Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edric Boby Tri Raharjo

Diasuh oleh teknologi AI, Bagaimana Kabar Masa Depan Generasi Alfa?

Teknologi | 2023-05-23 22:42:45
AI, masa depan yang harus dikritisi

Teknologi zaman sekarang tentu jauh lebih maju dengan teknologi 20 tahun yang lalu, generasi Z tentunya sudah merasakan evolusinya. Di sisi lain kita juga memiliki generasi alfa.

Generasi alfa adalah generasi yang lahir saat teknologi canggih sudah ada, dalam kata lain, mereka sudah hidup berdampingan dengan hal tersebut sejak lahir. Seperti yang kita tahu, belakangan ini, penemuan kecerdasan buatan dalam bentuk chat bot atau yang mungkin kita kenal lebih sebagai ChatGPT telah membuat banyak keramaian.

Kecerdasan buatan tersebut memiliki kemampuan berbicara yang menyamai seorang manusia pada umumnya, tidak hanya itu, pengetahuan dan juga cakupan topik yang bisa dibahas sangat luas. Tidak seperti search engine seperti Google, Bing, dan Yahoo, kecerdasan buatan ini tidak memerlukan kita untuk mencari informasi satu per satu pada laman, cukup dengan kita memasukkan apa yang kita inginkan ke dalam kotak yang ada, tekan tombol enter, dan apa yang kita masukkan akan dijawab.

Kecerdasan buatan seperti itu dapat disalahgunakan untuk memfasilitasi kemalasan, seperti di dalam dunia pendidikan, di mana telah terindikasi penggunaan chatGPT untuk mengerjakan tugas. Murid-murid dapat menggunakan chatGPT untuk mengerjakan tugas mereka dengan cepat, sehingga mereka dapat menggunakan sosial media atau bermain gim kembali.

Tentunya hal ini adalah hal yang negatif, daripada belajar hal yang berguna atau mengejar cita cita mereka, yang mereka lakukan hanyalah bermalas-malasan.

Namun disisi lain, kecerdasan buatan seperti ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan/interest dari generasi yang akan datang. Misal, si A tertarik untuk menjadi suatu ahli keamanan siber (cyber security). Dengan mudah ia dapat meminta roadmap atau suatu alur pembelajaran untuk menjadi profesi itu. Lalu untuk sumber belajar, ia dapat meminta rekomendasi buku atau laman untuk mempelajari topik tersebut. Selain itu, chatGPT dapat diminta untuk menjelaskan konsep-konsep yang rumit dalam bahasa yang lebih mudah dipahami.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa pengaruh AI pada generasi Alfa tetap seimbang dan positif. Untuk melakukan hal tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan.

Pertama, AI harus diperkenalkan kepada generasi alfa dengan cara yang tepat. Nilai nilai seperti kreativitas, integritas harus dikedepankan dalam memperkenalkan kecerdasan buatan. Sehingga, ada hal yang bisa menjadi ciri khas pada individu-individu dari generasi alfa.

Kedua, pembatasan waktu layar untuk kegiatan yang kurang berguna agar ada waktu untuk mengembangkan kemampuan/interest. Generasi alfa memiliki akses AI untuk mengembangkan kemampuan mereka, sehingga membatasi waktu penggunaan gawai/komputer dapat menyulitkan mereka mengembangkan interest (Untuk alasan kesehatan, pembatasan waktu penggunaan gawai/komputer tetap perlu diterapkan). Maka hal yang harus dilakukan adalah membatasi waktu mereka memakai aplikasi media sosial maupun bermain gim.

Ketiga, tetap menjadwalkan waktu untuk kegiatan non-teknologi. Salah satu hal yang menjadi fenomena setelah adanya internet adalah anak muda yang kekurangan atau bahkan tidak ada waktu untuk bersosialisasi/melakukan kegiatan non-teknologi. Ini dapat mengurangi kemampuan sosialisasi. Dengan adanya waktu untuk kegiatan non-teknologi, generasi alfa dapat mengembangkan kemampuan sosial dan kreatif, serta menjaga kesehatan fisik dan mental mereka.

Terakhir, mengawasi penggunaan teknologi dengan seksama. Teknologi, terlepas dari ia kecerdasan buatan atau tidak, bisa menjadi hal yang berbahaya. Oleh karena itu, pengawasan harus dilakukan agar generasi alfa tidak terjerumus ke hal negatif. Generasi alfa harus diingatkan tentang adanya penggunaan kecerdasan buatan yang tidak sehat dan salah, serta ditegur untuk tidak melakukan hal tersebut.

Teknologi kecerdasan buatan jangan dilihat sebagai ancaman, namun pandanglah kecerdasan buatan sebagai kesempatan yang harus digunakan sebaik-baiknya.

Referensi :

1. Tlili, Ahmed, et al. "What if the devil is my guardian angel: ChatGPT as a case study of using chatbots in education." Smart Learning Environments 10.1 (2023): 15.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image