Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kumpulan Opini Mahasiswa Unair

Demokrasi, Rakyat, dan Kebodohan

Politik | 2023-05-24 21:14:03
ilustrasi Demokrasi foro:kompas.com

Ditahun 2017, seorang ahli di bidang kebijakan publik bernama Tom Nichols menerbitkan buku berjudul "The Death of Expertise". Buku ini memancing perdebatan panjang dalam konteks mengenai kebijakan publik di dunia, secara spesifik, Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan, buku ini menuliskan salah satu argumen bahwasanya ada suatu gejala yang muncul 10-20 tahun belakangan dan semakin tahun semakin intens, bahwa pakar itu semakin lama semakin tidak menjadi bahan rujukan masyarakat. Contohnya dalam pemerintahan Trump, Trump sendiri sempat berselisih dengan Dr. Anthony Fauci yang notabene ahli dibidang penyakit menular, virus dan mengepalai urusan di internal Amerika Serikat perihal pandemi Covid-19 yang saat itu merajalela. Saat itu, muncul ketidakpercayaan Trump terhadap hasil sains (penelitian Dr. Fauci) yang berimbas pada pengikut Trump yang beramai-ramai menolak sains dan mengajukan apa yang disebut sebagai "Fakta Alternatif" dimana mereka bisa mencari apa saja informasi di internet dan memutuskan sendiri seperti apa hal ini harus benar dan salah.

Sesungguhnya, ini bukanlah hal yang baru. Dalam hal tertentu, internet bisa dibilang menfasilitasi hal seperti ini secara tidak langsung. Sebenarnya, tidak ada perbedaan yang signifikan dari segi kecerdasan antara peneliti dengan massa yang 'sok tahu'. Perbedaan terletak pada kapabilitas keilmuan oleh pengalaman (baik kuliah maupun pelatihan) dan metodologi penelitian. Contohnya dalam sisi sejarah (historiografi) ada yang namanya kritis sumber, bagaimana kita bisa menelaah sumber penulisan sejarah kita, meliputi pertanyaan seperti, apakah ini muncul dari tangan pertama alias pelaku langsung? atau dari tangan kedua, dan apa hubungan dari tokoh dengan tangan kedua? itulah kritik sunber. Pembuktian atas autentik yang bisa dipertanggungjawabkan.

Dari sini, disimpulkan bahwa memang peneliti harus memiliki kepekaan terhadap kerangka metodologi itu sendiri yang notabene tidak dikuasai secara maksimal oleh orang awam. Tanpa metodologi seperti itu, orang awam bisa jatuh kepada apa yang disebut sebagai "bias konfirmasi" yakni dia sudah memiliki keyakinan yang absolut atas penelitian pribadi yang terkesan terburu-buru dan tidak tertata, dimana riset mereka didasarkan atas konfirmasi atas pola pikir mereka semula, dan sialan proses tersebut , setiap data yang dicari hanya yang sejalan dengan pemikiran mereka, yang tidak sama, ditutup. Ironis.

Dari sini, kita masuk diskursus mengenai demokrasi. disini seakan-akan demokrasi menyetarakan pendapat pakar dan non-pakar. inilah yang menjadi bahan kritik bagi Tim Nichols terhadap realita yang ada, ia merasa Amerika Serikat tidak dibangun diatas ide demokrasi, melainkan dibangun diatas republik. ini adalah hal yang terkesan sama namun kontekstual berbeda. serius.

Seorang seperti Aristoteles dan pemikir-pemikir Romawi yang jelas pro-monarki, mereka juga mendukung republik. Republik sendiri berasal dari kata res publica, berkenaan dengan hal-hal masyarakat secara umum, politik ini dikendalikan untuk tujuan bersama, untuk melayani republik itu sendiri.

Disini republik itu memberi tahu soal tujuan dari politik ini, sedangkan demokrasi adalah metode politik, bagaimana politik itu diselenggarakan, disini, Tom Nichols ingin mengembalikan konsep republik itu sendiri. pemikiran ini bertentangan dengan buah pemikiran Jacques Ranciere, seorang filsuf kebangsaan Prancis dalam bukunya yang berjudul "The Philosopher and His Poor" membahas peran pakar dalam diskursus publik dalam arti demokrasi. Disini, muncul subtema baru, apakah dalam sudut pandang demokrasi rakyat bisa salah? oh tentu saja maksud saya bukan dalam hal fisika, kimia, matematika dan sejarah, tentu saja masyarakat awam bisa salah, namun konteks disini dalam sudut pandang demokrasi, dalam kebijakan publik. Apakah ada konsep benar-salah? pandai-bodoh? semisal jika dilakukan suatu referendum dalam melakukan sesuatu dan hal tersebut menghasilkan banyak korban, apakah disini rakyat bisa disebut salah? dalam fisika tadi ada kriteria untuk menjawab, tapi dalam demokrasi hal tersebut tidak ada.

Memang benar, Demokrasi berjalan di jalan yang pasti, pasti untuk kebaikan rakyat, tapi apakah kebaikan rakyat bisa disalahtafsirkan oleh masyarakat itu sendiri? apakah rakyat punya akses transparant dalam kepentingannya? atau jangan-jangan ada pihak lain yang lebih tahu mengenai kebutuhan rakyat daripada rakyat itu sendiri, disini muncullah ketegangan dari konsep representasi dan kompetensi.

Demokrasi bergerak diatas logika representasi, sementara argumen Tom Nichols bergerak di logika kompetensi, jadi ada kompetensi seseorang yang mumpuni di suatu bidang, yang tidak bisa hanya dibuang saja, melainkan dapat dimanfaatkan untuk mewakili kebijakan bersama alih alih dari pemungutan suara. Dimana kembali ke kasus pertama, pendapat dari seseorang yang ahli di bidang kesehatan seperti dokter Fauci, yang mewakili logika kompetensi akan berkebalikan dengan keinginan masyarakat luas untuk tetap hidup tanpa lockdown dimasa Covid, mewakili logika representasi.

Disini, muncullah resolusi yang ditawarkan oleh Ranciere untuk mengatasi ketegangan dua aliran tersebut, yang pertama mengorbankan representasi untuk kompetensi atau sebaliknya. Menurut Ranciere, matinya kepakaran, bisa dianggap atas kalahnya kompetensi atas representasi. Dimana orang dibebaskan untuk melontarkan argumen, sebodoh apapun, se-ngaco apapun, tanpa ada latar belakang ilmiah sekalipun. Disini, muncullah hak bagi rakyat untuk bodoh, rakyat diberi kebebasan penuh untuk percaya atas hasil tafsiran pribadi masing masing. ini implikasi pengorbanan kompetensi. Atau, Kompetensi diatas representasi, maka republikanisme menang, namun apa dasar bahwa republikanisme bisa dipilah dengan benar, tidak jatuh pada pendapat absolut dari beberapa orang yang terbatas saja, seperti cabang republik yakni totalitiarisme yang kaku dimana pemimpin dianggap selalu benar karena pemimpin adalah jiwa dari bangsa tersebut. Siapakah yang benar? anda yang memutuskan.

Penulis : Wildan Maulana Ishom Putra

111221262

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image