Pertanyaan Dalam Al-Quran
Agama | 2023-05-22 20:21:14PERTANYAAN DALAM AL-QUR’AN
Hasan Albana*
“Ara aitalladzi yukadzibubiddin” ?. “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ? (QS. 107:01)”
“Mal qoori’ah ?” Apakah hari Kiamat itu? (QS. 101: 02)
Pedoman hidup manusia sepeninggalan Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an dan Hadits. Banyak kita jumpai kalimat-kalimat ataupun teks yang berisi tentang pertanyaan. Kalimat-kalimat pertanyaan tersebut dapat diketahui dari kata yang digunakannya seperti ma, a, fa aina, ara-aita , mal qooriah, wa maa adraaka, hal, dsb. Dari sekian pertanyaan tersebut tidak semua dapat dijawab langsung, ada pula yang bersifat retoris atau dengan sendirinya akan terjawab.
Allah sengaja memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada hambanya supaya kita berfikir, afalaaa ta’qiluun?. Kalau kita mau berfikir tentu dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut ada sesuatu yang terselip untuk diambil manfaat serta hikmah bagi manusia.
Hasil perenungan maupun pemikiran manusia atas hikmah dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut terdapat beberapa hal. Pertama, pertanyaan tersebut bisa bermakna nasehat atau menasehati. Dalam buku Muhammad Sang Guru karya Abdul Fattah disampaikan bahwa salah satu metode yang digunakan oleh Nabi Muhammad dalam menyampaikan dakwahnya adalah dengan menasehati sembari bertanya. Termasuk para orang tua maupun guru, mereka akan memberikan nasehat dengan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada anak maupun muridnya.
Kedua, rasa ingin tahu. Assualu nishfu jawabun. Pertanyaan separuh dari jawaban. Allah sengaja bertanya dalam Al-Qur’an bukan karena Allah tidak tahu, akan tetapi yang bertanya yang lebih tahu, didalam pertanyaan Allah tersebut terdapat separuh dari jawabannya dan mendorong manusia untuk mencari sebagiannya lagi hingga menjadi sempurnalah ilmu pengetahuan maupun informasi yang disampaikan melalui Al-Qur’an tersebut yang menjadi petunjuk bagi manusia.
Ketiga, bentuk perhatian. Allah sangat perhatian kepada hamba-hambanya, dan menginginkan hambanya selamat di dunia dan akhirat. Salah satu bentuk perhatiannya juga dalam pertanyaan. Pertanyaan tersebut diselipkan dalam kisah-kisah untuk diambil hikmahnya oleh manusia, seperti pertanyaan Nabi Ibrahim kepada Ismail (QS.37:102), pertanyaan Nabi Ya’kub kepada anak-anaknya (QS. 2: 131-133). Seorang guru maupun orang tua juga sering memberikan perhatian kepada anak maupun muridnya dalam bentuk menanyakan sesuatu.
Keempat, pertanggungjawaban. Setiap orang akan diminta pertanggung jawaban atas dirinya sendiri atau kepemimpinan minimal atas dirinya sendiri. Apapun yang dilakukan manusia di muka bumi ini pasti akan diminta pertanggungjawaban. Hukum asal dari muamalah adalah boleh, jadi apapun bisa dan boleh kita lakukan sebebas-bebasnya di muka bumi ini, kecuali apa-apa yang dilarang atasnya. Jadi, bilamana kita melakukan apa-apa yang dibolehkan Allah maka akan dimintai pertanggungjawaban atasnya, terlebih lagi apa-apa yang dilarang untuk dilakukan akan tetapi kita tetap melakukannya.
Kelima, keangkuhan. Pertanyaan dalam bentuk keangkuhan di dalam Al-Qur’an ditunjukkan oleh orang-orang sombong seperti Fir’aun, Namrudz, kaum Quraisy, dll. Keangkuhan tersebut sengaja di masukkan dalam kitab Al-Qur’an untuk menjadi pelajaran bagi manusia setelahnya. Tidak ada hak sedikitpun untuk menjadi pribadi sombong dan angkuh, bila sifat tersebut ada dalam diri manusia maka nasib yang sama yakni kehancuran akan dialami seperti orang–orang terdahulu yang angkuh. Lagi-lagi kita wajib tersinggung dengan sindiran Allah bahwa afalaa ta’qiluun?.
Jenis pertanyaan tersebut sedikit tidaknya telah disediakan kunci jawabannya, termasuk pertanyaan yang akan dihadapi manusia di liang kubur nanti, dimana kalimat pertanyaan masih terus akan kita jumpai, seperti man robbuka? Man nabiyyuka? Ma dinuka?. Dan jawabannya ada pada pertanyaan itu sendiri bila kita mau berfikir.
Hal terpenting saat ini adalah sudah seberapa siapkah diri kita untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut ?.
* Pemuda Muhammadiyah Kota Malang bidang Olahraga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.