Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Vania Eka Rachmadani

Gaya Hidup Konsumtif Berkedok Self Reward di Kalangan Mahasiswa Gen Z

Gaya Hidup | Sunday, 21 May 2023, 22:03 WIB

Apa itu Self Reward?

https://th.bing.com/th/id/R.9335bf7f1c7977ff5521268be9fb328f?rik=%2b78j1q5hCSsPDw&riu=http%3a%2f%2fimg.huffingtonpost.com%2fasset%2f470_245%2f55bf85a31400002e002e1bba.jpeg&ehk=57VnujVw3vo5I57pCgtadQ7a5RP24R%2feP1QcPYtWJz8%3d&risl=&pid=ImgRaw&r=0

Kenal dengan istilah “self reward”? Generasi Z pasti mengenal istilah ini. Self reward muncul sebagai akibat adanya perkembangan zaman menuju modern dan adanya gaya hidup hedonisme yang sangat erat kaitannya dengan para mahasiswa. Bagi seorang mahasiswa, self reward merupakan bentuk menyenangkan diri sendiri karena telah melalui banyak kesulitan dalam dunia perkuliahan. Self reward dapat diartikan sebagai penghargaan yang diperuntukan terutama untuk diri sendiri dalam bentuk apresiasi atau memberikan hadiah karena telah melakukan pekerjaan hingga akhirnya mencapai apa yang telah diinginkan. Biasanya, self reward dilakukan dengan cara berbelanja, jalan-jalan ataupun menghambur hamburkan uang untuk membeli barang branded atau sekedar berkunjung ke tempat sesuai dengan yang diinginkan. Tanpa disadari, self reward berujung pada sikap konsumtif yang jatuhnya kepada bentuk pemborosan. Tentunya hal tersebut sangat merugikan diri sendiri apalagi bagi seorang mahasiswa perantauan yang memiliki keterbatasan finansial.

Faktor Pendorong Self Reward

Kecenderungan untuk berperilaku hedonis dan konsumtif melalui self reward juga didorong oleh pola pikir you only live once oleh para generasi Z yang saat ini berada pada bangku perkuliahan. Masa remaja menuju dewasa yang dialami oleh generasi Z yang dicirikan dengan perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang memunculkan berbagai perubahan bentuk perilaku yang cenderung tidak wajar, salah satunya gaya hidup konsumtif dan hedonis. Kurangnya kontrol diri juga turut membuat para mahasiswa yang berada pada fase pencarian diri ini menjadikan gaya hidup sebagai bentuk ekspresi diri sendiri. Pengaruh teman sebaya, budaya ikut-ikutan, dan segala kemudahan di perkotaan menjadikan banyak mahasiswa lupa tujuan awalnya menuntut ilmu di perantauan. Selain itu, keinginan untuk diakui eksistensi dirinya dalam sebuah kelompok teman sebaya dalam dunia perkuliahan membuat banyak mahasiswa berupaya keras untuk menyesuaikan diri dengan kelompoknya agar dapat diterima dan diakui menjadi bagian dari kelompok yang diinginkan.Transformasi era digital yang bersamaan dengan kemajuan teknologi membawa dampak yang begitu besar dan signifikan terhadap kehidupan manusia modern saat ini. Kemunculan e-commerce dan e-wallet yang menawarkan kemudahan tentunya mampu membuat generasi Z yang sangat melek teknologi tergiur untuk memanfaatkan tools tersebut dalam perangkat digitalnya. Penggunaan e-commerce yang berlebihan sangat mempengaruhi sikap konsumtif seseorang karena menyebabkan minat belanja yang semakin tinggi. Hal tersebut tentunya mempermudah upaya self reward bagi seseorang khususnya mahasiswa yang tidak memiliki banyak waktu luang dan memiliki keterbatasan transportasi untuk menuju pusat perbelanjaan. Menjamurnya pemanfaatan e-commerce bagi pengguna perangkat digital diawali saat pandemi COVID-19 dimana masyarakat hanya mampu berbelanja secara online. Setelah pandemi ini berakhir, ternyata kebiasaan berbelanja online ini bukannya memudar, tetapi malah semakin menjamur dan tidak dapat dihindarkan.Tools lain berupa e-wallet yang merupakan inovasi dompet digital seakan menjadi komplementer e-commerce dimana penggunaan e-wallet dapat mempermudah dalam hal pembayaran transaksi jual beli melalui e-commerce yang dapat menghemat waktu dan tenaga. Munculnya e-commerce dan e-wallet memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembentukan gaya hidup konsumtif yang berkedok self reward. Pembelian yang tidak terencana atau impulsive buying sering muncul karena adanya penawaran yang diberikan oleh e-commerce berupa kupon gratis ongkir, gratis biaya penanganan, dan cashback yang akan diberikan jika menggunakan e wallet tersebut. Pada ahirnya, perilaku tersebut sudah tidak dapat lagi dikatakan sebagai self reward, namun perilaku konsumtif berdasarkan keinginan bukan kebutuhan.

Dampak Konsumtif berdalih Self Reward

Self reward yang menjadi dalih gaya hidup konsumtif ini memiliki dampak psikologis berupa kecanduan belanja atau compulsive buying disorder yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan sehingga berujung pada pemborosan. Perilaku tersebut akhirnya menyebabkan banyak individu, khususnya mahasiswa, tidak memiliki tabungan dan tidak memiliki perencanaan finansial yang matang. Bahkan, untuk memenuhi gaya hidupnya, tidak menutup kemungkinan bagi seorang mahasiswa yang memiliki keterbatasan finansial terjerat oleh hutang. Selain dampak psikologis, dampak sosial berupa kesenjangan antar sesama membuat banyak mahasiswa menarik diri dari sebuah pergaulan teman sebayanya dengan alasan tidak mampu menyesuaikan diri dengan gaya hidup teman sebaya dalam kelompok bermainnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image