Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amilatul Fauziyah, S.Pd

Freeport dan Gunung Emas di Bawah Kuku Kapitalisme, Mimpi Buruk Papua

Politik | Sunday, 21 May 2023, 01:00 WIB
Tambang Emas Grasberg, Mimika, Papua PT Freeport Indonesia

Kabarnya, keinginan Freeport untuk memperpanjang kontraknya akan dikabulkan oleh Pemerintah dengan beberapa ketentuan. Menteri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral), Arifin Tasrif, mengungkapkan terkait perpanjangan izin Freeport maka Pemerintah ingin kepemilikan saham naik 10% menjadi 61% (Kompas.com 28/04/2023). Padahal saat ini Freeport masih memiliki izin beroperasi sampai tahun 2041. Pengerukan tambang akan berlanjut ke depannya. Tak hanya emas, tembaga, dan perak tapi juga mineral lain seperti molybdenum, rhenium, hingga uranium diperkirakan tersimpan di dalam perut bumi Papua.

Papua bagai menyimpan harta karun yang mustahil disiapkan oleh manusia. Gunung Gasberg yang telah dikeruk sejak 1970-an itu, dengan segala potensi emas dan mineralnya yang melimpah ruah, sungguh hanya Tuhan yang mampu menyiapkannya. Namun, keberadaannya hanya dinikmati oleh segelintir orang. Bahkan rakyat Papua tidak. Pasalnya, Pemerintah membeli saham Freeport dari obligasi internasional a.k.a utang. Meskipun dari utang tersebut Pemerintah memegang 51,2% saham Freeport yang sebelumnya tak sampai 10%, tetapi akhirnya pemerintah harus membayar utang ditambah bunga. Jadi, pendapatan negara dari penambangan Freeport sebagian besar lari keluar.

MINDSET KAPITALIS

PT Freeport Indonesia (PTFI) sepenuhnya dikendalikan oleh kapitalis asing. Hal ini terpampang nyata dilihat dari bagaimana sikap pemerintah yang selalu mengikuti arahan asing. Pemegang 49% saham PTFI adalah perusahaan asing dari Amerika Serikat, Freeport Mc Moran. Baru-baru ini, Kementerian ESDM menerbitkan Permen (peraturan menteri) untuk memperpanjang izin ekspor mineral mentah sampai Mei 2024. Padahal batas maksimal izin ekspor mineral mentah adalah Juni 2023 berdasarkan UU No.3 Tahun 2020. Permen menjadi jalan tengah bagi kepentingan PTFI tanpa kemudian melanggar UU yang ada.

Memang ada beberapa pertimbangan permen tersebut dibuat. Salah satunya adalah pembangunan smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) mangkrak karena pandemi Covid-19. Apabila ekspor dilarang dan smelter belum beroperasi maka akan berdampak pada penurunan hasil tahun 2023. Sedangkan pada tahun 2022, PTFI melakukan ekspor sebesar 2 juta ton. Tanpa smelter Gresik (milik Freeport Mc Moran), kapasitas ekspor hanya 1 ton. Apalagi tahun ini telah mengantungi izin ekspor 2,3 juta ton sebelum Juni. Sepertinya akan sulit.

CEO Freeport-McMoRan Inc. yaitu Richard C. Adkerson bersama Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengunjungi Presiden Jokowi di Istana Negara pada 12 April 2023. Mereka menyampaikan analisis bahwa Pemerintah Indonesia akan mengalami kerugian 57 triliun apabila ekspor konsentrat dilarang pada tahun 2023 ini. Pemerintah akan kehilangan pendapatan daerah hingga Rp 8,5 triliun per tahun bagi APBD Provinsi dan Kabupaten Mimika (katadata.co.id 14/04/2023).

Mindset penguasa hanya tentang keuntungan, karena telah lama dicengkeram oleh ideologi kapitalisme. Penguasa menjadi perpanjangan tangan para pengusaha untuk mengamankan posisi bisnisnya. Para kapitalis itu difasilitasi oleh penguasa, sehingga dapat memesan regulasi. Jika perlu membuat Undang-Undang baru atau kebijakan baru, maka penguasa akan melakukannya. Sebab di sanalah fungsi penguasa menurut Kapitalisme. Pengelolaan sumber daya alam yang melimpah ruah diserahkan kepada swasta. Penguasa mengurus regulasinya.

DIKUASAI ASING

Selain itu, pembangunan smelter pun tidak lepas dari investor asing. Jika pemerintah tetap melarang ekspor pada tahun 2023 ini, dikhawatirkan investor tersebut akan mengundurkan diri. Ternyata oh ternyata, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang merupakan BUMN Indonesia di bidang pertambangan yang memegang 51,2% saham Freeport, sebagian besar saham Inalum dimiliki oleh Jepang yaitu sekitar 58%. Banyak sekali peran asing dalam pengerukan kekayaan SDA Indonesia.

Lantas, keuntungan yang dimaksud pasti bukan keuntungan di sisi rakyat Indonesia. Meski Pemerintah memegang 61% saham Freeport, nantinya akan tetap sama. Ironinya, sebagian besar rakyat Papua yang miskin justru hidup dekat tambang emas yang dikelola Freeport. "Ketertinggalan dan kemiskinan masih depan mata kita itu 31 persen," ucap Lukas Enembe (Gubernur Papua). Belum lagi membicarakan masalah limbah penambangan. Dalam Kapitalisme, di mana ada SDA di situ ada masalah lingkungan. Tak hanya bencana ekologis, tetapi konflik masyarakat sekitar juga nyata terjadi. Kita bisa melihat KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua semakin hari makin meresahkan. Aksi mereka terus menambah korban bahkan dari TNI sendiri. Aksi KKB tentunya berhubungan erat dengan kezaliman yang kian menjadi-jadi di Papua, seperti korupsi pejabat, kemiskinan, akses pendidikan dan kesehatan, tak terkecuali kebijakan penambangan yang berimbas pada pencemaran sungai, hilangnya mata pencaharian warga, bibit penyakit, dan masalah air bersih.

SOLUSI

Bagaimana agar gunung emas yang dikaruniakan Allah di bumi Papua dapat memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia khususnya Papua? Satu-satunya cara adalah dengan membuang kapitalisme, mencampakkan sekulerisme yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Selama ideologi kapitalisme bercokol, peraturan atau regulasi hanya memihak para pemodal. Prinsip ekonominya membebaskan SDA dikuasai oleh individu. Padahal SDA tidak boleh (haram) dikuasai individu atau pun swasta, apalagi asing. Dalam ideologi Islam, SDA seperti tambang emas, batu bara, gas alam, minyak bumi harus (wajib) dikelola oleh negara. Bukan seperti BUMN yang sahamnya dipegang mayoritas oleh swasta. Maka, untuk mewujudkan pengelolaan SDA yang benar, aturan Islam harus diakomodir secara menyeluruh meliputi aspek politik, ekonomi, keuangan, dst.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image