Merubah Paradigma Pendidikan, Apakah Bisa?
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-21 20:46:48Meskipun indonesia telah merdeka jauh dari beberapa tahun lalu hingga sekarang, namun tidak berarti permasalahan pendidikan di Indonesia juga telah “Merdeka”, karena hingga saat ini permasalahan tersebut masih belum teratasi, melainkan mutu sumber daya manusia dan ketersediaan sarana prasarana yang belum mencukupi. Pendekatan dan implementasi pendidikan kini menjadi masalah krusial dalam bidang pendidikan, subject matter centered dalam implementasi pendidikan formal menjadi paksaan terhadap kurikulum nasional. Dengan ini dimaksudkan makin banyak materi pembelajaran menjadikan siswa lebih pintar dan hasil memuaskan yang justru berakibat sangat penat. Maka pendekatan pendidikan di Indonesia tengah banyak berorientasi pada proses berpikir semata.
Dalam proses berpikir pada suatu pendidikan bukanlah hal yang keliru. Namun, apabila tanpa adanya pendekatan yang lainnya menjadikan akibat buruk terhadap outputnya apalagi diri siswa.
Pertama, terhadap implementasi subject matter centered beranggapan bahwa semua individu (siswa) itu sama, padahal kurikulum yang dibuat belum tentu sesuai apa yang dibutuhkan siswa. Perhatian akan kondisi kebutuhan siswa diabaikan yang berpacu dalam potensi perkembangan siswa di bidang pendidikan.
Kedua, penatnya kurikulum menjadikan praktik pembelajaran semakin padat yang berdampak dari subject matter centered. Guru pun harus bisa menjadi komunikator isi kurikulum yang aktif dan siswa sebagai pendengar yang menjadikan potensi akan kreativitas tidak berkembang.
Ketiga, pendekatan dalam proses berpikir, evaluasi hasil pembelajaran hanya berpacu kepada penguasaan isi kurikulum saja. Siswa di evaluasi hanya sekadar bakat dan prestasi akademik, sama seperti menghiraukan keberadaan siswa sebagai manusia.
Mestinya, implementasi pendidikan yang berdampak buruk lekas teratasi.
Lantas, pendekatan yang seperti apa perlu dikembangkan dalam bidang pendidikan di Indonesia saat ini dan mendatang?
Sudut Pandang Terhadap Pendekatan Humanistik
Dalam bidang pendidikan memiliki pendekatan humanistik yang berarti siswa berperan sebagai subjek belajar dan tingkat kepeduliannya terhadap perihal internal siswa. Siswa dibentuk untuk bisa melakukan dan mendapatkan berbagai pengalaman belajar, namun perlunya diimbangi atas perhatian internal siswa yang dimiliki yaitu motivasi, minat dan bakat, serta pengetahuan dan pengalaman selama belajar. Perhatian ataupun kepedulian terhadap perihal internal siswa, membuat siswa merasa bahwa pembelajaran lebih bermanfaat.
Dalam pendekatan humanistik, pengajar hanya berperan sebagai fasilitator pembimbing membentuk karakter siswa yang mengajarkan bagaimana proses belajar hingga mencapai keberhasilannya. Dengan begitu, pentingnya pendidikan perlu memfasilitasi dalam berkembangnya minat dan bakat siswa yang tidak hanya diperhatikan akademiknya saja.
Kreatif sebagai individu merupakan hal yang harus dibuat didalam diri siswa, maka konsep individu positif terbentuk dari aktivitas siswa yang kreatif. Jika tidak ada kesempatan untuk siswa mengekspresikan kreativitasnya, maka potensi yang dimiliki akan menurun. Oleh sebab itu, pengajar harus bisa menjadi wadah pembentuk dan pengembangan kreativitas siswanya.
Orientasi Pendidikan Berdasarkan Proses Berpikir
Siswa bukanlah robot melainkan individu yang perlu bantuan dalam proses pendewasaannya agar menjadikan pribadi mandiri dan berpikir kritis. Didasari dengan pikiran-pikiran tentang posisi pendidikan dalam kapasitas individu yang mempunyai hak kebebasan untuk mencari potensi keberhasilannya selama aktivitas pendidikan dan pembelajaran. Disitulah individu akan menemukan jati diri yang sebenarnya untuk mencetak apa yang mereka inginkan dalam berproses. Pendekatan ini lebih menekankan pada proses ketimbang hasil.
Dalam praktiknya, pendidikan berdasarkan proses berpikir bisa diimplementasikan dalam berbagai usaha, termasuk melalui pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan individu, pengajaran yang berpacu pada siswa, dan pengajaran yang memprioritaskan pengembangan keterampilan.
Kini sudah saatnya Indonesia mengubah paradigma dengan menekankan pendidikan yang berhasil dalam akademik, potensi, minat, bakat, dan kreativitas siswa.
Lalu, Bagaimana Untuk Paradigma Pendidikan Versi Perguruan Tinggi?
Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang menjadi penempatan sistem pendidikan tinggi nasional untuk tingkat yang paling baik di masa mendatang. Sistem pendidikan tinggi dengan paradigma baru akan mewujudkan sistem yang lebih dinamis, cerdas, bijaksana, maupun efektif. Perguruan tinggi berorientasi dalam mendidik, mengajar, proses berpikir, sosialisasi, maupun pengembangan. Jika pendidikan tinggi memiliki misi mengajar mahasiswa saja tanpa adanya riset, maka akan menjadi tantangan. Suasana kampus perlu dikembangkan dengan civitas akademika yang dibantu oleh dosen agar dapat membentuk mahasiswa berkualitas intelektual, emosional, maupun spiritualnya dengan karakter dan sikap kritis, kreatif, inovatif, disiplin, maupun berakhlak mulia.
Kurangnya pemanfaatan alat pikir dalam pengembangan pikiran, sebagai dosen perlunya mengkritis pola pembelajaran tersebut. Penerapan atas dasar ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh dosen atau pengajar akan menuntun mahasiswa profesional ke dalam bidang masing-masing. Dengan begitu dosen atau pengajar turut berkontribusi untuk meningkatkan mutu akademik dengan paradigma baru dalam keprofesionalannya. Kualitas pendidikan tinggi dilihat dari lulusannya yang memiliki karakter individu berbasis kreatif, berpikir analitis maupun mampu menerapkan ide secara efektif.
Mahasiswa Masih Dianggap Sebagai Kertas Kosong
Dalam proses pembelajaran, mahasiswa dianggap sebagai kertas kosong yang bebas diisi oleh dosen atau pengajar. Semua yang diajarkan akan mempengaruhi dan membentuk perubahan mahasiswa yang kurang kreatif. Mengapa perlunya paradigma baru untuk menjadikan mahasiswa sebagai individu yang memiliki kebebasan berpikir dan kreatifitas. Dosen atau pengajar bukan lagi sebagai fokus pembelajaran, melainkan mahasiswa yang menjadi koordinator dalam proses pembelajaran berlangsung. Mahasiswa diberikan kebebasan dalam melakukan kolaborasi, karena dengan berkolaborasi bisa saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sudut pandang yang berbeda. Kolaborasi menciptakan latar belakang individu yang berbeda-beda dengan begitu akan memberikan beragam ide dan inovatif atas dorongan pemikiran kreatif. Mahasiswa akan bisa memahami dan bahkan mencari suatu topik atau masalah atas dasar proses berpikir.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.