Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sri Maryati

Ciletuh, Ekowisata Fantastis dan Laboratorium Alam Paripurna

Wisata | Monday, 22 May 2023, 13:16 WIB
Keelokan garis pantai di destinasi Ciletuh ( foto istimewa )

Objek wisata Geopark Ciletuh sangat lengkap untuk kategori ekowisata atau wisata alam, mulai dari garis pantai yang meliuk terpadu batu dan karang, beberapa air terjun, patahan lapis Bumi, hingga puncak bukit Darma yang memiliki sudut pandang yang sangat eksotik. Selain itu ombak lautan yang perkasa, tebing curam, dan pemandangan lainnya bisa pengunjung nikmati.

Pengunjung juga akan disuguhi pemandangan sawah yang amat memesona hingga membelai sukma jika melintasi sepanjang perjalanan ke puncak Darma. Amat beragam dan setiap sudut mata memandang terlihat eksotis sebagai gatra destinasi ekowisata. Pemandangan malam yang amat menakjubkan ribuan lampion menghiasi langit pantai Palangpang Geopark Ciletuh di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Wisatawan sangat terpesona melihat ribuan lampion terbang menghiasi langit.

Salah satu bagian dari jaringan Geopark Unesco yaitu kawasan Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu yang terletak di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Global Geopark atau taman bumi Ciletuh-Pelabuhan Ratu resmi ditetapkan sebagai salah satu Unesco Global Geopark pada 17 April 2018, dalam sidang Executive Board UNESCO ke 204, Programme and External Relations Commissions di Paris, Prancis. Proses penetapan hanya berjarak 3 tahun setelah menjadi kawasan geopark nasional dan prosesnya termasuk yang paling cepat di Indonesia. Kawasan Geopark Ciletuh ditetapkan menjadi kawasan Geopark Nasional sejak 2015 dengan luas area 45.820 ha mencakup 15 desa dan 2 kecamatan. Dalam perkembangannya, kawasan Geopark Ciletuh meluas hingga mencapai wilayah Cisolok dan Palabuhanratu dengan peningkatan luas area menjadi 126.100 ha dan mencakup 74 Desa di 8 Kecamatan.

Secara aspek geologi, Ciletuh merupakan satu-satunya wilayah yang memiliki singkapan batuan tertua di Jawa Barat, berupa batuan langka ofiolit, metamorf dan batuan melange. Batuan ini merupakan produk hasil tumbukan antar lempeng benua Eurasia dengan Samudra Hindia (Indo-Australian) sekitar 60 juta tahun yang lalu. Kawasan Ciletuh juga memiliki batuan lanskap berbentuk setengah lingkaran menyerupai tapal kuda terbuka. Batuan tebing ini membentang dengan diameter bentangan sekitar 15 kilometer. Bentangan ini banyak disebut sebagai amphitheater (teater alam) terbuka dengan banyak air terjun yang jatuh di sela tebing.

Air terjun Cimarinjung ( foto istimewa )

Dari segi keanekaragaman hayati, Ciletuh memiliki ragam kawasan konservasi alam, mulai dari nature reserve, wildlife reserve, forest conservation, taman nasional dan kawasan konservasi penyu hijau. Kawasan Ciletuh juga memiliki berbagai budidaya tambak, perkebunan, pertanian dan hutan produksi. Sedangkan dari segi budaya, Ciletuh menyimpan kearifan lokal masyarakat Sunda yang masih terjaga hingga kini. Mulai dari tinggalan mitos dan folklor, hingga berbagai tinggalan situs Megalitikum, tinggalan kolonial, serta Kampung Budaya Kasepuhan yang masih memegang kuat tradisi Sunda.

Dalam berbagai kesempatan, juga pernah diselenggarakan Festival Geopark Ciletuh. Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pariwisata, Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Badan Pengelola Geopark Nasional Ciletuh, Palabuhanratu.

Pada Festival Geopark Ciletuh 2019 melibatkan ratusan seniman dan seniwati yang akan menampilkan kebudayaan daerah, kesenian dan kuliner khas Geopark Ciletuh-Palabuhanratu yang akan berkolaborasi dengan masyarakat lokal sehingga acara ini semakin semarak dan sarat pesona. Kesenian yang ditampilkan antara lain rengkak penyadap jipeng, gondang, tutunggulan, suligar, pencak silat, dan wayang golek.

Ekowisata Geopark Ciletuh terkenal hingga mancanegara sebagai destinasi yang menawarkan paket komplit yang memadukan pesona pantai, air terjun sampai bukit cantik yang menjadi surga bagi para pemburu sunrise dan sunset. Para pengunjung festival ini juga dapat menikmati keindahan Pantai Karang Hawu, sejuknya Pemandian Air Panas Cisolok dan berselancar di Pantai Cimaja.

Di Ciletuh waktu begitu cepat berlalu meskipun mata ini enggan berkedip karena menikmati lukisan Tuhan yang sangat luar biasa. Hingga menjelang malam tiba, pengunjung bisa mendapatkan penginapan menurut selera masing-masing, apakah di hotel, penginapan rakyat, atau di tenda-tenda yang bisa membuat kita menyatu dengan semesta. Pesona luar biasa Ciletuh Geopark membutuhkan mitigasi risiko kebencanaan. Tak bisa dimungkiri, bahwa bentang alam yang menakjubkan itu juga mengandung potensi kebencanaan, seperti longsor, kecelakaan transportasi hingga gempa bumi.

Pada masa depan pola kunjungan para wisatawan akan menuju ke destinasi ekowisata yang ada di daerah. Hal itu sebaiknya disertai dengan antisipasi sistemik untuk penanggulangan bencana. Mengingat banyak destinasi pariwisata secara geografis terletak pada kawasan yang rentan bencana alam. Selain itu infrastruktur jalan menuju destinasi juga perlu terus dibenahi.

Dibutuhkan manajemen risiko bencana untuk sektor pariwisata yang andal. Manajemen risiko ini memerlukan peta tematik kebencanaan sebagai informasi kebencanaan spasial. Peta tematik kebencanaan ini juga merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pariwisata.

Ciletuh merupakan ekowisata berbasis masyarakat yakni usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja lewat jasa pemandu, penyedia transportasi, homestay, menjual kerajinan, dan sebagainya. Masyarakat Ciletuh mulai mengembangkan homestay, usaha kuliner, juga menjadi pemandu wisata. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image