Senioritas Kedokteran : Perploncoan yang di Normalisasi?
Info Terkini | 2023-05-23 12:12:34Di sekitar tahun 2020, seseorang yang merupakan junior co-assisnt atau koas di salah satu rumah sakit di Jawa mengalami pem-bully-an yang dilancarkan oleh kakak tingkatnya. Para senior kedokteran atau kakak tingkatnya itu melakukan pem-bully-an sebab tidak sengaja tersenggol olehnya ketika mereka sedang bermain futsal bersama.
Dengan adanya peristiwa seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa keagungan di dunia kedokteran terlebih dokter spesialis tidak dapat diraih begitu saja, di mana mereka yang ingin mencapainya harus melewati keadaan atau masa perploncoan yang kasar dari para senior dengan rentang waktu yang tergolong cukup lama kecuali mereka yang mempunyai relasi, ibarat mempunyai kartu sakti maka akan lebih mudah untuk menempuh dunia kedokteran. Pada awalnya hal ini merupakan suatu keadaan yang diharapkan dapat mendisiplinkan para calon dokter namun ternyata ada kesalahan dalam dunia pendidikan doker di Indonesia, di dalam hubungan antara senior dan junior terdapat suatu penderitaan yang justru dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Kebengisan seorang senior dianggap menjadi salah satu dari banyaknya cara seorang senior dalam mendidik juniornya guna membantu junior tersebut untuk menghadapi tekanan dunia yang akan ia lewati. Hal-hal yang dianggap wajar tersebut menjadi peluang bagi residen senior sehingga mereka selalu mempunyai suatu alasan dan pembenaran terkait pem-bully-an yang mereka lakukan.Kata plonco sendiri terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memiliki arti "calon mahasiswa yang sedang mengikuti acara kegiatan pengenalan kampus". Sedangkan perploncoan memiliki arti "hal yang berkaitan dengan seluk-beluk plonco".Praktik perploncoan di pendidikan kedokteran yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan tenaga kesehatan ini rupanya merupakan suatu peristiwa turun menurun dari zaman penjajahan. Di mana mayoritas perploncoan terjadi antara dokter konsulen kepada peserta didiknya. Perploncoan ini berawal dari salah satu pendidikan dokter bumiputera saat zaman penjajahan Belanda. Praktik plonco pada masa pemerintahan kolonial Belanda disebut sebagai ontgroening yang artinya murid baru. Kata groen bermakna hijau. Warna ini dalam kata ontgroening berarti murid baru. Oleh karena itu, maksud dari istilah ontgroening ialah memperlakukan murid baru secara khusus dalam waktu singkat.Sejak adanya perploncoan, lingkungan pendidikan dokter menjadi suatu lingkungan yang beracun. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan visi misi dunia kedokteran yang sangat menjunjung nilai kesehatan. Perploncoan yang terjadi dalam pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini tengah menjadi topik perbincangan publik di mana banyak warga yang mengungkapkan peristiwa perploncoan khususnya program pendidikan dokter spesialis melalui media sosial.Di awali dengan mencuatnya beberapa kasus perploncoan atau perundungan yang dialami seorang mantan calon dokter spesialis maka terkuaklah bahwa banyak calon dokter yang pernah mengalami dilempar buku tebal dan sapu oleh dokter konsulen sampai yang dimaki-maki dengan bahasa ‘kebun binatang’. Bahkan ada yang dipaksa menjadi babu bagi para dokter konsulennya, seperti misalnya mengantarkan bermain golf, membayar bon diskotek, hingga mengangkat galon dan menyapu. Konsulen adalah dokter senior yang juga bertugas menjadi dosen pembimbing koas dan residen.Sebagian calon dokter yang dirundung terkena dampak dengan mengalami post traumatic stress disorder (PTSD). Hal ini menyebabkan rasa tidak percaya diri tumbuh di dalam diri dokter tersebut Sehingga mereka akan cenderung berlaku kasar kepada pasien, perawat, atau orang-orang disekitarnya. Psikiater Siloam Hospital, Jiemi Ardian, mengungkaplan bahwa dampak perpeloncoan terhadap calon dokter atau dokter spesialis berpotensi jauh lebih parah dibandingkan korban perundungan lainnya. Musababnya, pendidikan kedokteran, apalagi yang spesialis, sudah penuh dengan tekanan dan tingkat stres yang tinggi. Sehingga ketika pada kondisi ini mereka mendapat perploncoan maka akan ada kemungkinan yang besar di mana para calon dokter mengalami burnout yaitu kondisi tingkat stres seseorang yang sudah berada pada titik batas teratas sehingga berdampak pada kesehatan mental terutama hilangnya motivasi untuk hidup.Pada tahun 2019, sebuah studi di Inggris memberi informasi terkait dampak dari adanya perploncoan dalam dunia pendidikan kedokteran di mana mayoritas berujung pada terjadinya kondisi burnout. Riset yang dilakukan studi inggris kepada 2.876 peserta berhasil menemukan bahwa sebanyak 57% dari mereka merasakan burnout setelah mengalami peristiwa perundingan. Sebanyak 39% merasa bahwa terjadi penuruan performa akibat mengalaki perundungan dan 27% diketahui mengalami depresi akibat perundungan.15% lainnya dari mereka, diketahui mengalami perubahan yang signifikan pada berat badan di mana 6% menjadi ketergantungan akan alkohoo, 2% memutuskan untuk keluar dari program pendidikan dan 1% memilih untuk mengonsumsi narkoba. Meskipun begitu, riset menyatakan bahwa di sisi lain yaitu sebanyak 24% dari mereka justru merasa bahwa terjadi peningkatan performa akibat perundungan yang dialaminya. yakni 15 persen, mengalami perubahan signifikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.