Melekatnya BUdaya Patriarki pada Masyarakat Indonesia
Eduaksi | 2023-05-23 22:40:05Budaya di Indonesia yang sangat melekat menyebabkan melekatnya juga budaya patriarki di Indonesia. Dunia yang semakin berkembang seharusnya juga dapat memberikan perkembangan terhadap pandangan masyarakat dalam patriarki. Budaya patriarki ini menyebabkan para laki-laki memiliki kekuasaan yang lebih daripada perempuan dan memberikan ke tidak samaan akses antara perempuan dan laki-laki. Seharusnya budaya patriarki ini dapat dihilangkan dalam dunia yang semakin modern. Ke-tidak setaraan perilaku, hak , kewajiban, dan pandangan publik sangat sering di dapati oleh para perempuan di Tanah Air. Perempuan memiliki tantangan tersendiri untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam masyarakat.
Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak yang sama sejak mereka dilahirkan. Oleh karena itu, mereka juga harus memiliki akses yang sama terhadap kesempatan seperti pekerjaan, pendidikan, pengambilan keputusan, partisipasi dalam politik, dan sebagainya. Tetapi karena adanya ketidak setaraan gender karena masih melekatnya pandangan dalam budaya pada masyarakat kita.
Sebenarnya degan perkembangan zaman yang terjadi saat ini kata ‘patriarki’ juga dapat dipakai untuk menunjukkan salah satu pihak yang dominan yang menjadikan tidak adanya kesetaraan dalam gender. Secara umum, istilah "patriarki" mengacu pada sifat dominasi laki-laki atas perempuan, tetapi juga dapat digunakan untuk merujuk pada kewajiban dan urusan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan, yang secara langsung dapat mempengaruhi pandangan terhadap perempuan. Namun, karena sikap patriarki ini, laki-laki dianggap memainkan peran yang lebih penting daripada perempuan, dan mereka sendiri sering dianggap membantu mengangkat status perempuan.
Masalah Sosial Akibat Patriarki
1. Kasus Pelecehan seksual
Budaya Patriarki yang memposisikan laki-laki lebih dominan dari perempuan sering membuat pemikiran bahwa perempuan sebagai sosok yang rendahan. Banyak juga yang jadi memiliki pemikiran bahwa perempuan merupakan sosok yang lembut sedangkan laki-laki merupakan sosok yang gagah dan berkuasa lebih terhadap perempuan. Sikap laki laki yang dominan di masyarakat mendapat banyaknya pemakluman terhadap sikap para lelaki bahkan walaupun sikap tersebut dapat dikatakan menyimpang dari norma yang ada bahkan tak kadang di wajarkan karena mereka merupakan seorang ‘laki-laki’. Misalnya jika ada laki-laki yang menggoda perempuan di pinggir jalan, tak jarang perempuan yang disalahkan akan hal tersebut karena pakaian yang digunakannya. Padalah jika dilihat lebih jelas dalam kasus tersebut perempuan juga memiliki kebebasan atas apa yang dia gunakan dalam tubuhnya, tetapi ia dapat disalahkan hanya karena pihak laki-laki menjadi terangsang saat melihat perempuan tersebut.
2. Angka Pernikahan Dini
Pernikahan dini telah menjadi fenomena nasional tersendiri di Indonesia. Indonesia tercatat menempati peringkat ke-37 dalam jumlah kasus pernikahan dini tertinggi di dunia dan menempati urutan ke-2 di Asia Tenggara. Hal ini bukan lah suatu hal yang dapat dibanggakan sama sekali. Tingginya angka pernikahan dini di Indonesia tidak lepas dari keberadaan budaya masyarakat di Indonesia. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, perkawinan dini adalah perkawinan yang salah satu atau kedua pasangannya berusia di bawah 18 tahun. Di Madura sendiri fenomena pernikahan dini sudah menjadi tradisi masyarakat di sana, umunya pernikahan di sana dilakukan oleh wanita di bawah umur 16 tahun.
3. KDRT
Dilansir dari data yang terdapat dalam Catahu (Catatan Tahunan) Komnas perempuan, di tahun 2021 terdapat 338.496 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima dari 3 sumber data yaitu Komnas Perempuan, Lembaga Layanan, serta Badan Peradilan agama (BADILAG). Dari data tersebut sebanyak 99% kasus atau sebanyak 335.399 kasus terjadi dalam ranah personal dan mayoritas terjadi dalam ranah keluarga. Dalam pengaduan ke Komnas Perempuan hubungan korban dan pelaku terbanyak ada di hubungan mantan pacar, yang kedua terbanyak ada di suami, dan disusul oleh pacar, ayah mantan suami dan lain-lain. Dari data yang didapat bisa disimpulkan bahwa sering sekali perempuan dijadikan objek kekerasan oleh para laki-laki.
Referensi :
1. komnas perempuan. 2022. “CATAHU 2022 : CATATAN TAHUNAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN.”
2. Irma, Ade, and Dessy Hasanah. 2014. “Menyoroti Budaya Patriarki Di Indonesia.” social work.
3. Sa’dan, Masthuriyah. 2015. “MENAKAR TRADISI KAWIN PAKSA DI MADURA DENGAN BAROMETER HAM.”
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.