Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Peningkatan Kualitas Sekolah Inklusi untuk Siswa Penyandang Disabilitas

Eduaksi | 2023-05-21 14:54:26
Peningkatan Kualitas Sekolah Inklusi untuk Siswa Penyandang Disabilitas (Ilustrasi oleh : freepik)

Selasa, 2 Mei 2023, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dengan mengusung tema “Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar” sebagaimana yang tertulis dalam Surat Nomor 12811/MPK.A/TU.02.03/2023 tentang Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2023 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia guna mewujudkan merdeka belajar sesuai tema yang diusung dalam Hardiknas tahun ini. Bahkan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga merencanakan bulan Mei tahun 2023 sebagai bulan Merdeka Belajar.

Pendidikan menjadi aspek penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah bahkan membuat program wajib belajar 12 tahun guna memperluas pemerataan pendidikan pada semua orang. Mengingat pentingnya pendidikan harusnya bisa diiringi dengan perbaikan kualitas pendidikan bagi seluruh kalangan, tidak terkecuali terhadap para penyandang disabilitas.

Tidak hanya fokus pada perbaikan sistem dan proses belajar saja, tetapi penyediaan fasilitas dan lingkungan yang ramah terhadap penyandang disabilitas juga perlu mendapat perhatian. Jangan sampai masalah ketidaksetaraan akses pendidikan terhadap penyandang disabilitas terus menjadi persoalan yang tidak terselesaikan.

Setiap tahun, jumlah sekolah inklusi bertambah. Namun, masih ada saja keluhan terkait penyediaan fasilitas yang kurang memadai untuk para siswa penyandang disabilitas. Padahal, adanya sekolah inklusi dapat memberikan kesempatan kepada siswa dengan kebutuhan khusus untuk bisa memperluas akses pendidikan yang bermutu dan setara. Belum lagi orang tua yang merasa tidak cukup mampu membiayai jika harus mendaftarkan anak mereka ke Sekolah Luar Biasa (SLB) yang biayanya bisa jadi lebih mahal dibandingkan dengan sejenis sekolah inklusi.

Namun, kurangnya Guru Pembimbing Khusus (GPK) masih menjadi permasalahan di sekolah-sekolah inklusi. Padahal, Guru Pembimbing Khusus (GPK) sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya proses pembelajaran yang merata dan maksimal terhadap semua peserta didik. Pihak sekolah bisa mempertimbangkan terkait penambahan jumlah tenaga Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah-sekolah inklusi. Misalnya, seperti penambahan jumlah guru yang ahli dalam memahami huruf braille untuk membantu para siswa tunanetra atau dengan meningkatkan jumlah guru yang mahir menggunakan bahasa isyarat agar bisa membantu proses belajar para siswa yang terbiasa berkomunikasi dengan bahasa isyarat.

Selain penyediaan fasilitas pendidikan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah tersedianya lingkungan yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Lingkungan sekolah yang positif terhadap siswa berkebutuhan khusus perlu diciptakan untuk membantu mereka beradaptasi. Adanya diskriminasi dan pandangan berbeda terhadap siswa penyandang disabilitas harus bisa dihilangkan di lingkungan sekolah. Sekolah inklusi atau sekolah reguler yang sudah direncanakan untuk menerima peserta didik penyandang disabilitas harus bisa suportif dalam memperlakukan dan menyediakan fasilitas pendidikan secara adil dan setara untuk semua siswa.

Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak sehingga perbaikan kualitas pendidikan juga harus bisa dirasakan oleh semua orang. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dan evaluasi khusus terhadap penyediaan fasilitas pendidikan siswa penyandang disabilitas agar mendapatkan pendidikan yang sama bermutunya dengan siswa yang lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image