Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image shintia amilda putri

Peran Hukum Islam (Fikih) dalam Menanggulangi Pernikahan Dini

Agama | 2023-05-23 08:27:48

Pernikahan adalah awal dari pembentyukan keluarga dalam kehidupan. Pernikahan sangat pernting dan berpengaruh bagi kelangsungan hidup di masa depan. Dalam hal ini saya akan membahas tentang pernikahan diusia muda dalam perspektif sosial dan hukum islam.

Pernikahan merupakan perpaduan banyak aspek seperti nilai budaya, nilai sosial, nilai adat, nilai hukum, ekonomi dan lain-lain. Pernikahan adalah tanggungjawab bagi kedua belah pihak yaitu antara suami dan istri. Oleh karena itu, pernikahan harus dilakukan oleh orang0orang yang memang sudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan dakam berumahtangga baik dalam segi finansial, ilmu, umur, pikiran yang dewasa dan sebagainya.

Dalam tinjauan islam pernikahan diusia muda terbagi menjadi dua kata yaitu pernikahan dan usia muda. Pernikahan sendiri adalah suatu akad yang mengikat dua orang suami dan istri untuk hidup hidup bersama dalm sebuah keluarg a. Hampir dalam setiap agama masing-masing memiliki aturan dan hukum dalam pernikahan. Dalam agama islam ada aturan ketika perkawinan tidak bisa lagi dilanjutkan maka bisa melewati pintu darurat yaitu perceraian. Sementara dalam agama lain, seperti kristen atau katolik, perceraian adalah suatu larangan, meski dalam kenyataan tetap saja ada peristiwa tersebut.

Pernikahan diusia muda dulu sering terjadi dikarenakan kurang terpenuhinya kebutuhan ekonomi dalam suatu keluarga dan mereka berpikir untuk menikahkan anak perempuanya agar mengurangi beban atau tanggungan suatu keluarga dan perempuan tersebut diserahkan kepada sosok suami yang harus bertanggungjawab atas kelangsungan hidupnya. Namun dengan seiring perkembangan zaman sekarang ekonomi mulai membaik dan tidak sedikit orang memiliki usrusan ekonomi yang sangat lebih dari cukup. Maka dari hal itu, pernikahan diusia muda sudah jarang ditemukan kecuali dalam suku-suku tertentu atau daerah-daerah yang mungkin masih menerapkan pernikahan diusia muda. Semua itu bisa terjadi salah satunya dikarenakan kurangnya kebutuhan ekonomi dan tertinggalnya pendidikan di suku atau daerah tersebut.

Adapun menurut islam hukum pernikahan diusia muda itu diperbolehkan dengan syarat keduanya sudah baligh, suami yang mapan dalam urusan ilmu untuk memimpin suatu keluarga. Karena dalam islam pernikahan bukanlah hanya sekedar saling bertukar cinta atau saling menyayangi. Namun, islam juga mengajarkan terbentuknya keluarga yang sakinam mawaddah warohmah. Oleh karena itu, pernikahan diusia dewasa itu lebih baik, karena sudah terpenuhinya usia yang cukup sehingga orang tersebut bisa berpikir dewasa, dan ilmu pengetahuan yang memadai.

Adapun dalam kacamata fikih menikah tidak ada batas minimal atau maksimal usia. Disini mereka memperbolehkan laki-laki yang sudah baligh dan perempuan yang sudah mengalami menstruasi untuk melalukan akad pernikahan. Meskipun hal tersebut kurang baik tetapi tetap sah menurut isalm. Karena, bisa jadi mereka memiliki alasan yang mengharuskan untuk segera menikah. Seperti, untuk menjaga kehormatan perempuan, menghindari terjadinya perzinaan dan sebainya.

Pendekatan fikih dalam memandang perkawinan usia muda dan pemahaman terhadap hadis-hadis terkait

Pendekatan fikih dalam memandang perkawinan usia muda dan pemahaman terhadap hadis-hadis terkait dapat bervariasi tergantung pada interpretasi dan pandangan mazhab atau ulama yang bersangkutan. Namun, secara umum, fikih Islam memandang perkawinan usia muda sebagai suatu hal yang diperbolehkan dalam Islam, meskipun bukanlah suatu keharusan.

Dalam Islam, pernikahan adalah salah satu cara yang dianjurkan untuk menjaga kehormatan dan kehormatan individu, serta untuk membentuk keluarga yang stabil. Perkawinan usia muda bisa menjadi pilihan yang sah dalam keadaan tertentu, tetapi juga harus memperhatikan faktor-faktor seperti kematangan fisik, emosional, dan psikologis individu yang akan menikah.

Beberapa hadis yang terkait dengan perkawinan usia muda antara lain:

1. Hadis yang menyatakan "Nikahkanlah anak-anakmu pada usia yang mampu menikah" menunjukkan bahwa perkawinan usia muda dapat dilakukan jika individu tersebut telah mencapai kematangan yang memadai untuk menikah.

2. Hadis yang menyatakan "Perempuan yang belum mengalami menstruasi diperbolehkan oleh wali nikahnya" mengindikasikan bahwa perkawinan usia muda dapat terjadi sebelum seorang perempuan mencapai usia dewasa, tetapi dengan persetujuan wali nikahnya.

Dalam sebuah hadis tentang nikah pada usia muda disebutkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

أَيُّمَا شَابٌّ تَزَوَّجَ فِي حَدَاثَةِ سِنِّهِ ، عَجَّ شَيْطَانُهُ : يَا وَيْلَهُ يَا وَيْلَهُ ، عَصَمَ مِنِّي دِينَهُ

“Siapapun pemuda yang menikah diusia mudanya, maka setan berteriak: “Aduh, hancur diriku! Aduh, hancurnya aku! Dia telah menjaga agamanya dariku”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam al-Musnad (III/37, nomor hadits: 2041), Khathib al-Baghdadi dalam at-Tarikh (VIII/32), dan Ibnu Asakir dalam –Tarikh Dimasyq (XX/27) dan Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (IV/375, nombor hadits: 4475) dari shahabat Jabir.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ

“Wahai para pemuda, barang siapa dari kalian yang mampu ongkos nikah, maka hendaklah ia menikah, karena itu lebih bisa memejamkan mata dan menjaga farji” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Pemuda” dalam hadits, menurut an-Nawawi dalam Syarah Muslim (IX/172) adalah orang baligh sampai umur 30 tahun.

Namun, penting untuk diingat bahwa konteks sejarah dan sosial saat hadis-hadis ini diungkapkan juga harus dipertimbangkan. Pemahaman hadis-hadis ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip fikih yang melibatkan prinsip kemaslahatan (maqasid al-shariah), keadilan, dan perlindungan hak-hak individu.

Beberapa ulama dan mazhab fikih dapat memiliki pandangan yang berbeda tentang perkawinan usia muda, dan mereka mungkin menekankan faktor-faktor seperti kematangan dan persetujuan individu yang akan menikah. Mereka juga mungkin memberikan batasan dan syarat-syarat tertentu untuk melindungi individu yang rentan, seperti menetapkan usia minimal atau memerlukan persetujuan dari pihak yang terkait.

Dalam konteks modern, banyak negara telah menetapkan batasan usia minimal untuk perkawinan, yang didasarkan pada pertimbangan kesejahteraan dan perlindungan anak-anak. Oleh karena itu, dalam menginterpretasikan dan menerapkan pemahaman fikih terkait perkawinan usia muda, penting untuk mempertimbangkan kedua prinsip-prinsip agama dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku di negara tersebut.

Evaluasi dampak sosial dari perkawinan usia muda dalam masyarakat Muslim

Perkawinan usia muda dalam masyarakat Muslim dapat memiliki dampak sosial yang kompleks dan bervariasi tergantung pada konteks sosial, budaya, kesehatan dan faktor-faktor lainnya.

Seperti pada faktor kesehatan dokter spesalis kebidanan dan kandungan, Rudy Irwin, menyatakan secara medis perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun sangat rentan terkena kanker leher rahim (serviks). Selain itu kanker serviks bisa terjadi pada perempuan yang melahirkan dibawah usia 20 tahun dan berganti-ganti pasangan seksual. Perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun, 58,5% lebih rentan terkena kanker reviks. Setiap tahun sekitar 500 ribu perempuan didiagnosis menderita kanker serviks dan lebih dari 250 ribu diantaranya meninggal dunia. Penjelasan ini bersumber dari buku perkawinan dibawah umur dan perkawinan tidak tercatat oleh: Dr.Hj. Kustini, M.Si. tahun 2013.

Pernikahan diusia muda memang banyak menimbulkan dampak negatif karena dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga, yang diantaranya diakibatkan sikap belum dewasa dari pasangan. Persoalan lainya terkait ekonomi, seperti ketika sang suami nemiliki latar belakang yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Pergaulan yang bebas juga menjadi faktor terjadinya pernikahan diusia muda, karena dengan pergaulan bebas mereka bisa berhubungan dengan satu sama lain dan menimbulkan perzinaan. Kemudian, jalan yang biasa digunakan adalah menikahkan di pelaku perzinaan tersebut.

Perkawinan usia muda juga seringkali menghambat pendidikan dan pengembangan pribadi para pasangan yang menikah muda. Mereka mungkin harus menghentikan atau mengurangi pendidikan formal mereka, mengganggu peluang mereka untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang lebih luas. Hal ini dapat berdampak negatif pada karier masa depan mereka dan berpotensi membatasi kemungkinan kemandirian ekonomi.

Menikah pada usia muda dapat membatasi kesempatan pasangan untuk berinteraksi secara sosial dengan teman sebaya dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial di luar pernikahan. Mereka mungkin merasa terisolasi dari kelompok sebaya mereka dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengeksplorasi minat dan aspirasi pribadi mereka.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dampak sosial tersebut tidak selalu bersifat negatif. Ada juga situasi di mana perkawinan usia muda dapat berkontribusi pada kestabilan keluarga, pemenuhan tanggung jawab sosial, dan pemeliharaan nilai-nilai agama dan budaya yang dianggap penting dalam masyarakat Muslim. Dalam konteks tertentu, perkawinan usia muda dapat membawa manfaat bagi individu dan masyarakat secara keselururuhan.

Penilaian terhadap perspektif hukum Islam terkait dengan batasan usia dalam perkawinan

Penilaian terhadap perspektif hukum Islam terkait dengan batasan usia dalam perkawinan dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang individu dan konteks sosial-budaya yang berbeda. Banyak kritik terhadap perspektif hukum Islam mengenai batasan usia dalam perkawinan berfokus pada perlindungan anak. Beberapa orang berpendapat bahwa perkawinan pada usia yang sangat muda dapat membahayakan anak-anak, baik secara fisik maupun psikologis. Mereka berargumen bahwa anak-anak seringkali belum cukup matang secara emosional, fisik, dan mental untuk menghadapi tanggung jawab pernikahan dan peran sebagai pasangan hidup.

Ada beberapa ulama’ yang berpendapat bahwa batas usia perkawinan itu tidak ditentukan melainkan melihat mereka sudah baligh atau belum. Dalam hadist rasulullah SAW. disebutkan:

Rasulullah Saw. bersabda:

menikah dengan dia (Aisyah) dalam usia enam tahun, dan beliaumemboyongnya ketika ia berusia sembilan tahun, dan beliau wafat pada waktu dia berusia delapan belas tahun” Berdasarkan hadis di atas, dalam sebuah kitab Kasyifah al-Saja menjelaskan, bahwa ciri-ciri seseorang yang sudah baligh (dewasa) ada tiga, yaitu sempurnanya usia.

Namun, Dalam Islam, terdapat keragaman interpretasi dan perbedaan pendapat di antara ulama dan mazhab fikih. Beberapa ulama mungkin menganggap perkawinan usia muda sebagai sesuatu yang diizinkan dan bahkan dianjurkan dalam kondisi tertentu, sementara yang lain mungkin menganggap perlu adanya batasan usia minimal yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ada ruang untuk berdialog dan memperdebatkan perspektif hukum Islam terkait dengan batasan usia dalam perkawinan.

Studi tentang praktik dan kebijakan yang telah diterapkan oleh negara-negara dengan masalah perkawinan usia muda

Masalah perkawinan usia muda adalah masalah yang kompleks dan kompleks yang dihadapi oleh banyak negara di seluruh dunia. Beberapa negara telah mengimplementasikan praktik dan kebijakan untuk mengatasi masalah ini. Berikut adalah beberapa studi tentang praktik dan kebijakan yang telah diterapkan oleh negara-negara dengan masalah perkawinan usia muda:

1. Niger: Niger memiliki salah satu tingkat perkawinan usia muda tertinggi di dunia. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Niger telah memperkenalkan undang-undang pada tahun 2011 yang menetapkan usia minimum perkawinan menjadi 18 tahun untuk perempuan dan laki-laki. Namun, implementasi undang-undang ini masih menghadapi tantangan karena adat istiadat dan praktik sosial yang kuat.

2. Bangladesh: Bangladesh juga menghadapi masalah perkawinan usia muda yang signifikan. Untuk mengurangi angka perkawinan usia muda, pemerintah Bangladesh telah meluncurkan berbagai program dan inisiatif. Misalnya, program "Kembali ke Sekolah" menyediakan beasiswa dan insentif finansial kepada keluarga yang mengizinkan anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikan mereka daripada menikah di usia muda.

3. India: Di India, usia minimum perkawinan adalah 18 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki. Namun, praktik perkawinan usia muda masih meluas di beberapa wilayah. Pemerintah India telah meluncurkan program "Beti Bachao, Beti Padhao" (Selamatkan Putri, Pendidikan Putri) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan dan mengurangi perkawinan usia muda.

4. Yaman: Yaman adalah salah satu negara dengan tingkat perkawinan usia muda yang tinggi, terutama di kalangan perempuan. Beberapa organisasi non-pemerintah dan lembaga internasional telah bekerja sama dengan pemerintah Yaman untuk mengatasi masalah ini. Mereka telah meluncurkan program pendidikan dan pelatihan, serta kampanye kesadaran untuk mengubah sikap masyarakat terhadap perkawinan usia muda.

5. Indonesia: Indonesia telah mengadopsi kebijakan untuk mengurangi perkawinan usia muda. Pada tahun 1974, undang-undang pernikahan diperbarui untuk menetapkan usia minimum perkawinan menjadi 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki. Namun, implementasi undang-undang ini masih menghadapi kendala karena praktik tradisional dan perbedaan dalam hukum adat di berbagai wilayah Indonesia.

Studi tentang praktik dan kebijakan yang telah diterapkan oleh negara-negara ini dapat memberikan wawasan tentang upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah perkawinan usia muda. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap negara memiliki konteks budaya, sosial, dan hukum yang unik, sehingga solusi yang efektif dapat bervariasi tergantung pada kondisi lokal.

Penyusunan rekomendasi fikih yang dapat membantu menanggulangi masalah perkawinan usia muda dalam masyarakat Muslim

Dalam menyusun rekomendasi fikih untuk menanggulangi masalah perkawinan usia muda dalam masyarakat Muslim, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi yang dapat menjadi pedoman:

1. Menegakkan batasan usia minimum: Rekomendasi utama adalah menegakkan usia minimum perkawinan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Usia minimum yang disarankan adalah usia di mana individu dianggap telah matang secara fisik, mental, dan emosional, serta mampu mengambil keputusan yang bijaksana. Beberapa negara Muslim telah menetapkan batasan usia minimum yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti 18 tahun untuk perempuan dan laki-laki.

2. Meningkatkan pendidikan dan kesadaran: Pendidikan dan kesadaran adalah faktor penting dalam mengatasi masalah perkawinan usia muda. Masyarakat Muslim perlu diberikan pemahaman yang kuat tentang pentingnya pendidikan, kesehatan, dan perkembangan pribadi sebelum menikah. Institusi agama, seperti masjid dan lembaga keagamaan, dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan pemahaman yang benar tentang perkawinan usia muda dan implikasinya.

3. Memberikan perlindungan hukum: Negara-negara Muslim perlu memiliki kerangka hukum yang kuat untuk melindungi anak-anak dari perkawinan usia muda. Hukum harus melindungi hak-hak anak dan menetapkan sanksi yang tegas bagi pelanggaran terhadap usia minimum perkawinan. Sistem peradilan juga harus efektif dalam menangani pelanggaran dan memberikan keadilan kepada anak-anak yang terlibat dalam perkawinan usia muda.

4. Mempromosikan kesetaraan gender: Masalah perkawinan usia muda juga berkaitan dengan kesetaraan gender. Masyarakat Muslim perlu mempromosikan kesetaraan gender dan menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Pendidikan harus diberikan kepada perempuan dan laki-laki tentang hak-hak mereka, termasuk hak untuk memilih pasangan hidup dan menunda pernikahan hingga mereka siap secara fisik, mental, dan emosional.

5. Mendorong konsultasi dan keterlibatan masyarakat: Para ulama, cendekiawan Islam, dan pemimpin masyarakat Muslim harus berperan aktif dalam menanggulangi masalah perkawinan usia muda. Mereka dapat memberikan pemahaman yang akurat tentang ajaran Islam yang relevan dengan perkawinan usia muda. Konsultasi dan dialog dengan masyarakat juga penting untuk membangun kesadaran dan mendapatkan dukungan masyarakat dalam menangani masalah ini.

Penting untuk mencatat bahwa rekomendasi ini harus disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan masyarakat Muslim di berbagai negara. Menanggulangi masalah perkawinan usia muda memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga agama, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.

Sekian pembahasan perkawinan dimasa muda pada kesempatan kali ini semoga bermanfaat bagi pembaca.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image