para viewers.
3. Menjaga kesehatan mental
Selain branding diri yang baik, seorang influencer hendaknya bisa menjaga kesehatan mental yang ia miliki. Kesehatan mental dapat dijaga dengan yang paling mudah yaitu mengabaikan komentar buruk dan selalu mensugesti diri sendiri dengan hal-hal positif.
4. Jadikan kritik sebagai suatu hal yang membangun
Komentar-komentar jahat yang bermunculan tidak selalu mengenai ujaran kebencian maupun kritik tidak berdasar. Sebagian dari komentar tersebut mungkin saja justru sebuah kritikan membangun yang nantinya akan berguna bagi keberlanjutan isi konten. Maka dari itu, seorang influencer juga harus pandai-pandai untuk memilah dan memilih mana komentar yang harus diabaikan dan mana komentar yang harus diterima agar akun yang ia miliki selalu hidup dan memiliki viewers yang setia menunggu.
5. Literasi yang baik
Walaupun dihadapkan dengan pergerakan konten media sosial media yang cepat dan berubah-ubah, seorang influencer hendaknya memiliki tingkat literasi yang baik. Literasi yang baik tidak harus melulu soal kesenangan membaca maupun berapa banyak buku yang sudah dibaca pada 2024 kemarin. Namun, literasi yang baik juga bisa diartikan sebagai kemampuan dasar seseorang untuk memahami sebuah tulisan maupun komentar yang ia baca. Karena tidak sedikit influencer yang merasa tersinggung dan akhirnya menuntut salah seorag viewersnya hanya karena salah mengartikan komentar yang ia baca. Tentunya hal tersebut dapat mempengaruhi sebuah citra seseorang dan menimbulkan skandal baru yang nantinya akan menambah jumlah haters. Oleh karena itu, seorang influencer dan penikmat media sosial tidak boleh melupakan kemampuan literasi yang ia miliki.
Itu tadi merupakan sisi lain dan juga tips-tips dibalik gemerlapnya dunia media sosial. Dengan memperhatikan hal-hal diatas, seorang influencer akan sedikit terhindar dari kejaran haters dan dapat membranding dirinya sendiri dengan lebih baik. Literasi juga sangat diperlukan dalam dunia media sosial. Tidak hanya untuk influencer, tetapi juga bagi penikmat media sosial seperti Gen Z. Dengan literasi yang baik, seseorang dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan yang mungkin saja dapat terjadi. Oleh karena itu, peningkatan literasi dalam bermedia sosial harus segera digalakkan agar masa depan para generasi muda pun dapat tercapai dengan cemerlang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.