Dampak Politik Uang terhadap Pelaku Korupsi
Politik | 2023-05-22 20:39:27Politik uang merupakan salah satu fenomena yang banyak terjadi pada saat pelaksanaan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah maupun pemilihan kepala desa, terutama pada saat berkampanye. Dengan tujuan mendapatkan suara yang banyak, para calon berlomba-lomba dengan mengeluarkan biaya yang cukup besar. Adanya peraturan dan sanksi yang mengikat bahwa praktik politik uang tidak boleh dilakukan, namun tetap saja masih marak terjadi.
Sebenarnya praktik politik uang ini bukanlah hal yang baru, Dalam pemilu pertama tahun 1955, uang memiliki peran yang sangatlah penting dalam pemilu. Sasaran pada saat itu ialah orang yang berpengaruh, sehingga akan lebih mudah mempengaruhi sekelilingnya untuk memilih calon tersebut (Badoh, I. Z. F., & Dahlan, A., (2010). Dalam hal ini menandakan bahwa pelaksanaan pemilu dengan uang sangat sulit untuk dipisahkan, sehingga sulit pula untuk dihilangkan. Namun, praktik politik uang ini merupakan masalah serius yang tidak bisa dibenarkan dan harus dihilangkan agar tidak merusak demokrasi Indonesia, serta menghindari dampak-dampak negatif dari adanya praktik politik uang.
Fenomena politik uang mudah ditemukan dimana saja, karena politik uang diberikan secara terang-terangan kepada masyarakat. Praktik politik uang sangat berdampak buruk pada demokrasi Indonesia, karena masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya sendiri. Menurut Badoh, I. Z. F., & Dahlan, A.,(2010) Jual beli suara menggunakan uang saat berkampanye sangat berpengaruh pada pemenangan pemilu. Dalam hal ini menandakan bahwa banyaknya suara dapat diperoleh dari banyaknya uang yang diberikan, dan banyaknya pemimpin yang terpilih karena mengeluarkan uang yang banyak dalam berkampanye.
“KPK sepakat pada thesis yang menyebutkan bahwa korupsi politik lahir dari korupsi pemilu dan politik berbiaya tinggi” (Sjafrina, A. G. P., 2019:46). Dari pernyataan tersebut menandakan bahwa para calon berlomba-lomba mengeluarkan uang untuk menarik perhatian masyarakat. Praktik korupsi dapat dipicu dari seseorang yang melakukan politik uang untuk mendapatkan kekuasaan, karena setelah itu akan berusaha mengembalikan apa yang telah dikeluarkan (Irawan, A., et al., 2014). Dapat terlihat bahwa adanya pemimpin yang terpilih karena melakukan jual beli suara atau korupsi pemilu dan biaya politik yang tinggi akan menyebabkan timbulnya pemimpin yang melakukan korupsi politik.
Praktik korupsi dapat terjadi karena proses terpilihnya pemimpin melalui biaya politik yang tinggi, pemimpin telah mengeluarkan biaya yang cukup besar dan pemimpin akan berfikir bagaimana cara mengembalikan modal atau kerugian yang telah dikeluarkan secara cepat (Pahlevi, M. E. T., & Amrurobbi, A. A. ,2020). Dalam hal ini menandakan bahwa semakin besar biaya politik yang dikeluarkan, semakin banyak pemimpin terpilih karena melakukan praktik politik uang, maka semakin besar pula munculnya potensi praktik korupsi.
Indonesian Corruption Watch, mencatat adanya peningkatan temuan politik uang. Pada pemilu 1999, setidaknya terjadi 62 kasus politik uang. Pelakunya didominasi oleh partai besar. Pemilu 2004 ditemukan 113 kasus, sedangkan pemilu 2009 jumlah temuan bertambah menjadi 150 kasus (Irawan, A., et al., 2014:75). Dari catatan di atas, terlihat bahwa praktik politik uang semakin meningkat di setiap tahunnya, bahkan bermunculan dari partai-partai besar. Dari jumlah yang semakin meningkat, seharusnya masyarakat sadar, bahwa banyaknya pemimpin yang terpilih dari hasil praktik politik uang justru akan berdampak buruk untuk kedepannya, karena potensi pelaku korupsi akan semakin meningkat.
Politik uang terjadi karena adanya faktor penyebab yang melatarbelakangi masyarakat menerima uang tersebut, seperti:
Satu, Faktor keterbatasan ekonomi akan melatarbelakangi muculnya faktor penyebab lainnya (Fitriani, L. U., Karyadi, L. W., & Chaniago, D. S.,2019). Keterbatasan ekonomi akan mendukung praktik politik uang, dampaknya menjadikan masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya (Badoh, I. Z. F., & Dahlan, A.,2010). Dalam ruang lingkup masyarakat, faktor terbesar yang membuat masyarakat menerima politik uang adalah kondisi ekonomi. Faktor keterbatasan, terutama kemiskinan akan menjadi ajang masyarakat untuk mendapatkan uang. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak lagi berfikir bahwa politik uang ini melanggar hukum atau suap serta jual beli suara. Disisi lain, keterbatasan ekonomi juga menjadi celah besar bagi para calon untuk melakukan politik uang. Dari faktor ini, jika masih banyak masyarakat yang terbatas akan ekonominya, praktek ini akan sulit untuk dihilangkan, karena baik calon maupun masyarakat sama-sama mendapatkan timbal balik dari dilakukannya praktik politik uang.
Dua, Rendahnya pendidikan membuat masyarakat tidak pekka terhadap aturan hukum, sanksi, dan tidak memikirkan dampak kedepannya dari menerima politik uang tersebut (Sulfiana, 2020). Faktor ini juga berkaitan dengan faktor ekonomi yang membuat masyarakat kurang mendapatkan pendidikan yang lebih baik, terutama pengetahuan dalam politik. Sehingga masyarakat yang kurang akan pendidikan politik, akan lebih mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini juga membuat masyarakat bersikap acuh terhadap apa yang berkaitan dengan politik, seperti pemilu.
Tiga, Masyarakat menganggap bahwa praktik politik uang merupakan hal yang sudah biasa karena terus-menerus terjadi dalam proses pemilu (Fitriani, L.U. et al.,2019). Kebiasaan masyarakat yang menganggap bahwa praktek politik uang merupakan rezeki yang tidak boleh ditolak. Praktik politik uang akan sangat sulit dihilangkan jika sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang pemilu. Faktor ini terjadi terus menerus dikarenakan rendahnya pengawasan yang dilakukan, serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam menilai praktik politik uang.
Memang tidak semua calon dengan kampanye berbiaya tinggi akan melakukan korupsi di kemudian hari, namun dampak negatif dari politik uang di atas sudah sering terjadi dan tentunya perlu dihilangkan, saran saya dalam hal Ini adalah terapkan kesadaran dilarangnya praktik politik uang pada diri sendiri. Karena suatu pencegahan harus dimulai dari diri sendiri, sehingga ketika suatu saat menjadi calon yang memerlukan suara dari masyarakat tidak akan melakukan praktik politik uang untuk membeli suara. Begitupun sebaliknya, jika menjadi pemilih akan lebih berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan rayuan dari calon atau perantaranya dalam usaha agar pemilih menerima uang tersebut. Diperlukan pula pencegahan dari kedua belah pihak, karena jika keduanya saling mencegah politik uang, baik pemberi (calon) ataupun penerima (masyarakat) tidak menutup kemungkinan praktik politik uang tidak terjadi lagi. Selain itu, akan berdampak pula pada pelaku praktik korupsi politik yang di awali oleh biaya pemilu termasuk kampanye yang tinggi.
Referensi Artikel:
Badoh, I. Z. F., & Dahlan, A. (2010). Korupsi Pemilu di Indonesia. Indonesia Corruption Watch. https://antikorupsi.org/sites/default/files/dokumen/Korupsi%252BPemilu.pdf.
Fitriani, L. U., Karyadi, L. W., & Chaniago, D. S. (2019). Fenomena Politik Uang (Money Politic) Pada Pemilihan Calon Anggota Legislatif di Desa Sandik Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat. RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual, 1(1), 53-61. https://resiprokal.unram.ac.id/index.php/RESIPROKAL/article/view/5.
Irawan, A., Dahlan, A., Fariz, D., & Putri, A. G. (2014). Panduan pemantauan korupsi pemilu. IndonesiaCorruptionWatch(ICW). Panduan%20Pemantauan%20Korupsi%20Pemilu.pdf
Pahlevi, M. E. T., & Amrurobbi, A. A. (2020). Pendidikan Politik dalam Pencegahan Politik Uang Melalui Gerakan Masyarakat Desa. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 6(1), 141-152. https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/view/611
Sjafrina, A. G. P. (2019). Dampak politik uang terhadap mahalnya biaya pemenangan pemilu dan korupsi politik. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 5(1), 43-53. https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/view/389
Sulfiana. (2020). ANALISIS DAMPAK POLITIK UANG TERHADAP NILAI-NILAI DEMOKRASI ( Studi Kasus Di Desa Rappoala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa ). https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/10781-Full_Text.pdf.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.